- DPRD DKI Jakarta memastikan Perda KTR menjaga stabilitas ekonomi pelaku UMKM dan bukan hanya fokus pada kesehatan masyarakat.
- Implementasi Perda KTR bersifat moderat, mengakomodasi aspek kesehatan dan kepentingan ekonomi sektor vital seperti restoran.
- Aturan akan menyesuaikan radius larangan penjualan dan ruang merokok, menyeimbangkan hak perokok dan nonperokok di tengah kepadatan Jakarta.
Suara.com - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta memastikan bahwa penerapan Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tetap akan menjaga stabilitas ekonomi para pelaku usaha di Jakarta.
Langkah ini diambil guna memastikan kebijakan kesehatan masyarakat tidak berbenturan dengan keberlangsungan hidup para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Anggota Komisi B, Dwi Rio Sambodo, mengungkapkan hal tersebut saat ditemui di Komplek DPRD DKI Jakarta baru-baru ini.
Pihak legislatif mengaku telah mencari solusi terbaik sejak awal pembahasan Raperda agar aspek kesehatan dan ekonomi bisa berjalan beriringan.
"Jadi ada unsur menegakkan kesehatan, tetapi juga di sisi lain mengakomodasi kepentingan-kepentingan lainnya," ujarnya.
Implementasi aturan dalam Perda KTR ini diklaim lebih bersifat moderat karena menyentuh sektor-sektor krusial seperti restoran, kafe, hingga rumah makan.
Penerapan aturan yang terlalu ketat dikhawatirkan akan memicu efek domino sosial ekonomi yang dapat melumpuhkan pendapatan masyarakat kecil.
Dwi Rio menekankan bahwa perhatian utama bukan pada perusahaan besar, melainkan pada ekosistem tempat usaha yang selama ini menjadi wadah aktivitas warga.
"Produsen rokok mungkin biasa-biasa saja. Tetapi gimana dengan produsen tempat-tempat yang biasanya itu juga ada aktivitas merokok? Restoran, rumah makan, kafe, dan sebagainya. Berapa banyak di Jakarta?," kata dia.
Baca Juga: DPRD DKI Galang Rp 359 Juta untuk Korban Bencana Sumatra
Selain sektor usaha, aturan mengenai radius larangan penjualan rokok di lingkungan sekolah dan tempat bermain anak juga kemungkinan besar akan mengalami penyesuaian.
Hal ini didasari oleh realitas tata ruang Jakarta yang sangat padat sehingga sulit untuk menerapkan jarak larangan yang terlalu kaku.
Dwi Rio membandingkan kondisi geografis Jakarta yang memiliki karakteristik pemukiman sangat rapat jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.
"Ini kan daerah pemukiman padat Jakarta ini, bukan Kendari atau bukan daerah Lamongan yang lebar-lebar," paparnya.
DPRD DKI Jakarta juga menitikberatkan pada keseimbangan hak antara warga yang merokok dengan warga yang tidak merokok.
Perda ini dirancang untuk menyediakan ruang yang adil bagi kedua belah pihak tanpa ada diskriminasi yang berlebihan.




