EtIndonesia. Seorang hartawan Amerika, John D. Rockefeller, setiap kali bepergian dan menginap di hotel, selalu memilih kamar biasa.
Seorang pelayan heran dan bertanya : “Putra Anda setiap datang selalu memesan kamar terbaik. Mengapa Anda tidak melakukan hal yang sama?”
Rockefeller tersenyum dan menjawab: “Karena dia punya ayah seorang hartawan, sedangkan saya tidak.”
Apakah seseorang memiliki masa depan atau tidak, sering kali sudah terlihat sejak masa remajanya.
Di fase inilah, di persimpangan penting kehidupan, seseorang menentukan arah: apakah dia akan menempuh jalan kebaikan atau keburukan, apakah kelak dia akan bermanfaat bagi masyarakat atau justru merugikannya.
Inilah masa paling krusial untuk memilih. Karena itu, setiap anak muda diharapkan menghargai diri sendiri, menghormati diri sendiri, dan berani menampilkan potensi diri—dengan begitu, masa depan pasti terbuka.
Lalu, seperti apa orang yang disebut punya masa depan?
Berikut empat nasihat untuk para pemuda:
1. Bersyukur kepada sesama
Apa yang kita makan, pakai, dan gunakan—sebagian besar berasal dari jerih payah orangtua. Ilmu dan pengetahuan kita diperoleh dari guru. Cara bersikap dan bertindak kita pelajari dari para senior. Belum lagi fasilitas umum dan berbagai profesi yang membuat hidup kita lebih mudah.
Karena itu, belajarlah berterima kasih, dan miliki rasa syukur terhadap orang lain.
2. Mampu mengendalikan diri
Masa muda adalah masa darah panas—mudah tersulut emosi, gampang marah, dan sering impulsif. Yang paling penting adalah kemampuan menahan diri.
Bukan hakku—aku tidak serakah. Tidak perlu marah—aku memilih tenang.
Mampu menahan emosi adalah tanda kedewasaan besar.
3. Bersungguh-sungguh dalam setiap urusan
Saat menghadapi masalah, jangan takut gagal. Beranilah memikul tanggung jawab dan lakukan dengan sepenuh hati.
Berbuatlah sebaik mungkin saat bekerja, dan terimalah hasilnya dengan lapang dada.
Segala sesuatu di dunia terbentuk oleh sebab dan kondisi. Selama itu bermanfaat bagi banyak orang, lakukanlah dengan sepenuh tenaga—dengan pikiran, keringat, kontribusi, dan kebijaksanaan. Dari situlah kepercayaan dan penghargaan akan lahir.
4. Menghargai harta dan benda
Hargai uang, dan hargai pula barang yang digunakan. Sepatu yang seharusnya bisa dipakai tiga tahun, rusak dalam setahun karena tidak dirawat. Pakaian yang masih layak dipakai, dibuang hanya karena “tidak tren”.
Itu semua adalah tanda tidak menghargai rezeki. Rezeki seperti tabungan—jika dihamburkan terus, suatu hari akan habis.
Seorang guru Zen, Xuefeng, bahkan tidak membuang sehelai daun sayur pun—sebagai latihan menghargai segala sesuatu. Inilah sikap yang patut diteladani generasi muda masa kini.
Sejak kecil kita pernah menulis karangan berjudul “Cita-citaku”. Ada yang ingin menjadi insinyur, pendidik, dokter, pilot, atau ilmuwan.
Hidup memang membutuhkan cita-cita. Cita-cita ibarat bahan bakar—tanpanya, kendaraan tak akan melaju. Ada niat, barulah ada tenaga.
Menyia-nyiakan waktu berarti menyia-nyiakan diri. Membuang energi berarti merusak diri sendiri.
Banyak anak muda hari ini terlihat lesu, tidak bersemangat, malas belajar—bukan karena tidak mampu, tetapi karena belum memiliki tekad yang sungguh-sungguh.
Bayangkan seorang siswa yang bertekad menyusun majalah kelulusan sebaik mungkin.
Begitu tekad itu muncul, tanggung jawab pun lahir. Dia bekerja tanpa mengenal lelah, memeras otak, mengorbankan waktu—semua demi satu tujuan.
Saat hati terfokus dan tekad bulat, keberhasilan hanyalah soal waktu.
Jadi, apakah kamu orang yang punya masa depan? Jawabannya tidak ditentukan oleh siapa orangtuamu, melainkan oleh pilihan, sikap, dan tekadmu hari ini. (jhn/yn)




