- Di mana saja kecelakaan laut terjadi di akhir 2025 dan mengapa kecelakaan itu terjadi?
- Khusus kecelakaan di Labuan Bajo, apa yang sebenarnya terjadi?
- Apa yang membuat kecelakaan laut rentan terjadi di sejumlah daerah Indonesia?
- Bagaimana mencegah kecelakaan berulang dan apa yang harus dilakukan?
Rangkaian kecelakaan laut di penghujung 2025 terjadi secara beruntun dan tersebar di berbagai wilayah perairan Indonesia. Insiden paling menonjol tercatat di Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Pangkajene Kepulauan atau Pangkep (Sulawesi Selatan), perairan Lampung, serta wilayah Sulawesi Barat hingga Sulawesi Tengah.
Pada pertengahan Desember, kecelakaan laut juga menimpa kapal nelayan di Indramayu, Jabar. KM Putri Lancar Samudera karam diterjang gelombang tinggi pada 15 Desember 2025, dini hari. Akibatnya, 10 nelayan hilang, dan sementara tujuh lainnya berhasil diselamatkan.
Sebaran lokasi ini memperlihatkan bahwa risiko kecelakaan tidak terpusat pada satu kawasan, tetapi merata di wilayah dengan aktivitas laut tinggi.
Karakter kecelakaan pun beragam. Di Labuan Bajo, kapal wisata tenggelam akibat mati mesin dan gelombang laut yang tiba-tiba membesar. Di Pangkep, perahu kayu terbalik saat membawa bantuan sosial setelah dihantam ombak dan angin kencang. Di Lampung, kapal nelayan terbakar di tengah laut dan menyebabkan delapan anak buah kapal hilang. Sementara di Sulawesi Barat, seorang nelayan dilaporkan hilang setelah perahunya ditemukan tanpa awak di perairan lain.
Kesamaan dari seluruh peristiwa tersebut adalah terjadi pada musim cuaca ekstrem, saat hujan lebat, angin kencang, dan gelombang tinggi kerap muncul mendadak. BMKG berulang kali mengeluarkan peringatan dini cuaca buruk, tetapi intensitas aktivitas laut pada akhir tahun, baik untuk wisata, nelayan, maupun distribusi logistik membuat pelayaran tetap berlangsung meski risiko meningkat.
Tambahan faktor lain adalah kondisi kapal dan kesiapan awak. Banyak kapal yang digunakan merupakan kapal kayu atau kapal kecil dengan daya tahan terbatas terhadap cuaca ekstrem. Dalam situasi tertentu, keterbatasan teknis seperti gangguan mesin atau kelebihan muatan memperparah dampak gelombang dan arus laut.
Secara keseluruhan, kecelakaan laut akhir 2025 tidak dapat dipandang sebagai insiden terpisah, tetapi sebagai pola berulang yang muncul dari pertemuan antara cuaca ekstrem, keterbatasan sarana keselamatan, dan tekanan aktivitas ekonomi serta pariwisata.
Kecelakaan kapal wisata di Labuan Bajo menjadi sorotan luas karena melibatkan wisatawan asing dan terjadi di destinasi superprioritas. Kapal wisata KM Putri Sakinah dicarter oleh satu keluarga asal Spanyol untuk berlayar dari Pulau Komodo menuju Pulau Padar pada malam 26 Desember 2025.
Kapal tersebut dicarter keluarga Martin Carreras Fernando (44), wisatawan asal Spanyol. Ada istrinya, Ortuno Andrea, serta keempat anak mereka, yakni Martin Garcia Mateo, Martines Ortuno Maria Lia, Martines Ortuno Enriquejavier, dan Mar Martinez Ortuno.
Kondisi laut awalnya dilaporkan relatif tenang saat kapal bertolak. Namun, sekitar 30 menit setelah berlayar, mesin kapal tiba-tiba mati. Kapal kehilangan kendali dan terombang-ambing di tengah laut. Dalam waktu singkat, gelombang laut membesar dan kapal akhirnya tenggelam. Dari seluruh penumpang, tujuh orang selamat, sedangkan empat orang, yakni ayah dan tiga anak, dinyatakan hilang.
BMKG sebenarnya telah mengeluarkan peringatan cuaca buruk di wilayah perairan NTT sejak beberapa hari sebelumnya. Peringatan tersebut mencakup potensi gelombang tinggi hingga 2,5 meter di sekitar Selat Sape dan perairan Komodo. Akan tetapi, saat izin berlayar diterbitkan, prakiraan tinggi gelombang masih berada di bawah ambang batas berbahaya.
