Secara statistik, perekonomian Lampung sepanjang 2025 menunjukkan perbaikan. Namun, di balik capaian tersebut, berbagai persoalan klasik masih mendera masyarakat. Apa saja?
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, pada triwulan III-2025, perekonomian Lampung tumbuh 5,04 persen secara tahunan atau year on year. Sementara secara kumulatif, sejak triwulan I-III-2025, ekonomi Lampung tumbuh 5,19 persen.
Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi Lampung pada triwulan III ditopang pertumbuhan lapangan usaha di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang tumbuh 7,74 persen. Selama ini, sektor pertanian mendominasi struktur ekonomi Lampung dengan kontribusi mencapai 38,89 persen terhadap pertumbuhan ekonomi.
Di sektor pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Lampung secara tahunan juga ditopang oleh pertumbuhan positif di semua komponen pengeluaran. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) sebesar 6,05 persen.
Lampung menjadi daerah yang mencatatkan pertumbuhan ekonomi tertinggi ketiga di Sumatera, setelah Riau dan Sumatera Selatan. Ekonomi Lampung berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera sebesar 10,13 persen.
Sepanjang 2025, inflasi tahunan juga relatif terkendali. Pada November 2025, tingkat inflasi Lampung secara year on year sebesar 1,14 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 109,15.
Adapun persentase penduduk miskin Lampung pada Maret 2025 tercatat 887.020 orang atau sekitar 10 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk miskin Lampung berkurang 54.210 orang dibandingkan Maret 2024.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Lampung juga meningkat hingga mencapai 73,98. Di atas kertas, capaian-capaian ini menempatkan Lampung pada jalur pembangunan yang cukup menjanjikan.
Kendati demikian, sejumlah ekonom di Lampung berpandangan bahwa capaian ekonomi Lampung perlu ditelaah lebih jauh sebagai refleksi dan evaluasi kebijakan ekonomi daerah ke depan.
”Ekonomi memang tumbuh, tetapi kualitas pekerjaan dan pemerataan manfaat pertumbuhan itu belum sepenuhnya bergerak seiringan,” kata Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Lampung Usep Syaipudin saat diskusi bersama sejumlah ekonom di Bandar Lampung, Selasa (30/12/2025). Diskusi yang dihadiri sejumlah ahli ekonomi di Lampung itu membahas perkembangan dan capaian perekonomian Lampung sepanjang 2025.
Usep yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung berpendapat, perekonomian di Lampung memang tumbuh cukup baik dan jumlah penduduk miskin di Lampung berkurang. Kendati begitu, masyarakat masih menghadapi berbagai persoalan, mulai dari kerentanan kemiskinan, pembangunan yang belum merata, hingga terbatasnya lapangan pekerjaan, khususnya di sektor formal.
Menurut dia, struktur kemiskinan Lampung menunjukkan bahwa banyak rumah tangga yang berada tepat di sekitar garis kemiskinan. ”Dalam kondisi seperti ini, sedikit guncangan kenaikan harga pangan, gagal panen, atau biaya kesehatan cukup untuk mendorong mereka kembali jatuh miskin,” katanya.
Selain itu, data BPS menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk miskin dan masyarakat yang rentan miskin masih menggantungkan hidup pada sektor informal. Mereka memperoleh pendapatan tidak tetap setiap bulan.
”Kondisi ini menandakan bahwa penurunan kemiskinan hingga 2025 masih lebih banyak ditopang oleh pelindungan sosial dan belum sepenuhnya oleh penguatan ekonomi lokal yang berkelanjutan serta penciptaan pekerjaan yang layak,” ujar Usep.
Sepanjang 2025, ekonomi Lampung memang bergerak lebih cepat dibandingkan tahun sebelumnya. Aktivitas produksi dan konsumsi meningkat, stabilitas harga relatif terjaga, dan roda ekonomi terus berputar.
Peningkatan IPM Lampung pada 2025 mencerminkan perbaikan pada dimensi umur harapan hidup, pendidikan, dan kesehatan. Lampung menutup 2025 dengan kondisi makroekonomi yang relatif baik.
Namun, ketimpangan ekonomi antarwilayah di Lampung juga masih terasa. Daerah perkotaan bergerak lebih cepat, sementara sebagian perekonomian di kabupaten tertahan oleh keterbatasan infrastruktur, akses pasar, dan kualitas layanan dasar. Masyarakat juga masih mengeluhkan berbagai persoalan terkait dengan layanan dasar dan infrastruktur.
Karena itu, pemerintah daerah perlu memastikan agar kebijakan yang dijalankan benar-benar menempatkan kebutuhan warga sebagai prioritas utama. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus dirancang agar mampu menjawab persoalan riil yang dihadapi masyarakat.
”Yang diingat masyarakat bukan grafik pertumbuhan atau kerapian laporan, melainkan apakah hidup mereka benar-benar menjadi lebih mudah, lebih adil, dan lebih bermartabat,” katanya.
Persoalan ekonomi itu turut dirasakan oleh kelompok buruh di Lampung. Tri Susilo dari Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia mengatakan, upah minimum provinsi (UMP) Lampung tahun 2026, yang ditetapkan sebesar Rp 3.047.734 per bulan, belum mampu memenuhi kebutuhan hidup layak yang dirilis Kementerian Ketenagakerjaan sebesar Rp 3.343.494 per bulan.
