JAKARTA - Kontroversi terkait aplikasi pelacak petugas imigrasi kembali menyeret Apple ke meja pengawasan. Komite Keamanan Dalam Negeri DPR AS meminta perusahaan tersebut menjelaskan langkah yang diambil untuk mencegah kembalinya aplikasi seperti ICEBlock ke App Store, setelah gelombang kritik yang memuncak beberapa bulan lalu.
Kasus ICEBlock memanas pada Oktober 2025, ketika Apple menarik aplikasi itu dari App Store setelah tekanan dari Departemen Kehakiman. ICEBlock saat itu menjadi aplikasi paling menonjol yang memungkinkan pengguna melaporkan keberadaan agen Immigration and Customs Enforcement (ICE). Popularitasnya membuat aplikasi itu cepat menjadi isu politik nasional, melibatkan Gedung Putih dan Jaksa Agung AS, Pam Bondi.
Bondi menuding aplikasi seperti ICEBlock membahayakan petugas imigrasi yang tengah menjalankan tugasnya. Ia juga mengeluarkan peringatan tajam kepada pengembang ICEBlock, Joshua Aaron, bahwa departemennya sedang memantau aktivitasnya. Apple kemudian menghapus berbagai aplikasi serupa berdasarkan aturan App Store yang melarang konten yang dinilai membahayakan.
Permintaan klarifikasi terbaru disampaikan melalui surat yang dikirim Komite Keamanan Dalam Negeri kepada CEO Google, Sundar Pichai, dan CEO Apple, Tim Cook. Dalam surat itu, para legislator menilai aplikasi pelacak petugas imigrasi berpotensi mengancam keselamatan pegawai Departemen Keamanan Dalam Negeri. Mereka meminta kedua perusahaan memberikan penjelasan selambatnya 12 Desember.
Reuters juga melaporkan bahwa meski ICEBlock tidak pernah tersedia di Google Play, berbagai aplikasi serupa sempat muncul dan telah ditarik dari platform tersebut. Hingga kini, belum jelas apakah aplikasi sejenis telah kembali ke App Store atau Play Store, atau apakah para legislator hanya ingin mendapat pembaruan terkait mekanisme penyaringan yang sedang berjalan.
Apple dan Google belum memberikan komentar atas permintaan tersebut. DPR AS kini menunggu penjelasan yang dapat menentukan bagaimana regulasi teknologi dan keamanan publik akan bergeser di tengah meningkatnya ketegangan politik mengenai isu imigrasi.
Perdebatan ini kembali membuka diskusi tentang batas antara kebebasan berekspresi, transparansi publik, dan keselamatan petugas negara, sebuah persimpangan yang makin sering muncul seiring aplikasi sosial terus tumbuh dalam pengaruh dan jangkauan.