Kepala Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Labuan Bajo menjelaskan, kecelakaan dipicu anomali cuaca laut, berupa swell atau gelombang tinggi yang muncul singkat tapi ekstrem. Fenomena ini tidak selalu terdeteksi dalam prakiraan cuaca reguler dan kerap muncul tiba-tiba
Kasus ini mempertegas persoalan laten di Labuan Bajo, yakni tingginya intensitas pelayaran wisata di tengah keterbatasan margin keselamatan. Dalam beberapa tahun terakhir, kecelakaan kapal wisata di kawasan ini tercatat berulang, terutama saat musim hujan, sehingga memunculkan pertanyaan tentang kecukupan standar keselamatan dan kehati-hatian dalam pengambilan keputusan berlayar.
Kecelakaan kapal yang dialami keluarga Fernando pun menggemparkan dunia, khususnya penggemar bola. Daily Mail, media yang berbasis di Inggris, menyebutkan Fernando sebagai pelatih sepak bola tim putri Valencia CF di Spanyol. Sejak Minggu (28/12/2025), pencarian terus dilakukan untuk menemukan Fernando dan ketiga anaknya.
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki lebih dari 17.000 pulau dan menjadikan laut sebagai jalur utama mobilitas manusia dan barang. Di banyak wilayah, laut bukan sekadar sarana transportasi, melainkan juga ruang hidup bagi nelayan, pelaku wisata, dan masyarakat pesisir. Ketergantungan tinggi ini membuat aktivitas laut sulit dihentikan meski risiko meningkat.
Kerentanan utama datang dari kombinasi cuaca ekstrem dan keterbatasan kesiapan teknis. Pada musim hujan, perubahan cuaca bisa terjadi sangat cepat. Gelombang tinggi, arus kuat, dan angin kencang kerap muncul dalam waktu singkat, sementara kapal-kapal kecil tidak selalu memiliki kemampuan teknis untuk mengantisipasinya.
Faktor ekonomi turut berperan besar. Nelayan tetap melaut demi penghasilan harian, kapal bantuan tetap berlayar untuk menjangkau pulau-pulau terpencil, dan kapal wisata tetap beroperasi karena tingginya permintaan saat liburan. Dalam banyak kasus, pertimbangan ekonomi mengalahkan kalkulasi keselamatan.
Di sisi lain, pengawasan pelayaran masih menghadapi keterbatasan. Pemeriksaan kelaikan kapal, jumlah muatan, serta kesiapan alat keselamatan belum selalu dilakukan secara konsisten, terutama di daerah terpencil dan jalur pelayaran nonformal.
Selain itu, luasnya wilayah perairan Indonesia menyulitkan proses pencarian dan penyelamatan. Seperti terlihat dalam kasus Lampung dan Sulawesi, area pencarian yang sangat luas dan cuaca buruk membuat peluang menemukan korban semakin kecil, bahkan setelah operasi SAR berlangsung berhari-hari.
Rangkaian kecelakaan laut akhir 2025 menunjukkan upaya pencegahan tidak bisa bersifat parsial. Langkah paling mendasar ialah penegakan disiplin terhadap larangan berlayar saat cuaca ekstrem, termasuk bagi kapal wisata dan kapal kecil yang kerap dianggap ”aman” karena jarak tempuh pendek.
Otoritas pelabuhan dan pemerintah daerah perlu memperketat pemeriksaan kelaikan kapal, terutama kapal kayu dan kapal wisata. Standar keselamatan seperti jaket pelampung, alat komunikasi, sistem navigasi, dan pembatasan muatan harus ditegakkan secara konsisten, bukan sekadar formalitas administratif.
Koordinasi antara BMKG, KSOP, operator kapal, dan aparat keselamatan juga harus diperkuat. Informasi cuaca perlu diterjemahkan menjadi keputusan operasional yang tegas, termasuk penundaan atau pembatalan pelayaran, tanpa kompromi terhadap tekanan ekonomi dan pariwisata.
Di sisi masyarakat, edukasi keselamatan laut menjadi penting. Nelayan, operator kapal, dan pemandu wisata perlu dibekali pemahaman mitigasi risiko, sementara wisatawan perlu didorong untuk lebih kritis terhadap standar keselamatan kapal yang mereka tumpangi.
Tanpa perbaikan sistemik, kecelakaan laut berisiko terus berulang setiap musim hujan dan libur akhir tahun. Selain menelan korban jiwa, kejadian-kejadian ini juga berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap keselamatan transportasi laut dan citra pariwisata Indonesia secara keseluruhan.