Tri menilai, kenaikan UMP Lampung yang hanya 5,35 persen merupakan sebuah kemunduran dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kenaikan UMP tahun 2026 justru lebih rendah dari tahun sebelumnya yang naik sebesar 6,5 persen.
Para buruh sebenarnya meminta kenaikan UMP Lampung tahun 2026 sebesar 10-15 persen. ”Kenaikan UMP jauh dari harapan kami. Kebutuhan sehari-hari tidak stabil, selalu ada lonjakan harga bahan pokok. Kenaikan itu belum dapat menutupi itu semua,” kata Tri.
Kondisi itu membuat keluarga buruh tidak mempunyai cukup uang untuk menabung. Keluarga buruh hidup dalam bayang-bayang kemiskinan karena upah yang diterima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup di tengah tekanan kenaikan harga pangan.
Sementara itu, Putri (24), warga Kabupaten Tanggamus, yang baru lulus dari perguruan tinggi, mengeluhkan sulitnya mendapatkan pekerjaan di sektor formal. Dia mengaku sudah beberapa kali melamar pekerjaan, tetapi tidak kunjung diterima.
Kondisi itu membuat lulusan sarjana pendidikan itu terpaksa terjun di sektor informal dengan berjualan makanan ringan. ”Pendapatan tidak menentu dan kurang dari Rp 1 juta per bulan,” ujarnya.
Ia berharap pemerintah daerah mempunyai kebijakan yang mampu mendorong peningkatan investasi dan peluang kerja di Lampung.
Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal mengatakan, salah satu program prioritas pemerintah daerah adalah pembangunan infrastruktur. Sepanjang 2025, Pemprov Lampung telah melakukan rekonstruksi, rehabilitasi, dan pelebaran pada 52 ruas jalan provinsi dengan total panjang 66,209 kilometer.
Selain itu, sebanyak 21 jembatan dibangun dan direhabilitasi dengan total panjang 451,36 meter. Pekerjaan ini menghadapi tantangan cuaca ekstrem dan kondisi geografis, tetapi tetap dilaksanakan secara bertahap dan hati-hati.
Berdasarkan survei November 2025, tingkat kemantapan jalan provinsi meningkat 1,71 persen menjadi 79,79 persen. Pada saat yang sama, tingkat degradasi jalan berhasil ditekan dari 4 persen menjadi 2,25 persen. Pembangunan infrastruktur diprioritaskan pada wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi demi mendongkrak ekonomi.
”Kami memilih bergerak, menata fondasi, dan memastikan pembangunan benar-benar dirasakan,” ujar Mirza saat memaparkan capaian pembangunan Pemerintah Provinsi Lampung sepanjang 2025, Minggu (28/12/2025).
Menurut dia, pembangunan tidak berhenti pada sektor infrastruktur. Pemerintah Provinsi Lampung mengusung Desa Kumaju sebagai program unggulan penguatan ekonomi desa berbasis potensi lokal. Program ini mencakup pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pariwisata, hingga UMKM. Sepanjang 2025, sebanyak 500 unit pusat produksi pupuk organik cair dibangun di desa-desa.
Program tersebut diharapkan bisa menjangkau lebih dari 190.000 petani di lahan seluas 175.788 hektar, dengan dampak sosial mencapai 477.000 jiwa. Ketergantungan pada pupuk kimia berhasil ditekan hingga 30 persen dan produktivitas meningkat sekitar 25 persen.
Di sektor pelayanan publik, Pemprov Lampung melakukan upaya transformasi pelayanan publik melalui peluncuran aplikasi super app Lampung In. Hingga Desember 2025, aplikasi ini telah diunduh lebih dari 14.000 kali dan menampung 588 laporan masyarakat yang segera ditindaklanjuti.
Di bidang pendidikan, Pemprov Lampung membebaskan uang komite bagi siswa SMA, SMK, dan SLB negeri melalui Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPD). Selain itu, Sekolah Rakyat mulai beroperasi pada tahun ajaran 2025-2026 di tiga lokasi rintisan untuk anak-anak dari keluarga miskin ekstrem. Program ini dirancang berasrama dengan pendanaan dari APBN.
Pemprov Lampung juga menjalankan program Kelas Migran Vokasi untuk menyiapkan lulusan SMA dan SMK bekerja di luar negeri, khususnya Jepang. Sebanyak 137 siswa mengikuti program ini pada 2025. Lebih dari 23.000 ijazah siswa yang sempat tertahan di sekolah negeri dan swasta berhasil dibebaskan, membuka akses mereka ke dunia kerja dan pendidikan lanjutan.
Di sektor kesehatan, berbagai inovasi layanan diluncurkan, seperti Klinik Berhenti Merokok, Klinik Nyeri dan Paliatif, serta layanan shuttle bus lamban tupak puaghi. Upaya pengendalian tuberkulosis diperkuat melalui pendekatan active case finding. Hingga 19 Desember 2025, capaian penemuan kasus TBC mencapai 60 persen dari target. Pemprov Lampung juga meresmikan RSUD Mohammad Thohir di Kabupaten Pesisir Barat sebagai rumah sakit rujukan tipe C untuk wilayah terluar Lampung.
Pemprov Lampung juga memperkuat peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Pemantauan harga dilakukan rutin di 15 kabupaten/kota dan menjadi dasar kebijakan intervensi pasar. Operasi pasar murah digelar menjelang hari besar keagamaan nasional untuk menjaga pasokan dan melindungi daya beli masyarakat.





