EtIndonesia. Pada tahun 2019, Piala Dunia Basket digelar di Tiongkok. Tim nasional Jepang dan Amerika Serikat tergabung dalam satu grup—sebuah nasib yang bisa dibilang kurang beruntung bagi Jepang. Pasalnya, kekuatan basket Amerika Serikat sudah lama dikenal hampir tak terkalahkan. Kekalahan Jepang seolah tak terelakkan, hanya tinggal menunggu seberapa besar selisih poinnya.
Benar saja, setelah empat kuarter pertandingan berlangsung, Amerika Serikat menang tanpa kesulitan berarti dengan skor 98–45, unggul telak 53 poin dari Jepang. Meski perbedaan kekuatan begitu mencolok, pelatih kepala Amerika Serikat, Gregg Popovich, sama sekali tidak bersikap santai. Sepanjang pertandingan, dia terus berdiri di pinggir lapangan, fokus memberi arahan, tanpa sedikit pun meremehkan lawan.
Ada yang berseloroh, untuk apa bersusah payah? Bahkan jika dia meninggalkan lapangan dan tidur pun, Amerika Serikat tetap akan menang. Namun Popovich justru menatap pertandingan dengan penuh perhatian, tak melewatkan satu detail pun.
Yang paling mengesankan terjadi ketika pertandingan hanya menyisakan 28 detik. Saat itu, Amerika Serikat unggul hingga 55 poin. Kemenangan sudah pasti di tangan. Bahkan jika mereka berhenti menyerang dan membiarkan Jepang bermain sekuat tenaga, hasil pertandingan tak mungkin berubah.
Namun Popovich tidak berpikir demikian.
Pada detik ke-28 terakhir, bola berada di tangan pemain Amerika Serikat, tetapi dijaga ketat oleh pemain Jepang hingga kesulitan bergerak. Dalam situasi yang sudah tidak menentukan apa pun ini, Popovich justru segera memberi isyarat dari pinggir lapangan, memerintahkan pemain lain untuk melakukan screen. Para pemain langsung merespons instruksi tersebut, melakukan kerja sama tim, dan berhasil memecah pertahanan Jepang.
Baru ketika peluit akhir dibunyikan, Popovich memperlihatkan senyum di wajahnya.
Sikapnya ini mungkin tampak terlalu serius bagi sebagian orang. Namun Popovich punya prinsip yang jelas.
Dia berkata: “Selama pertandingan belum berakhir, perjuangan tidak boleh berhenti. Itu adalah bentuk penghormatan kepada lawan, sekaligus penghormatan kepada diri sendiri.”
Dengan sikap seperti itulah, Popovich layak disebut sebagai salah satu pelatih legendaris NBA—seorang profesional sejati yang memahami bahwa sportivitas dan kesungguhan tidak mengenal situasi, bahkan di saat kemenangan sudah pasti diraih.(jhn/yn)



