Jakarta, VIVA – Bencana alam tidak hanya meninggalkan kerusakan fisik, tetapi juga berdampak signifikan pada kesehatan mental anak-anak. Kecemasan, trauma, dan gangguan tidur sering muncul pascabencana, memengaruhi proses belajar dan interaksi sosial mereka sehari-hari.
Menyadari hal ini, berbagai pihak di Indonesia mulai mengembangkan program pemulihan psikologis yang terstruktur, dengan tujuan mendukung ketahanan mental generasi muda sekaligus mempersiapkan mereka menghadapi risiko di masa depan. Scroll untuk info lebih lanjut...
Di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, KRESNA HIMPSI, korps relawan bencana di bawah Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), menyelenggarakan rangkaian Psychosocial Support Program bagi anak-anak yang terdampak gempa bumi. Program ini merupakan lanjutan dari capacity building untuk guru yang telah dilaksanakan di Aula BPMP Provinsi Sulawesi Tengah pada 20-21 November 2025.
Inisiatif tersebut dirancang untuk anak-anak dari berbagai jenjang pendidikan, mulai PAUD, TK, SD, hingga SMP, dengan nama program “Rumah Gembira” untuk anak usia dini dan “Menjadi Lebih Kuat” bagi siswa SMP.
Kegiatan berlangsung dari tanggal 23 hingga 26 November 2025 dan mencakup pelatihan interaktif, permainan edukatif, hingga simulasi penyelamatan diri atau Integrated Drill Procedure.
Psikolog sekaligus Sekretaris KRESNA HIMPSI, Nur Afni Indahari Arifin, M.Psi., menjelaskan, program ini merupakan respons terhadap gempa yang terjadi pada 17 Agustus 2025. Gempa berkekuatan sekitar 5,8 SR mengguncang Desa Ueralulu, Kecamatan Poso Pesisir, yang menimbulkan dampak fisik dan psikologis signifikan bagi masyarakat, terutama anak-anak dan tenaga pendidik.
“Kemendikdasmen melibatkan HIMPSI sebagai ahli yang memahami bagaimana melihat kondisi psikologis manusia terkait peristiwa yang menimpanya,” ujar Nur Afni, sebagaimana dikutip dari siaran pers, Rabu, 31 Desember 2025.
Sebelumnya, pada 18 September 2025, HIMPSI telah melakukan pengukuran dampak psikologis pascabencana terhadap 456 siswa. Hasil assessment menunjukkan bahwa lebih dari separuh anak mengalami kecemasan, ketegangan, dan kekhawatiran berulang, serta mudah merasa takut dalam situasi tertentu.
Sebagian anak mengalami kesulitan tidur dan mimpi buruk yang berhubungan dengan kecemasan pascabencana. Temuan ini menunjukkan perlunya intervensi psikologis intensif, terutama bagi anak-anak yang rentan dan memerlukan pendampingan berkelanjutan.





