Daftar Negara di Ambang Resesi pada 2026, Ada Indonesia?

cnbcindonesia.com
2 jam lalu
Cover Berita
Foto: Seorang demonstran melempar sebuah benda, saat para petani memprotes kesepakatan perdagangan bebas EU-Mercosur antara Uni Eropa dan negara-negara Amerika Selatan anggota Mercosur, pada hari KTT para pemimpin Uni Eropa, di Brussels, Belgia, 18 Desember 2025. (REUTERS/Yves Herman)
Dafar Isi
  • Amerika Serikat
  • Eropa dan Inggris
  • China
  • Rusia

Jakarta, CNBC Indonesia - Gejolak regional, tekanan global, serta meluasnya penggunaan teknologi baru kembali diperkirakan akan mengubah cara setiap negara menavigasi ekonomi dunia yang penuh ketidakpastian pada 2026.

Gambaran suram itu tecermin dalam laporan terbaru Dana Moneter Internasional (IMF) yang menilai prospek ekonomi global masih rapuh meski ada sedikit perbaikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Dalam World Economic Outlook yang diberi subjudul "Global Economy in Flux, Prospects Remain Dim", IMF memang sedikit merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia seiring meredanya volatilitas dan ketidakpastian perdagangan global. Namun, lembaga itu tetap menegaskan bahwa laju pertumbuhan ke depan akan melambat dibandingkan periode terakhir.


"Ketidakpastian mengenai stabilitas dan arah ekonomi global tetap berada pada tingkat yang mengkhawatirkan," tulis IMF dalam laporan tersebut, sebagaimana dikutip Rabu (31/12/2025).

Baca: Trump Terang-terangan Ingin Segera Rudal Iran, Teheran Respons Begini

Disebutkan pula bahwa perubahan kebijakan, "kerentanan pasar keuangan", serta tekanan struktural pada pasar tenaga kerja global membuat risiko ekonomi masih "condong ke arah negatif".

Berikut sejumlah negara yang berpotensi mengalami resesi atau setidaknya perlambatan ekonomi pada 2026, sebagaimana dikutip dari Newsweek.

Amerika Serikat

Amerika Serikat menjadi salah satu negara yang disorot memiliki risiko perlambatan ekonomi pada 2026. Kebijakan tarif Presiden Donald Trump yang diumumkan pada April, dikenal sebagai "Liberation Day", sempat mengguncang pasar keuangan dan mendorong pelaku usaha menimbun barang sebelum tarif diberlakukan.

Situasi ini memunculkan kekhawatiran resesi hanya beberapa bulan setelah Trump memulai masa jabatan keduanya.

Kecemasan tersebut sempat memuncak ketika estimasi awal menunjukkan ekonomi AS menyusut pada kuartal pertama 2025. Meski demikian, kekhawatiran itu agak mereda setelah pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang kuat pada kuartal kedua dan ketiga.

Namun, para ekonom menilai risiko tidak berhenti pada dampak tarif semata, karena efek kebijakan tersebut masih akan terasa hingga 2026.

Sejumlah analis menyoroti masalah struktural yang berpotensi mendorong AS ke jurang resesi. Ekonom veteran Gary Shilling, yang sebelumnya termasuk pihak awal yang memperingatkan gelembung perumahan menjelang Krisis Keuangan Global 2007, menyebut konsumen AS saat ini "terjerat utang hingga ke leher". Ia menggambarkan kondisi ekonomi AS sebagai "lingkungan yang sudah mendatar" dan rentan terguncang oleh kejutan apa pun, terutama jika gelembung kecerdasan buatan (AI) pecah.

Saham-saham berbasis AI kini menyumbang sekitar sepertiga kapitalisasi pasar indeks S&P 500, menurut estimasi Bank of England. Sementara itu, ekonom Harvard Jason Furman mencatat bahwa investasi di sektor AI menyumbang lebih dari 90% pertumbuhan PDB AS pada paruh pertama 2025.

Kondisi ini membuat potensi koreksi tajam di sektor tersebut berisiko menyebar ke seluruh perekonomian.

