Jakarta: Tepat pada 28 Desember 2014 atau 11 tahun lalu, pesawat AirAsia QZ8501 dinyatakan hilang kontak dalam rute Surabaya–Singapura. Pesawat bertipe Airbus A320-200 dengan registrasi PK-AXC itu membawa 162 orang di dalamnya, terdiri atas penumpang dan awak kabin.
Melansir Medcom.id, pesawat lepas landas dari Bandara Juanda, Surabaya, pada pagi hari dan semestinya tiba di Bandara Changi, Singapura sekitar pukul 08.30 waktu setempat. Namun sekitar pukul 07.24 WIB, Air Asia QZ8501 hilang kontak dengan pengendali lalu lintas udara (ATC) saat berada di atas Selat Karimata. Komunikasi Terakhir Sebelum hilang dari radar, pihak ATC Bandara Sultan Hasanuddin mencatat adanya komunikasi terakhir dengan pilot Air Asia QZ8501 pada pukul 07.12 Wita. Rio Hendarto, Humas Angkasa Pura Makassar, mengatakan saat itu pesawat masih terdeteksi radar pada ketinggian 32.000 kaki, namun kemudian kontak radar dan radio pun hilang.
Pihak keluarga korban yang mengetahui kabar pesawat Air Asia QZ8501 hilang kontak segera mencari informasi. Suasana haru langsung menyelimuti crisis center Bandara Juanda di Surabaya, Jawa Timur. Keluarga penumpang berkumpul, menanti kabar terbaru dengan penuh harap dan tangis. Banyak keluarga yang kebingungan sekaligus sedih, ketika informasi mengenai hilangnya pesawat terus bergulir. Operasi Pencarian Air Asia QZ8501 Tim SAR gabungan dari Basarnas, TNI, Polri, dan bantuan internasional segera meluncur tak lama setelah kabar hilang kontak. Keberadaan pesawat AirAsia QZ8501 masih tanda tanya. Namun, seorang warga di Belitung Timur mengaku melihat serpihan badan pesawat.
Salah satu hal yang mempersulit upaya pencarian adalah sinyal darurat pesawat tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Tatang Kurniadi menjelaskan bahwa Emergency Locator Transmitter (ELT) dan Underwater Locator Beacon (ULB) milik pesawat tidak terdeteksi oleh tim SAR. Ia menduga kemungkinan antena perangkat tersebut putus sehingga sinyal tidak bisa dipancarkan.
"Secara teknis, di dalam locator transmitter ada antena yang pancarkan sinyal. Kalau antena putus, maka itu tidak bisa" katanya saat memberikan keterangan pers di kantor Otoritas Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Senin, 29 Desember 2014. Penemuan Kotak Hitam dan Badan Pesawat Pada 12 Januari 2025, black box (kotak hitam) pesawat AirAsia QZ8501 ditemukan, yaitu bagian Flight Data Recorder (FDR), diikuti dengan ditemukannya bagian Cockpit Voice Recorder (CVR) beberapa waktu kemudian.
Petugas menunjukkan Cockpit Voice Recorder (CVR) pesawat AirAsia QZ8501 di KRI Banda Aceh di Perairan Laut Jawa, Selasa (13/1/2015)--Antara/Rekotomo
Melansir laman Kementerian Pertahanan, Koordinator Tim Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Tonny Budiono mengatakan, tim penyelam TNI Angkatan Laut telah menemukan black box milik pesawat AirAsia QZ8501 di kedalaman Selat Karimata, perairan dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Black box itu ditemukan di kedalaman 30 hingga 32 meter.
“Tim Penyelam TNI AL yang berada di KN Jadayat telah berhasil menemukan peralatan yang sangat penting, yaitu black box AirAsia QZ8501 pada posisi 03.37.21 S/109.42.42 E dengan kedalaman sekitar 30 sampai dengan 32 meter,” ujar Tonny.
Penampakan badan AirAsia QZ8501 di kedalaman 28 meter Selat Karimata. -- Channelnewsasia.com
Melansir Medcom.id, tim SAR gabungan mendapat temuan berupa badan Air Asia QZ8501 pada Rabu, 14 Januari 2025. Pesawat yang mengangkut 155 penumpang dan 7 awak itu ditemukan di kedalaman 28 meter di Selat Karimata, Kalimantan. Dimensi dari badan pesawat yang hilang kontak sejak 28 Desember 2014 itu mencapai 30x10x3 meter.
"Pukul 15.05 WIB sudah dikonfirmasi bagian body pesawat dengan satu wing masih menempel berhasil ditemukan di area prioritas II," kata Kabasarnas Marsekal Madya FHB Soelistyo dalam jumpa pers di Kantor Basarnas Jalan Angkasa, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 14 Januari 2015. Hasil Investigasi KNKT Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyimpulkan sejumlah faktor penyebab kecelakaan Air Asia QZ8501 yang jatuh di Perairan Selat Karimata, Kalimantan Tengah, pada 28 Desember 2014.
Berikut kesimpulannya, melansir laman Kementerian Perhubungan,
- Retakan solder pada electronik di RTLU menyebabkan hubungan yang berselang dan berakibat pada masalah yang berkelanjutan dan berulang.
- Sistem perawatan pesawat dan analisis di perusahaan yang belum optimal mengakibatkan tidak terselesaikannya masalah yang berulang. Kejadian yang sama terjadi sebanyak empat kali dalam penerbangan.
- Awak pesawat melaksanakan prosedur sesuai ECAM pada tiga gangguan yang pertama. Setelah gangguan keempat, FDR mencatat indikasi yang berbeda, indikasi ini serupa dengan kondisi di mana CB direset, sehingga berakibat terjadinya pemutusan arus listrik pada FAC.
- Terputusnya arus listrik pada FAC menyebabkan autopilot disengage, flight control logic berubah dari normal law ke alternate law, kemudi bergerak dua derajat ke kiri. Kondisi ini mengakibatkan pesawat berguling mencapai sudut 54 derajat.
- Pengendalian pesawat selanjutnya secara manual pada alternate law oleh awak pesawat telah menempatkan pesawat dalam kondisi upset dan stall secara berkepanjangan, sehingga berada di luar batas-batas penerbangang yang dapat dikendalikan oleh awak pesawat.
"Kami dengan keluarga korban sudah sepakat untuk menghentikan pencarian korban penumpang pesawat AirAsia mulai hari ini. Kami juga sudah menyampaikan kepada keluarga korban dengan sejumlah bukti-bukti berupa rekaman video. Saya juga menyampaikan bahwa selama dua bulan ini tim SAR gabungan sudah melaksanakan tugas dengan maksimal," kata Bambang setelah pertemuan tertutup dengan keluarga korban.
Sementara itu, salah satu keluarga korban penumpang dan kru pesawat AirAsia QZ8501 sudah pasrah. Setelah hilang kontak dan dinyatakan jatuh ke Selat Karimata, jasad penumpang dan kru yang ditemukan belum seluruhnya.
Salah satu korban pesawat AirAsia QZ8501 adalah keluarga Joko Suseno, warga Desa Sawotratap, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo. Ada empat anggota keluarga yang menjadi korban pesawat nahas tersebut, yakni Joko Suseno (suami), Hayati Lutfiah (istri), Naura Kanita (anak) dan Sumamik (ibu).
Jenazah Joko, Hayati, dan Naura, sudah dimakamkan. Tapi, jenazah Sumamik hingga saat ini belum ditemukan. Pihak keluarga berharap agar seluruh penumpang dan kru bisa ditemukan, termasuk jenazah Sumamik.




