Hubungan erat antara Indonesia dan Eurasian Economic Union (EAEU) resmi terjalin lewat penandatanganan Perjanjian Perdagangan Bebas di St. Petersburg, Rusia, pada 21 Desember 2025.
Dubes RI untuk Kazakhstan dan Tajikistan, Dr. M. Fadjroel Rachman, menyebut perjanjian ini membawa sejumlah keputusan potensial, termasuk target perdagangan Indonesia dan Kazakhstan hingga USD 2 miliar.
Perjanjian pun menguntungkan kedua pihak. EAEU merupakan blok ekonomi yang dibentuk pada Mei 2014 dan aktif sejak Januari 2015 dengan pasar meliputi 180 juta populasi dengan GDP sekitar USD2,56 triliun. Sementara itu, sebagai negara terbesar keempat di dunia, Indonesia memiliki 285 juta populasi dengan GDP sekitar USD1,4 triliun.
Dubes Fadjroel mendukung pernyataan Ketua Komisi Ekonomi Eurasia Bakytzhan Sagintayev bahwa, “Implementasi Free Trade Agreement Indonesia dan Eurasian Economic Union (EAEU) ini akan menggandakan perdagangan Indonesia dengan negara-negara anggota EAEU.”.
Penandatanganan di KTT EAEU dihadiri lima pemimpin negara anggota. Dari Indonesia diwakili Menteri Perdagangan Budi Santoso, didampingi Dubes Fadjroel yang mengawal perundingan sejak awal, dan Dubes Jose Tavares.
Sementara itu, hadir perwakilan Serik Zhumangarin (Kazakhstan), Alexey Overchuk (Rusia), Mher Grigoryan (Armenia), Natalia Petkevich (Belarusia), dan Daniyar Amangeldiev (Kyrgyzstan). Turut hadir pula Ketua Komisi Ekonomi Eurasia, Bakytzhan Sagintayev.
“Kazakhstan sekarang tertinggi dalam GDP/kapita sekitar USD15.000 dan populasi 20 juta orang, merupakan penentu strategis untuk menyukseskan FTA Indonesia-EAEU ini,” kata Dubes Fadjroel.
Baca Juga: Wamendag Ajak Masyarakat Gunakan Produk UMKM Lokal
Ia menekankan pentingnya perjanjian ini sebagai “Jembatan emas yang menghubungkan Indonesia dan Eurasia” yang sejalan dengan arahan pemerintah untuk membuka pasar potensial.
Mendag Budi Santoso menjelaskan, “Penandatanganan ini membuka, memperluas, dan mendiversifikasi pasar ekspor baru Indonesia, serta sumber investasi baru, khususnya di sektor manufaktur dan pertanian.”
Terdiri atas 15 bab, perjanjian ini memformalkan “preferential tariffs” hingga 90,5 persen untuk produk Indonesia, yang mewakili 95,1 persen total impor EAEU dari Indonesia. “Produk Indonesia akan memperoleh akses pasar kompetitif dan lebih luas,” tegas Mendag. Peningkatan ekspor diharapkan terjadi untuk berbagai produk Indonesia, sementara Indonesia akan membuka pasar untuk produk seperti pupuk dan besi dari kawasan EAEU.
Bagi Kazakhstan, perjanjian ini disambut antusias karena akan meningkatkan ekspor barang pertanian dan industrinya ke Indonesia.
Dalam catatan KBRI Astana berdasarkan informasi Kementerian Perdagangan Indonesia pada tahun 2025, ekspor Indonesia ke Kazakhstan seperti mesin/peralatan listrik (HS 85); lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15); tembakau (HS 24); alas kaki (HS 64); mesin-mesin/pesawat mekanik (HS 84). Sedangkan ekspor Kazakhstan ke Indonesia seperti besi dan baja (HS 72); ferroalloy (HSC 7202); seng (HS 79); garam, belerang, kapur (HS 25); alumunium (HS 76) dan bahan kimia anorganik (HS 28).
Dubes Fadjroel optimis, “Kami yakin Kazakhstan-Indonesia dapat menggandakan nilai perdagangan dari tahun 2022, menuju target baru USD1,5 miliar hingga USD2 miliar dengan penandatanganan FTA ini.”.
Kemajuan didukung dengan pembahasan direct flight, bebas visa, dan kerja sama bisnis strategis.
KBRI Astana merekomendasikan Indonesia segera membuat peta jalan strategis untuk menangkap peluang pasar Kazakhstan melalui koordinasi logistik dan harmonisasi bea masuk.
“Kerja gotong-royong kedua negara... Insya Allah target bersama... menaikkan nilai perdagangan Kazakhstan-Indonesia mudah dicapai,” himbau Dubes Fadjroel.
Dubes Fadjroel menutup dengan menyebut penandatanganan ini sebagai “hadiah tahun baru 2026 terbaik” bagi kedua bangsa dan mengutip penyair Kazakhstan Abai Kunanbayev, “Persahabatan melahirkan persahabatan dan menciptakan kemakmuran bersama.”


