Pemerintah Aceh menginstruksikan aktivitas belajar-mengajar akan dimulai serentak 5 Januari 2026 sembari berjalannya proses pemulihan ratusan sekolah yang terdampak bencana. Instruksi itu untuk menjaga keberlanjutan pendidikan di Aceh yang sempat lumpuh, sekaligus sarana pemulihan trauma siswa dan guru korban bencana.
”Proses belajar-mengajar akan menjadi bagian penting dalam pemulihan pascabencana,” kata Sekretaris Daerah Aceh M Nasir, Senin (29/12/2025).
Berdasarkan Laporan Pantauan Data Penanggulangan Bencana Alam Hidrometeorologi di Posko Terpadu Pemerintah Aceh per pukul 16.00 WIB, bencana di Aceh menyebabkan 694 unit sekolah rusak. Tingkat kerusakannya, terdiri dari 160 sekolah rusak ringan, 335 sekolah rusak sedang, dan 199 sekolah rusak berat. Sekolah-sekolah itu tersebar di 18 kabupaten/kota yang terdampak bencana.
Karena dampak yang besar dan luas tersebut, Pemerintah Aceh sempat menghentikan aktivitas belajar-mengajar di sekolah terdampak maupun tidak terdampak. Pada 8 Desember lalu, sekolah yang tidak terdampak sudah memulai kembali aktivitas pembelajaran, sedangkan sekolah terdampak belum.
Nasir mengatakan, kerusakan yang dialami sekolah terdampak memang menjadi tantangan untuk memulai kembali aktivitas belajar-mengajar. Sebab, banyak sekolah yang sudah tidak memiliki fasilitas pendidikan, seperti bangku, meja, hingga buku pelajaran.
Akan tetapi, tantangan itu tidak boleh terus-menerus menunda atau menghentikan aktivitas belajar-mengajar. Maka dari itu, sekolah-sekolah terdampak tetap diminta untuk memulai kembali kegiatan pembelajaran pada 5 Januari mendatang.
”Kondisi di lapangan memang sangat menantang karena banyak sekolah terdampak yang megalami kerusakan. Namun, proses belajar-mengajar harus tetap dilaksanakan. Pendidikan harus tetap hadir di tengah situasi bencana,” ujar Nasir.
Menurut Nasir, dimulai kembalinya aktivitas belajar-mengajar bukan hanya untuk memastikan keberlanjutan pendidikan di Aceh. Sebaliknya, kegiatan pembelajaran turut menjadi faktor krusial untuk proses pemulihan trauma siswa dan guru korban bencana.
Setidaknya, dengan hadir ke sekolah, siswa maupun guru korban bencana bisa memulai kembali aktivitas keseharian normal mereka. Itu bisa menjadi pintu masuk pemulihan trauma dampak bencana yang mereka rasakan.
Proses belajar-mengajar akan menjadi bagian penting dalam pemulihan pascabencana.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Aceh Murthalamuddin menuturkan, guru bisa berperan sebagai pendukung pemulihan kesehatan jiwa dan psikososial (MHPSS) untuk para siswa korban bencana. Karena itu, saat awal masuk sekolah, guru diminta tidak membebani siswa dengan materi pelajaran yang berat. Sebaliknya, perlu ada pendekatan persuasif untuk memulihkan psikis siswa.
Guru memiliki peran ganda tidak hanyak sebagai pendidik, tetapi juga pendamping psikososial untuk siswa. ”Guru didorong mengedepankan pendekatan persuasif dan merangkul siswa secara psikologis. Tujuannya, untuk memulihkan rasa trauma bencana serta membangkitkan kembali semangat belajar siswa,” tutur Murthalamuddin, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Aceh.
Murthalamuddin menyampaikan, sejauh ini, ada 65 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan 65 Sekolah Luar Biasa (SLB) yang sudah siap memulai kembali aktivitas belajar-mengajar pada 5 Januari nanti. Sejumlah sekolah itu ada yang mengalami kerusakan infrastruktur dan tidak memiliki fasilitas pendidikan. Kendati demikian, mereka masih bisa melangsungkan kegiatan di ruang kelas.
”Sepanjang kondisi memungkinkan aktivitas belajar-mengajar di ruang kelas, sekolah terdampak diminta tetap melaksanakan pembelajaran pada 5 Januari nanti. Dengan keterbatasan fasilitas pendidikan, kegiatan belajar-mengajar bisa dilakukan melalui diskusi, berbagi pengalaman, atau saling bercerita antara siswa dan guru,” ujarnya.
Akan tetapi, Murthalamuddin mengatakan, ada sejumlah sekolah yang memang belum bisa memulai kembali aktivitas belajar-mengajar dalam waktu dekat. Paling tidak, mereka mendata ada 41 SMK dan empat SLB yang belum siap memulai kembali kegiatan pembelajaran. Itu karena sekolah-sekolah bersangkutan mengalami kerusakan berat.
Untuk tingkat SMK, sekolah yang belum siap memulai kembali aktivitas belajar-mengajar tersebar di Kabupaten Aceh Tamiang, Langsa, Aceh Timur, Aceh Utara, Bireuen, Pidie Jaya, Aceh Singkil, dan Aceh Barat. Untuk tingkat SLB, sekolah yang belum siap masing-masing satu unit di Aceh Tamiang dan tiga unit di Aceh Utara. ”Sekolah-sekolah ini mengalami kerusakan berat sehingga tidak bisa difungsikan lagi. Sekolah-sekolah ini mesti dibangun ulang,” ucapnya.
Hingga kini, Pemerintah Aceh terus mendata kerusakan apa saja yang dialami sekolah-sekolah terdampak. Mereka akan mengirim data itu kepada pemerintah pusat agar segera membantu merehabilitasi atau memperbaiki sekolah-sekolah bersangkutan.
”Kami minta pemerintah pusat untuk memperbaiki sekolah yang rusak ringan dan sedang, serta membangun kembali sekolah yang rusak berat. Ini semata-mata agar para siswa bisa segera bersekolah lagi seperti sediakala,” kata Murthalamuddin.




