Penulis: Alfin
TVRINews, Jakarta
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, mengusulkan agar jabatan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tidak lagi dirangkap oleh Sekretaris Daerah (Sekda). Usulan ini dinilai penting agar penanganan bencana di daerah dapat berjalan lebih fokus dan optimal.
Usulan tersebut disampaikan Suharyanto dalam Rapat Apel Kesiapsiagaan Bencana Hidrometeorologi Basah di Jakarta, Senin, 29 Desember 2025. Kegiatan ini diikuti secara hibrida oleh sekitar 900 peserta dari berbagai daerah di Indonesia.
Menurut Suharyanto, besarnya beban tugas Sekda di pemerintahan daerah sering menjadi hambatan dalam merespons bencana secara cepat dan tepat.
“Oleh karena itu, keluarga besar BNPB menyarankan kepada Bapak Wakil Menteri Dalam Negeri, dengan melihat dan mencermati terjadinya bencana besar di Sumatra, agar salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kapasitas badan penanggulangan bencana daerah,” ujar Suharyanto.
Ia menegaskan pentingnya penataan ulang kepemimpinan BPBD agar tidak lagi dirangkap oleh Sekda.
“Salah satu usulan kami adalah agar kepala BPBD tidak lagi hanya dijabat oleh kepala pelaksana, dan sebaiknya tidak dirangkap oleh Sekretaris Daerah,” kata Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto, Senin, 29 Desember 2025.
Suharyanto menjelaskan pertimbangan utama usulan tersebut berkaitan dengan pembagian tugas dan tanggung jawab.
“Pejabat Sekretaris Daerah memiliki banyak tugas dan tanggung jawab lain, sehingga apabila merangkap sebagai kepala BPBD, dikhawatirkan akan terjadi kelebihan beban tugas,” lanjut Kepala BNPB.
Ia juga menyoroti keterbatasan kewenangan jika BPBD hanya dipimpin kepala pelaksana tanpa posisi struktural yang kuat.
“Padahal, di lapangan kewenangan sangat dibutuhkan untuk menjamin kecepatan, ketepatan, serta kemampuan mengeksekusi setiap permasalahan kebencanaan,” terangnya.
Dalam kesempatan tersebut, Suharyanto mengingatkan seluruh Kepala Pelaksana BPBD agar terus meningkatkan kesiapan dan kesiapsiagaan penanggulangan bencana, terutama pada fase saat ini. Keterpaduan lintas sektor, penguatan mitigasi, serta pemanfaatan informasi kebencanaan menjadi hal krusial yang harus diperhatikan secara serius di daerah masing-masing.
Ia juga memaparkan kondisi kebencanaan nasional dalam lima tahun terakhir. Jumlah kejadian bencana di Indonesia bersifat fluktuatif pada periode 2021 hingga 2025. Pada 2022 dan 2024, meskipun jumlah bencana melampaui 3.000 kejadian, dampak korban jiwa, kerusakan infrastruktur, dan rumah warga berhasil ditekan.
Hingga 24 Desember 2025, jumlah bencana di Indonesia tercatat sebanyak 3.176 kejadian. Bencana tersebut didominasi bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir, cuaca ekstrem, dan tanah longsor. Rapat koordinasi kesiapan dan kesiapsiagaan yang digelar kali ini difokuskan pada jenis bencana tersebut.
Suharyanto menambahkan paparan yang disampaikan bersifat melengkapi data kebencanaan nasional yang sebelumnya telah dijelaskan oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Editor: Redaktur TVRINews




