Kaleidoskop 2025: Ramai Kerja Sama Dagang dan Gonjang‑ganjing Tarif Trump

bisnis.com
3 jam lalu
Cover Berita

Bisnis.com, JAKARTA — Tahun 2025 dipenuhi dinamika dalam perdagangan Indonesia. Tekanan proteksionisme tarif Amerika Serikat (AS) mendorong Indonesia untuk lebih agresif menjalin perjanjian dagang dengan berbagai negara.

Perdagangan juga dibayangi derasnya arus impor barang murah dari China yang menekan industri dalam negeri dan mempersempit ruang bagi produk lokal.

Selain itu, 2025 juga menjadi tahun penting bagi sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yakni dengan adanya kebijakan permanen terhadap tarif PPh Final UMKM sebesar 0,5%.

Kaleidoskop ini merangkum momen-momen penting sepanjang 2025 yang membentuk peta perdagangan Indonesia menghadapi 2026:

googletag.cmd.push(function() { googletag.display("div-gpt-ad-parallax"); });
1. Tarif Trump

Sepanjang 2025, kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) Presiden Donald Trump menjadi salah satu isu dominan perdagangan global, termasuk Indonesia. Presiden Trump mengenakan tarif impor terhadap barang dari Indonesia sebesar 19% pada 7 Agustus 2025.

Hasil negosiasi antara Indonesia dan AS menyepakati agar barang yang dikirim dari Indonesia ke AS dikenai tarif impor 19%, atau lebih rendah dari sebelumnya 32%. Sebaliknya, barang AS yang masuk ke Indonesia bertarif 0%.

Baca Juga

  • Kaleidoskop 2025: Fenomena Badai PHK, Pengangguran hingga Polemik UMP
  • Kaleidoskop 2025: Kisruh Pagar Laut, hingga Udang RI Terpapar Cesium-137

Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai dengan adanya tarif Trump, pemerintah harus fokus kepada ekspor negara-negara non Amerika Serikat.

Pemerintah, kata dia, perlu melakukan diversifikasi pasar ekspor, termasuk ke wilayah Eropa. Di sisi lain, Indef menilai penurunan ekspor ke AS akan baru terlihat pada beberapa bulan ke depan.

Teranyar, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan pertemuan dengan Ambassador Jamieson Greer dari United States Trade Representative (USTR) di Washington DC pada 22 Desember 2025. Pertemuan itu membahas percepatan penyelesaian Agreements on Reciprocal Trade (ART) antara Indonesia dan AS.

Airlangga menyebut seluruh isu substansi yang diatur dalam dokumen ART telah disepakati kedua belah pihak. Adapun isu teknis selanjutnya akan disempurnakan melalui proses legal drafting.

Apabila seluruh proses teknis berjalan sesuai rencana, Airlangga berharap penandatanganan ART dapat dilakukan sebelum akhir Januari 2026 oleh Presiden Prabowo Subianto dan Presiden AS Donald Trump di White House, Washington DC.

Presiden AS Donald Trump


2. Kerja Sama Dagang

Tantangan tarif AS mendorong Indonesia memperkuat diplomasi dagang. Pemerintah melakukan diversifikasi pasar dan penguatan akses ekspor Indonesia ke sejumlah negara mitra untuk mengatasi tekanan tarif global.

Dalam catatan Bisnis, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkap saat ini Indonesia telah memiliki 20 perjanjian dagang internasional yang sudah diimplementasikan, baik itu PTA (Preferential Trade Agreement), FTA (Free Trade Agreement), maupun CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement).

Usai sempat mandek selama hampir 10 tahun, pemerintah Indonesia dan Uni Eropa akhirnya resmi menandatangani dokumen penyelesaian substansial perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU—CEPA) pada 23 September 2025.

Kesepakatan IEU—CEPA sekaligus akan membuka akses ekspor bagi produk Indonesia ke 27 negara anggota Uni Eropa, dan menghapus tarif impor secara signifikan di mana sebanyak 80% ekspor Indonesia ke Uni Eropa akan menikmati tarif sebesar 0%.

Sejumlah perjanjian dagang lain yang diteken adalah Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia—Peru (Indonesia—Peru CEPA/IP—CEPA) dan perjanjian Indonesia—Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA—CEPA).

