Penerbitan SPN Secara Agresif Bukan Solusi Struktural, Ini Risikonya

bisnis.com
8 jam lalu
Cover Berita

Bisnis.com, JAKARTA — Rencana meningkatkan porsi penerbitan surat utang jangka pendek atau Surat Perbendaharaan Negara (SPN) sebagai strategi pembiayaan APBN 2026 dianggap bukan sebagai solusi struktural. Apalagi, jika tujuannya adalah untuk menekan risiko idle cash pemerintah. 

Adapun, rencana penerbitan porsi surat utang jangka pendek lebih besar tahun depan itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu). Bahkan, otoritas fiskal mengaku sudah meningkatkan porsi pembiayaan dengan SPN sejak kuartal IV/2025. 

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman, apabila dilihat dari kaca mata pengelolaan kas negara, peningkatan SPN dapat dipahami sebagai upaya meningkatkan presisi pembiayaan. 

Menurutnya, penerbitan surat utang jangka pendek memungkinkan pemerintah untuk memiliki ruang yang lebih adaptif guna menyelaraskan waktu penarikan utang dengan kebutuhan belanja aktual. Penerbitan SPN juga dinilai bisa menekan risiko idle cash dan negative carry yang kerap muncul ketika penerbitan obligasi jangka panjang tidak diiringi realisasi belanja yang sejalan.

googletag.cmd.push(function() { googletag.display("div-gpt-ad-parallax"); });

"Namun demikian, strategi ini tidak boleh dibaca sebagai solusi struktural atas persoalan pembiayaan negara. Kebijakan Kemenkeu untuk meningkatkan porsi penerbitan SPN pada dasarnya mencerminkan respons pragmatis terhadap perubahan preferensi investor di tengah ketidakpastian global dan rezim suku bunga yang masih ketat," terang Rizal kepada Bisnis, Senin (29/12/2025). 

Akan tetapi, dari sisi peminatnya, Rizal memandang bahwa instrumen tenor pendek lebih diminati karena menawarkan likuiditas tinggi serta risiko durasi rendah. Dia turut melihat SPN menawarkan fleksibilitas pengelolaan portofolio, terutama bagi perbankan dan investor institusional yang berorientasi pada cash management

Baca Juga

  • Kemenkeu Agresif Terbitkan Surat Utang Jangka Pendek, Prefunding APBN 2026?
  • Ruang APBN Makin Terbatas: Pemasukan Seret, Duit Belanja Buat Bayar Bunga Utang
  • Melampaui Pandemi! Purbaya Diadang Lonjakan Rasio Utang

"Artinya dari sisi permintaan pasar, langkah ini relatif rasional," ujar pria yang juga merupakan dosen di Universitas Trilogi, Jakarta itu. 

Dari segi efektivitas penerbitan SPN, utamanya untuk menekan risiko idle cash, Rizal justru lebih menitikberatkan perlunya pemerintah untuk memperbaiki pola belanja dan penyerapan anggaran. Dia menilai efektivitas SPN akan sangat terbatas apabila pola penyerapan belanja masih bersifat back-loaded dan perencanaan kas belum sepenuhnya berbasis cash flow forecasting yang disiplin. 

Apabila hanya mengandalkan penerbitan instrumen jangka pendek, SPN dikhawatirkan hanya memindahkan persoalan ke horizon yang lebih pendek, dengan konsekuensi meningkatnya risiko roll-over dan kebutuhan refinancing yang lebih sering.

"Kunci utamanya dan efektivitasnya tetap bukan pada pilihan instrumen utang, melainkan pada sinkronisasi antara strategi pembiayaan, kualitas perencanaan belanja, dan disiplin eksekusi anggaran. Tanpa perbaikan di sisi tersebut, perubahan komposisi tenor utang berisiko hanya menjadi penyesuaian teknis jangka pendek, bukan perbaikan fundamental pengelolaan fiskal," terang Rizal. 

Strategi Kemenkeu

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Suminto mengatakan bahwa pada 2026, pihaknya akan menerbitkan surat berharga negara atau SBN maupun SPN sebagai strategi pembiayaan APBN.

Suminto mengatakan, unitnya telah meningkatkan penerbitan SPN atau surat utang jangka pendek sejak kuartal IV/2025. Strategi ini akan dilanjutkan mulai awal tahun depan. 

"Sejak triwulan keempat 2025 kami meningkatkan penerbitan SPN tujuannya adalah untuk mengembangkan pasar uang, pendalaman pasar dan sekaligus membangun manajemen kas pemerintah yang lebih efisien, sehingga ke depan dalam hal ini tahun 2026 kami akan meningkatkan penerbitan SPN, SPNS dengan tenor di bawah satu tahun," terangnya pada konferensi pers APBN KiTa edisi Desember 2025, Kamis (18/12/2025). 

Sejak periode Oktober-Desember 2025 ini, Suminto menyebut DJPPR Kemenkeu sudah melengkapi kebutuhan SPN dengan tenor beragam di pasar yakni 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan 12 bulan.

Pejabat eselon I Kemenkeu itu menyampaikan, penerbitan SPN lebih banyak bertujuan untuk agar pemerintah memiliki fleksibilitas yang lebih baik dalam rangka pemenuhan kebutuhan pembiayaan dan manajemen cash yang efisien.

"Dengan saldo kas yang efisien, pada saat yang bersamaan, market memiliki instrumen yang lengkap yang dibutuhkan oleh investor khususnya SPN dan SPNS juga untuk strategi treasury operation dari investor," paparnya. 


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
30 Ribu Peserta Ramaikan Jalan Sehat Batu Licin Festival 2025
• 22 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Kaleidoskop 2025: Kisruh Pagar Laut, hingga Udang RI Terpapar Cesium-137
• 4 jam lalubisnis.com
thumb
ITSEC (CYBR) Raih Kontrak Pelatihan Cyber Security dan AI Senilai USD60 Juta 
• 13 jam laluidxchannel.com
thumb
Presiden Buruh: Tidak Masuk Akal Jika Biaya Hidup di Jakarta Lebih Rendah dari Kabupaten Bekasi
• 10 jam lalusuara.com
thumb
Bambang Widjojanto Ingatkan KPK Tak Tunda Penetapan Tersangka karena Perhitungan Kerugian Negara
• 5 jam lalusuara.com
Berhasil disimpan.