Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyampaikan Satuan Tugas (Satgas) Kontraradikalisasi menemukan 21.199 konten bermuatan intoleransi, radikalisme, dan terorisme sepanjang tahun 2025.
Adapun satgas tersebut merupakan gabungan kementerian/lembaga yang meliputi BNPT, Badan Intelijen negara (BIN), Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia (BAIS TNI), Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi), serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
"Terhadap konten-konten tersebut Satgas Kontraradikalisasi telah melakukan upaya pemutusan akses kepada Komdigi," ungkap Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi (Purn.) Eddy Hartono dalam acara Pernyataan Pers Akhir Tahun dan Perkembangan Tren Terorisme Indonesia Tahun 2025 di Jakarta, Selasa.
Dalam pernyataan yang dipantau secara daring, Eddy mengatakan berbagai konten tersebut tersebar di berbagai platform media sosial, seperti di Meta (Facebook dan Instagram) sebanyak 14.314 konten, TikTok sebanyak 1.367 konten, serta X sebanyak 1.220 konten.
Baca juga: BNPT ungkap 27 rencana serangan terorisme berhasil digagalkan
Di ruang digital, BNPT menemukan terdapat 137 pelaku aktif menyalahgunakan ruang siber untuk aktivitas terorisme, 32 pelaku terpapar secara daring dan bergabung dengan jaringan, serta 17 pelaku melakukan aktivitas terorisme di ruang digital tanpa terlibat langsung dengan jaringan.
Dia mengatakan hal tersebut dikenal dengan self-radicalization, yakni terpapar melalui media sosial.
"Nah, ini menunjukkan bahwa resiko penyalahgunaan ruang digital ini semakin berkembang oleh jaringan terorisme maupun simpatisan terorisme," tuturnya.
Sebelumnya, Kemenkomdigi menyatakan siap menindak konten yang terindikasi mengandung unsur radikalisme di ruang digital berdasarkan aduan dari masyarakat maupun kementerian/lembaga (K/L) terkait.
Baca juga: BNPT: Indonesia saat ini berada pada situasi waspada terkendali
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemkomdigi Alexander Sabar mengatakan bahwa pihaknya telah membahas penyebaran konten radikalisme di ranah digital bersama BNPT.
"Kemarin kami baru rapat koordinasi dengan BNPT. Kita akan awasi (penyebaran konten radikalisme). Mekanismenya itu kan, selain yang kita lakukan di Komdigi, itu kita juga menerima aduan dari masyarakat sendiri dan dari K/L terkait," kata Alexander saat ditemui di Jakarta Pusat pada Kamis (2/10).
Dia menjelaskan, Kemkomdigi akan menampung setiap aduan dari masyarakat maupun kementerian/lembaga, termasuk BNPT, apabila ditemukan konten negatif.
Kemudian, laporan tersebut akan ditindaklanjuti dengan cara menurunkan (take down) konten maupun pemutusan akses platform.
"BNPT kalau menemukan (konten radikalisme) pasti akan diserahkan ke kami. Kita proses apakah kita minta take down kalau di media sosial dan platform-platform itu atau kita lakukan pemutusan akses," ujar Alexander.
Adapun satgas tersebut merupakan gabungan kementerian/lembaga yang meliputi BNPT, Badan Intelijen negara (BIN), Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia (BAIS TNI), Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi), serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
"Terhadap konten-konten tersebut Satgas Kontraradikalisasi telah melakukan upaya pemutusan akses kepada Komdigi," ungkap Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi (Purn.) Eddy Hartono dalam acara Pernyataan Pers Akhir Tahun dan Perkembangan Tren Terorisme Indonesia Tahun 2025 di Jakarta, Selasa.
Dalam pernyataan yang dipantau secara daring, Eddy mengatakan berbagai konten tersebut tersebar di berbagai platform media sosial, seperti di Meta (Facebook dan Instagram) sebanyak 14.314 konten, TikTok sebanyak 1.367 konten, serta X sebanyak 1.220 konten.
Baca juga: BNPT ungkap 27 rencana serangan terorisme berhasil digagalkan
Di ruang digital, BNPT menemukan terdapat 137 pelaku aktif menyalahgunakan ruang siber untuk aktivitas terorisme, 32 pelaku terpapar secara daring dan bergabung dengan jaringan, serta 17 pelaku melakukan aktivitas terorisme di ruang digital tanpa terlibat langsung dengan jaringan.
Dia mengatakan hal tersebut dikenal dengan self-radicalization, yakni terpapar melalui media sosial.
"Nah, ini menunjukkan bahwa resiko penyalahgunaan ruang digital ini semakin berkembang oleh jaringan terorisme maupun simpatisan terorisme," tuturnya.
Sebelumnya, Kemenkomdigi menyatakan siap menindak konten yang terindikasi mengandung unsur radikalisme di ruang digital berdasarkan aduan dari masyarakat maupun kementerian/lembaga (K/L) terkait.
Baca juga: BNPT: Indonesia saat ini berada pada situasi waspada terkendali
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemkomdigi Alexander Sabar mengatakan bahwa pihaknya telah membahas penyebaran konten radikalisme di ranah digital bersama BNPT.
"Kemarin kami baru rapat koordinasi dengan BNPT. Kita akan awasi (penyebaran konten radikalisme). Mekanismenya itu kan, selain yang kita lakukan di Komdigi, itu kita juga menerima aduan dari masyarakat sendiri dan dari K/L terkait," kata Alexander saat ditemui di Jakarta Pusat pada Kamis (2/10).
Dia menjelaskan, Kemkomdigi akan menampung setiap aduan dari masyarakat maupun kementerian/lembaga, termasuk BNPT, apabila ditemukan konten negatif.
Kemudian, laporan tersebut akan ditindaklanjuti dengan cara menurunkan (take down) konten maupun pemutusan akses platform.
"BNPT kalau menemukan (konten radikalisme) pasti akan diserahkan ke kami. Kita proses apakah kita minta take down kalau di media sosial dan platform-platform itu atau kita lakukan pemutusan akses," ujar Alexander.





