Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi Pasar Asemka, Jakarta Barat menjelang pergantian tahun 2025 ke 2026 tampak ramai, namun menurut pedagang tidak seramai tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia , Rabu (31/12/2025), tampak pengunjung memadati toko-toko penjual kembang api, petasan, dan terompet. Tak hanya riuh pengunjung, suara terompet pun bersahut-sahutan.
Namun, keramaian hanya terlihat di depan Pasar Asemka saja. Lebih ke dalam, suasananya justru lebih sepi. Beberapa pedagang, termasuk kembang api pun mengaku penjualannya tahun ini cenderung sepi ketimbang tahun lalu.
Salah satunya Beni (samaran), di mana pengunjung mulai memadati tokonya. Ia mengatakan pengunjung biasanya makin ramai ketika makin mendekati jam-jam pergantian tahun, atau sore hari, karena Pasar Asemka sendiri hanya dibuka hingga pukul 16:00 WIB.
"Ya sudah mulai ramai, karena kan hari ini terakhir di 2025, besok sudah masuk 2026. Biasanya orang-orang cari kembang api dan lain-lain agak mepet menjelang pergantian tahun," kata Beni saat ditemui CNBC Indonesia, Rabu (31/12/2025).
Namun, kondisi tahun ini cenderung berbeda dengan tahun sebelumnya, di mana omzet penjualan mengalami penurunan.
Kondisi Pasar Asemka Jakarta Jelang Pergantian Tahun 2026. (CNBC Indonesia/Chandra Dwri Pranata)
"Kalau omzet, tahun ini turun ya, kembang api yang biasanya banyak dicari, turun 30%, apalagi terompet, lebih turun lagi, ada sekitar 40%-50%," lanjut Beni.
Ia mengungkapkan penurunan penjualan kembang api dan terompet terjadi karena adanya kebijakan pelarangan menyalakan kembang api dan petasan di tahun ini, terutama di Jakarta, meski kebijakan tersebut berlaku untuk perayaan kembang api dalam skala besar, bukan perorangan.
"Ya sejak ada kebijakan engga menyalakan kembang api, bahkan larangannya juga ada, agak ngaruh juga sih, walaupun ya kalau dinyalain sendiri masih dibolehin," ujarnya.
Namun, nasib Beni masih lebih baik karena tokonya berada di depan Pasar Asemka. Sedangkan Dion (samaran), pedagang kembang api lainnya, nasibnya lebih miris karena Ia berjualan lebih dalam di Pasar Asemka.
"Ya memang, yang ramai pengunjung di depan, karena kan di situ deket jalan besarnya, juga lebih deket dari stasiun, makanya orang-orang sudah malas duluan ke dalem, akhirnya di sini lebih sepi, padahal kita jualannya ya kembang api, petasan, dan terompet," kata Dion.
Ia pun mengaku penjualan kembang apinya turun drastis hingga 40%.
"Kalau penjualan, sudah susah perkiraannya, ini saja sama tahun lalu, mungkin ada penurunan 40%, entah karena memang ada pelarangan atau bagaimana," tambah Dion.
Meski begitu, Ia masih berharap penjualannya makin ramai ketika sore hari nanti.
"Mungkin kalau siang, orang-orang masih pada persiapan buat nanti malam, dan baru ke sini ya pas pasar mau tutup, ya berharap aja nanti sore makin ramai," ungkapnya.
Sementara itu Rehan (samaran), penjual mainan yang juga menjual kembang api, mengaku juga ada penurunan penjualan, meski sudah dibantu oleh penjualan kembang api.
"Ya memang lagi sepi, penjualan turun, dulu jual mainan bisa dapet jutaan, sekarang, Rp 1 juta aja lumayan susah," kata Rehan.
Namun, dari penjualan kembang api dan petasan, omzetnya masih lebih baik ketimbang mainan.
"Jual kembang api, ya lumayan, tapi kalau dihitung-hitung sama mainan, ya tetap lebih rendah dari tahun-tahun lalu," jelasnya.
(chd/wur)


