- Ketua DPP PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira, mengkritik keras wacana pengembalian Pilkada dipilih oleh DPRD.
- Andreas berpendapat bahwa mengembalikan Pilkada tidak langsung akan memicu kemarahan publik karena merampas kedaulatan rakyat.
- Ia menekankan landasan hukum Pilkada langsung mengacu pada UUD 1945 dan Putusan MK Nomor 110/PUU-XXII/2025.
Suara.com - Ketua DPP PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira, memberikan kritik tajam terhadap wacana mengembalikan mekanisme Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) kepada DPRD.
Ia mengingatkan bahwa dalam sistem demokrasi berlaku hukum tidak tertulis: apa yang sudah diberikan kepada rakyat, pantang untuk diambil kembali.
Menurutnya, langkah mengubah kembali Pilkada langsung menjadi tidak langsung akan memicu kemarahan publik karena hak kedaulatan mereka dirampas oleh elit politik.
"Hak demokrasi yang sudah diberikan kepada rakyat ini mau diambil kembali? Saya kira rakyat akan marah, karena hak ini akan diambil lagi oleh elit-elit yang ingin melanggengkan kekuasaannya," tegas Andreas kepada wartawan, Rabu (31/12/2025).
Ia menjelaskan secara detail aspek legalitas yang mendasari Pilkada harus tetap dilaksanakan secara langsung. Ia merujuk pada Pasal 18 ayat 4 dan Pasal 22E ayat 1 UUD 1945 hasil amandemen.
Terlebih, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 110/PUU-XXII/2025 telah menegaskan bahwa Pilkada adalah rezim Pemilu, bukan rezim pemerintahan daerah.
"Kaitan Pasal 18 ayat 4 dan Pasal 22E ayat 1 UUD 1945 jelas menyuratkan bahwa dipilih 'secara demokratis' itu maknanya tunggal, yaitu dipilih 'secara langsung'. Hal ini mempertegas kedaulatan ada di tangan rakyat," jelasnya.
Ia juga meluruskan sejarah penggunaan frasa "dipilih secara demokratis" dalam UUD 1945.
Menurutnya, rumusan tersebut dahulu merupakan solusi taktis Panitia Ad Hoc Amandemen untuk mengakomodasi kekhususan daerah seperti DIY dan DKI Jakarta, namun semangat dasarnya tetap selaras dengan Pilpres dan Pileg, yakni pemilihan langsung.
Baca Juga: Gerindra Soal Pilkada Lewat DPRD: Opsi Rasional Tekan Biaya Politik Tinggi
Andreas secara terbuka mempertanyakan motivasi di balik usulan yang dilempar oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) serta partai anggota koalisi pemerintah, yakni Partai Golkar dan Partai Gerindra.
"Mengapa belakangan Mendagri, Partai Golkar, dan Partai Gerindra mengusulkan Pilkada tidak langsung lagi? Sungguh usulan itu bertentangan dengan UUD 1945, bertentangan dengan keadaban demokrasi, serta ahistoris," katanya.
Alih-alih mengubah mekanisme pemilihan, politisi senior PDIP ini menyarankan pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk fokus memperbaiki kualitas Pilkada langsung yang saat ini sedang berjalan.
"Menurut saya, lebih baik kita benahi sistem pemilihan langsung ini untuk menjadi lebih berkualitas secara demokratis, ketimbang mengambil kembali apa yang sudah diberikan kepada rakyat," pungkasnya.




