FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat media sosial, Herwin Sudikta, merespons wacana yang pernah dilempar Menkum, Supratman Andi Agtas, yang menyebut bahwa selain pengampunan Presiden, pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, bisa mendapatkan pengampunan melalui skema denda damai.
Herwin mengatakan, wacana tersebut bukan lagi mencerminkan penegakan hukum, melainkan justru membuka ruang transaksi kekuasaan.
Ditegaskan Herwin, jika denda damai dibuka lebar bagi koruptor dan kunci penentuannya berada di ranah kejaksaan, maka hukum kehilangan substansinya.
“Kalau denda damai dibuka lebar untuk koruptor dan kuncinya ada di ranah kuasa kejaksaan, ini bukan lagi penegakan hukum,” ujar Herwin kepada fajar.co.id, Minggu (28/12/2025).
Ia menggambarkan kondisi itu sebagai degradasi sistem hukum yang berubah menjadi mekanisme pembayaran.
“Ini meja kasir. Hukum tidak lagi bertanya salah atau benar, tapi mampu bayar atau tidak,” sesalnya.
Herwin juga menyinggung pendukung setia Presiden ke-7, Jokowi, yang terkesan terlihat kebal hukum. Dia adalah Silfester Matutina.
“Silfester saja bisa terasa sakti, kebal, dan santai tertawa di depan hukum,” ucapnya.
Kata Herwin, jika Silfester saja bisa leluasa, maka koruptor kelas kakap akan semakin diuntungkan.
“Bayangkan koruptor kelas kakap, yang duitnya berlapis-lapis dan pengacaranya satu lantai gedung,” terangnya.
Ia menuturkan, dengan skema tersebut, ancaman penjara tidak lagi menakutkan.
“Mereka tidak perlu takut penjara, cukup nego nominal,” jelasnya.
Lebih jauh, Herwin menyebut bahwa negara hukum perlahan mengalami pergeseran nilai.
“Negara hukum pelan-pelan berubah jadi negara tawar-menawar,” tandasnya.
“Rakyat belajar satu hal, pencuri kecil dipenjara, pencuri besar diundang berdamai,” kuncinya.
Untuk diketahui, Supratman Andi Agtas, mengungkapkan hal tersebut pada Desember 2024 lalu.
(Muhsin/Fajar)





