Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat produksi garam nasional, baik dari tambak rakyat maupun pelaku usaha, pada tahun 2025 mencapai sekitar 1 juta ton.
Direktur Sumber Daya Kelautan Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP Frista Yorhanita mengatakan angka tersebut menurun dibandingkan tahun sebelumnya akibat faktor cuaca, khususnya tingginya intensitas hujan yang mempengaruhi proses pembentukan garam.
“Produksi nasional saat ini masih sekitar 2 juta ton per tahun, sementara kebutuhan mencapai 4,5 hingga 5 juta ton. Karena itu kita masih melakukan impor sekitar 2,6 sampai 3 juta ton per tahun, terutama untuk kebutuhan industri,” ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa.
Ia mengakui penurunan produksi garam tahun ini menjadi tantangan tersendiri dalam upaya mencapai target swasembada garam pada 2027.
Kendati demikian, Frista menegaskan bahwa KKP pada 2025 telah menjalankan dua program utama untuk mendukung pencapaian target tersebut, yakni intensifikasi atau peningkatan produktivitas lahan yang sudah ada, serta ekstensifikasi berupa pengembangan lahan baru tambak garam.
Program intensifikasi dilakukan di Indramayu, Cirebon, Pati dan Sabu Raijua melalui revitalisasi tambak, perbaikan saluran air, serta pembangunan gudang penyimpanan.
Sedangkan ekstensifikasi dilakukan di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, dengan pembangunan tambak baru seluas 800 hektare, yang ditargetkan mulai berproduksi pada 2026.
Frista menjelaskan di empat kabupaten lokasi intensifikasi, KKP memberikan bantuan berupa pembangunan gudang rakyat berkapasitas 100 ton, serta gudang garam berkapasitas 2.000 hingga 7.000 ton.
Selain itu dilakukan perbaikan saluran air untuk mengatasi keterbatasan kualitas air laut di Pantura Jawa yang kerap terkendala sedimentasi.
KKP juga memberikan bantuan geomembran untuk mempercepat proses evaporasi, serta mulai mengembangkan inovasi teknologi tepat guna seperti sea water reverse osmosis (SWRO).
Teknologi tersebut diharapkan mampu meningkatkan produktivitas sekaligus kualitas garam hingga kadar NaCl di atas 97 persen agar dapat memenuhi kebutuhan industri dalam negeri.
“Harapan kami dengan yang sudah kami lakukan di 2025 ini, untuk intensifikasi tadi kami bisa meningkatkan produksi 30 persen dari produksi eksisting sekarang,” ujar dia.
Frista menambahkan untuk program ekstensifikasi di Rote Ndao, dari lahan seluas 800 hektare, KKP menargetkan produksi sekitar 200 ton per hektare, sehingga total produksi garam dari Rote Ndao pada 2026 diperkirakan mencapai 160 ribu ton per tahun.
Baca juga: Muhammadiyah-KKP kerja sama kembangkan usaha garam daerah pesisir
Baca juga: KKP hitung kerugian tambak garam di Aceh yang terdampak banjir
Baca juga: Menteri Trenggono tegaskan K-SIGN Rote tonggak kemandirian garam
Baca juga: KKP memastikan program KNMP hingga swasembada garam berjalan baik
Direktur Sumber Daya Kelautan Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP Frista Yorhanita mengatakan angka tersebut menurun dibandingkan tahun sebelumnya akibat faktor cuaca, khususnya tingginya intensitas hujan yang mempengaruhi proses pembentukan garam.
“Produksi nasional saat ini masih sekitar 2 juta ton per tahun, sementara kebutuhan mencapai 4,5 hingga 5 juta ton. Karena itu kita masih melakukan impor sekitar 2,6 sampai 3 juta ton per tahun, terutama untuk kebutuhan industri,” ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa.
Ia mengakui penurunan produksi garam tahun ini menjadi tantangan tersendiri dalam upaya mencapai target swasembada garam pada 2027.
Kendati demikian, Frista menegaskan bahwa KKP pada 2025 telah menjalankan dua program utama untuk mendukung pencapaian target tersebut, yakni intensifikasi atau peningkatan produktivitas lahan yang sudah ada, serta ekstensifikasi berupa pengembangan lahan baru tambak garam.
Program intensifikasi dilakukan di Indramayu, Cirebon, Pati dan Sabu Raijua melalui revitalisasi tambak, perbaikan saluran air, serta pembangunan gudang penyimpanan.
Sedangkan ekstensifikasi dilakukan di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, dengan pembangunan tambak baru seluas 800 hektare, yang ditargetkan mulai berproduksi pada 2026.
Frista menjelaskan di empat kabupaten lokasi intensifikasi, KKP memberikan bantuan berupa pembangunan gudang rakyat berkapasitas 100 ton, serta gudang garam berkapasitas 2.000 hingga 7.000 ton.
Selain itu dilakukan perbaikan saluran air untuk mengatasi keterbatasan kualitas air laut di Pantura Jawa yang kerap terkendala sedimentasi.
KKP juga memberikan bantuan geomembran untuk mempercepat proses evaporasi, serta mulai mengembangkan inovasi teknologi tepat guna seperti sea water reverse osmosis (SWRO).
Teknologi tersebut diharapkan mampu meningkatkan produktivitas sekaligus kualitas garam hingga kadar NaCl di atas 97 persen agar dapat memenuhi kebutuhan industri dalam negeri.
“Harapan kami dengan yang sudah kami lakukan di 2025 ini, untuk intensifikasi tadi kami bisa meningkatkan produksi 30 persen dari produksi eksisting sekarang,” ujar dia.
Frista menambahkan untuk program ekstensifikasi di Rote Ndao, dari lahan seluas 800 hektare, KKP menargetkan produksi sekitar 200 ton per hektare, sehingga total produksi garam dari Rote Ndao pada 2026 diperkirakan mencapai 160 ribu ton per tahun.
Baca juga: Muhammadiyah-KKP kerja sama kembangkan usaha garam daerah pesisir
Baca juga: KKP hitung kerugian tambak garam di Aceh yang terdampak banjir
Baca juga: Menteri Trenggono tegaskan K-SIGN Rote tonggak kemandirian garam
Baca juga: KKP memastikan program KNMP hingga swasembada garam berjalan baik





