JAKARTA, KOMPAS.TV - Badan Anggaran DPR RI mengingatkan para pelaku usaha agar tidak sembarangan menolak pembayaran tunai menggunakan rupiah. Sebab, tindakan tersebut bisa berujung sanksi pidana hingga satu tahun penjara dan denda maksimal Rp200 juta.
Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah menegaskan, rupiah memiliki kedudukan hukum yang jelas sebagai alat pembayaran sah di Indonesia. Ketentuan itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
"Sesuai UU tersebut, rupiah merupakan alat pembayaran yang sah dan berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, tidak diperkenankan bagi pihak manapun menolak penggunaan mata uang rupiah di dalam negeri," kata Said dalam keterangannya, Sabtu (28/12/2025) mengutip Antara.
Baca Juga: Usut Aliran Dana Bank BJB: KPK akan Periksa Orang Dekat RK, Pukat UGM Desak Gadget RK Juga Diperiksa
Respons Video Viral Penolakan Pembayaran Tunai
Pernyataan Said muncul menyusul viralnya sebuah video di media sosial. Dalam unggahan akun Instagram @arli_alcatraz, terlihat seorang konsumen lansia memprotes sebuah toko roti di halte Transjakarta kawasan Monas karena menolak pembayaran tunai pada Kamis (18/12/2025).
Dalam video tersebut, pihak toko disebut hanya menerima pembayaran melalui QRIS, sehingga pembeli tidak diberi opsi membayar menggunakan uang tunai.
Situasi ini, menurut Said, menjadi alarm penting bagi pemerintah dan DPR untuk memperkuat edukasi publik terkait penggunaan rupiah.
Said menilai masih banyak pelaku usaha yang keliru memahami batasan pembayaran digital. Menurutnya, layanan nontunai tidak boleh menghilangkan hak konsumen membayar dengan uang tunai.
Ia pun berharap Bank Indonesia (BI) ikut aktif mengedukasi masyarakat dan pelaku usaha bahwa rupiah tetap menjadi mata uang nasional dan alat pembayaran yang sah.
Penulis : Ade Indra Kusuma Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV
- DPR RI
- Banggar DPR
- rupiah
- pembayaran tunai
- QRIS
- merchant




