BNPT: 112 Anak di 26 Provinsi Terpapar Radikalisme dari Media Sosial-Game Online

kumparan.com
2 jam lalu
Cover Berita

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkapkan ada sebanyak 112 anak-anak terpapar konten radikalisme dari media sosial hingga game online sepanjang tahun 2025.

Kepala BNPT, Komjen Pol (Purn) Eddy Hartono, menyebut jumlah tersebut tersebar di 26 provinsi di Indonesia.

Hal itu disampaikan Eddy dalam konferensi pers perkembangan tren terorisme Indonesia 2025, di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (30/12).

"Dan juga 112 anak yang teradikalisasi di sosial media, ya, ini menunjukkan bahwa baik itu sosial media maupun di game online, ya. Jadi, 112 ini tersebar di 26 provinsi," ujar Eddy dalam jumpa pers.

"Ada beberapa peristiwa juga kemarin SMA 72 [Jakarta] walaupun itu tidak terkait dengan terorisme, tapi mereka terpapar di sosial media, ya," jelas dia.

Eddy menyebut, proses radikalisasi terhadap anak dan remaja kini lebih efektif menggunakan media sosial dan ruang digital.

Ia menerangkan, waktu yang dibutuhkan dalam proses radikalisasi lewat ruang digital tersebut hanya membutuhkan waktu sekitar 3-6 bulan.

"Kalau kita ketahui bersama bahwa proses radikalisasi terhadap anak dan remaja ini dibandingkan dengan sebelum menggunakan sosial media, ini lebih efektif," ucap dia.

"Ya dibandingkan dulu ketika proses radikalisasi secara konvensional itu membutuhkan waktu 2 sampai 5 tahun. Ya sekarang dengan media online atau ruang digital, itu hanya butuh waktu 3 sampai 6 bulan," terangnya.

Menurut dia, proses radikalisasi terhadap anak-anak dan remaja itu dimulai melalui algoritma hingga melihat engagement di konten media sosial.

Bahkan, kata Eddy, sebagian di antaranya ada yang teradikalisasi tanpa bertemu dengan pihak recruiter atau dilakukan secara mandiri.

"Kalau kita lihat hasil sementara ya, bahwa bahkan di antara mereka ada yang baiat sendiri, baiat mandiri. Nah, kalau dilihat dari prosesnya, baiat mandiri ini adalah titik sebelum tahap awal," papar Eddy.

"Artinya apa? Sebelum dia melaksanakan baiat mandiri, mereka masuk kepada tadi itu, kalau istilah di dalam Komdigi itu teradikalisasi melalui algoritma. Ya artinya anak-anak ini sebelumnya bagaimana dia sering mengakses, sering berinteraksi, ya," imbuhnya.

Sementara itu, Eddy menjelaskan bahwa proses radikalisasi terhadap anak-anak dan remaja melalui game online itu dilakukan lewat fitur voice chat atau private chat.

"Kalau di dalam game online, ya karena di game online itu ada fitur private chat atau voice chat, ya. Jadi kalau saya meminjam istilah psikologis tuh ada namanya digital grooming. Tahap memastikan atau menanam kepercayaan, membuat satu sama perasaan, ya, satu hobi misalkan," kata Eddy.

"Nah, ketika sudah dapat grooming-nya, maksudnya kelompoknya di situ, baru ditarik isolasi ke luar. Masuk ke dalam grup sosial media, baik itu Instagram maupun WA. Nah, di situlah baru dimainkan namanya normalisasi perilaku. Artinya apa, didoktrin," pungkasnya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Daftar Lengkap 33 Jalan di Jakarta Ditutup Sementara Saat Malam Tahun Baru 2026
• 3 jam laluidxchannel.com
thumb
Pemprov Lampung Luncurkan SI AWAS untuk Integrasikan Pengawasan Aset Daerah
• 6 jam lalukumparan.com
thumb
Wamenkeu Minta APBN Bisa jadi Instrumen Solusi Tantangan Ekonomi di Jabar
• 23 jam lalubisnis.com
thumb
Mau Bikin Resolusi Tahun Baru? Ini 5 Saran dari Psikolog agar Tidak Gagal
• 22 jam lalumediaindonesia.com
thumb
Gerak Cepat, PB Tunjuk Prof Mansyur Ahmad Caretaker PORDI Sulsel
• 6 jam laluharianfajar
Berhasil disimpan.