Jakarta, VIVA – Pemerintah akan melarang berbagai konten video pornografi mulai 1 Januari 2026. Larangan tersebut tidak hanya berlaku di media sosial tapi juga aplikasi pesan instan. Sayang, aturan ini tidak berlaku di Indonesia melainkan China.
Menurut undang-undang yang telah direvisi, seperti dikutip dari situs Russia Today, Minggu, 28 Desember 2025, siapa pun yang menyebarluaskan informasi dan video porno menggunakan platform digital maka akan menghadapi hukuman penjara hingga 15 hari dan denda hingga 5.000 Yuan (Rp12 juta).
Hukuman akan lebih berat jika konten tersebut melibatkan anak-anak. Rumusan undang-undang tersebut telah menimbulkan kekhawatiran dari media dan jejaring sosial mengenai apakah undang-undang tersebut dapat diterapkan pada pesan-pesan pribadi yang bersifat seksual eksplisit antar orang dewasa, seperti sexting/cabul.
Namun, menurut sejumlah pakar hukum yang dikutip oleh media pemerintah China, perubahan hukum tersebut tidak akan mempengaruhi percakapan atau komunikasi pribadi satu lawan satu.
Mereka berpendapat bahwa revisi tersebut mencerminkan perkembangan teknologi, meningkatkan denda maksimum, sementara masa penahanan tetap tidak berubah.
“China memiliki standar dan prosedur yang matang untuk mengidentifikasi materi pornografi. Penting untuk mengklarifikasi bahwa 'cabul' tidak sama dengan 'tidak senonoh',” kata Ji Ying, profesor madya hukum di Universitas Bisnis dan Ekonomi Internasional di Beijing.
Beberapa pakar hukum menjelaskan bahwa 'tidak senonoh' adalah istilah subjektif yang belum tentu memenuhi ambang batas hukum tentang kecabulan, yang memerlukan penetapan yudisial dan harus memenuhi standar hukum yang jelas.
Zhu Wei, seorang profesor madya di Universitas Ilmu Politik dan Hukum China, mengatakan bahwa undang-undang tersebut dirancang untuk melindungi anak di bawah umur dan menjaga ekosistem online.
Berdasarkan undang-undang tersebut, otoritas China memerlukan surat perintah dan dokumen investigasi resmi untuk mengakses data pada perangkat pribadi.
Beberapa kasus yang terjadi sebelum larangan yang diperluas tersebut dilaporkan melibatkan penyebaran konten eksplisit secara massal.
Dalam satu kasus, tiga administrator sebuah grup di platform QQ milik China dinyatakan bersalah karena gagal mencegah penyebaran ratusan video porno
Dalam kasus lain pada Mei 2025, seorang pria dihukum karena pemerkosaan, pelecehan anak, dan penyebaran materi cabul setelah ditemukan bahwa ia mengirim video porno kepada lebih dari 100 siswi sekolah dasar dan menengah.