Pada 21 Desember 2025, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menandatangani Persetujuan Perdagangan Bebas antara Indonesia dan Uni Ekonomi Eurasia (Indonesia—EAEU FTA) di St. Petersburg, Rusia.

Dengan perjanjian dagang ini, Uni Ekonomi Eurasia memberikan komitmen preferensi tarif kepada Indonesia sebesar 90,5% dari total pos tarif, atau mencakup 95,1% dari total nilai impor kawasan tersebut dari Indonesia.


3. Neraca Dagang Surplus 

Data neraca perdagangan dari Badan Pusat Statistik menunjukkan Indonesia masih mencatatkan surplus US$2,39 miliar secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Oktober 2025. Angka itu merupakan surplus neraca perdagangan terendah sejak April 2025 atau dalam enam bulan terakhir.

Dari sana, ekspor Oktober sebesar US$24,24 miliar atau turun 2,31% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, nilai impor Oktober 2025 mencapai US$21,84 miliar atau turun 1,15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan ini dipengaruhi oleh penurunan impor migas.

Adapun, surplus pada Oktober 2025 lebih ditopang pada komoditas nonmigas yaitu sebesar US$4,41 miliar dengan komoditas penyumbang surplus utama lemak dan minyak hewan/nabati, kemudian bahan bakar mineral, serta besi dan baja.

Aktivitas ekspor-impor

4. PPh Final UMKM

Pemerintah memutuskan insentif pajak penghasilan (PPh) final bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) 0,5% sebagai kebijakan permanen. Kebijakan tersebut memberikan kepastian fiskal bagi pelaku UMKM dalam merencanakan ekspansi usaha jangka panjang.

Insentif PPh final 0,5% ini berlaku bagi UMKM dengan omzet hingga Rp4,8 miliar per tahun. Sebelumnya, pemerintah hanya memperpanjang pemberlakuan insentif tersebut hingga 2029.

Kebijakan ini menjadi sinyal baik bagi sektor UMKM, yang merupakan tulang punggung perekonomian domestik, karena mengurangi beban pajak dan menyederhanakan administrasi perpajakan sepanjang 2025 dan tahun‑tahun mendatang.

5. Impor Murah China & Thrifting

Sepanjang 2025, arus impor barang murah asal China terus menekan industri domestik, terutama sektor tekstil dan garmen. Produk impor dengan harga sangat rendah, membuat produsen lokal kesulitan bersaing dan kerap menurunkan kapasitas produksinya atau bahkan menutup pabrik.

Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mengakui barang impor murah dari China, baik baju bekas maupun baju baru tanpa label alias white label, membanjiri pasar Indonesia. Kondisi ini membuat produk lokal sulit bersaing dan merugikan UMKM.

Dia menyebut, praktik impor tanpa label membuat penindakan lebih kompleks dibanding baju bekas ilegal. Bahkan, arus masuk barang murah dari China tanpa merek sangat masif. Produk yang masuk tidak hanya baju, melainkan juga celana, sepatu, sandal, jilbab, jam tangan, dan berbagai aksesoris lainnya. 

Data Kementerian UMKM menunjukkan, arus masuk baju bekas dari tahun ke tahun melonjak drastis, dari 7 ton pada 2021 menjadi 3.600 ton pada 2024. Hingga Agustus 2025, volume sudah mencapai 1.800 ton. Sementara itu, baju baru white label dari China jumlahnya lebih banyak lagi dan lebih variatif sehingga memberi tekanan tambahan bagi pasar lokal.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Tipiring di Mojokerto Kota Turun 32,6 Persen Sepanjang 2025, Kasus Minta-minta Justru Naik
• 20 jam laluberitajatim.com
thumb
Waka MPR Nilai Pilkada Dipilih DPRD Tak Langgar Konstitusional
• 14 jam laludetik.com
thumb
TVRI Kantongi Hak Siar Piala Dunia 2026, Tayangkan 104 Pertandingan Secara Gratis
• 8 jam lalufajar.co.id
thumb
Mendagri: Pemulihan Bencana Sumatera Perlu Anggaran Rp 59,25 Triliun
• 5 jam lalukumparan.com
thumb
Jababeka dan BCA Perluas Akses Pembiayaan Bizpark, Ratusan Unit Terjual
• 3 jam laluwartaekonomi.co.id
Berhasil disimpan.