Dean Baker, ekonom dan salah satu pendiri Center for Economic and Policy Research (CEPR), mengatakan kepada Newsweek bahwa risiko terbesar, yang pertama dan terutama bagi ekonomi AS, adalah runtuhnya gelembung AI.

"Hilangnya kekayaan saham senilai triliunan dolar akan menyebabkan konsumsi anjlok. Selain itu, karena terdapat leverage besar yang terkait dengan AI dan kripto, kita hampir pasti akan melihat tekanan besar dalam sistem keuangan. Akan ada dampak lanjutan di Eropa dan wilayah lain di dunia, tetapi AS akan menjadi korban terbesar dari kejatuhan tersebut," jelasnya

Eropa dan Inggris

Di Eropa, sejumlah ekonomi terbesar diperkirakan tumbuh lebih lambat dibandingkan rata-rata global sebesar 3,1% yang diproyeksikan IMF. Hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya dua kuartal berturut-turut kontraksi PDB, kriteria teknis yang umum digunakan untuk mendefinisikan resesi.

Prancis diperkirakan tumbuh 0,9 persen, Jerman 0,9 persen, dan Italia 0,8 persen. Secara keseluruhan, prospek zona euro dinilai lesu karena kawasan tersebut bergulat dengan tingkat utang yang tinggi, ketidakpastian kebijakan perdagangan, serta dampak berkepanjangan dari perang Rusia di Ukraina.

Untuk Inggris, yang relatif kurang terdampak tarif berkat kesepakatan dengan Trump pada Mei, IMF memangkas proyeksi pertumbuhan 2026 menjadi 1,3 persen dari sebelumnya 1,4 persen pada Juli.

"Negara-negara Eropa pada umumnya menghadapi pertumbuhan yang lambat pada 2026," kata Baker.

Ia menambahkan bahwa "kabar buruk yang serius, seperti obsesi berlebihan untuk menekan defisit, bisa mendorong mereka ke dalam resesi." Meski begitu, Baker menilai setiap bentuk penyelesaian konflik di Ukraina "kemungkinan akan berdampak positif", karena upaya rekonstruksi negara tersebut dapat memberikan "dorongan permintaan yang signifikan" bagi ekonomi Eropa.

China

Prospek China juga dinilai lemah. "Prospek China tetap rapuh," tulis IMF. Laporan itu mencatat bahwa lebih dari empat tahun setelah pecahnya gelembung properti, sektor tersebut belum kembali stabil. Investasi real estat terus menyusut, sementara perekonomian berada di ambang siklus deflasi berbasis utang.

Selain masalah perumahan, muncul pula pertanyaan tentang seberapa lama China dapat terus mengandalkan ekspor manufaktur, terutama jika pengiriman barang ke Amerika Serikat terus menurun. Beijing selama ini memberikan subsidi besar pada sektor manufaktur, namun belum berhasil mendorong pertumbuhan permintaan domestik secara signifikan.

Shilling menilai ekonomi China tampak "sangat rentan" memasuki 2026, mengingat sektor properti yang "tertekan" serta upaya pemerintah untuk mendorong konsumsi dan membalikkan tren deflasi yang belum menunjukkan "tanda-tanda kuat dalam merangsang aktivitas konsumen".

Meski demikian, ia tidak memperkirakan ekonomi China akan runtuh dalam waktu dekat, dan IMF masih memproyeksikan pertumbuhan PDB China sebesar 4,2 persen pada 2026.

Rusia

Rusia juga menghadapi tantangan berat. Negara itu telah bertahun-tahun berada di bawah sanksi internasional sejak invasi ke Ukraina pada Februari 2022. Lonjakan belanja publik akibat perang, ditambah daya tarik ekspor energi, sempat mendorong pertumbuhan ekonomi signifikan pada 2023 dan 2024.

Namun, kondisi tersebut memunculkan pertanyaan apakah Moskow benar-benar mampu bertahan dari tekanan finansial Barat dalam jangka panjang.

Tahun ini, pertumbuhan ekonomi Rusia melambat tajam. Data badan statistik utama Rusia menunjukkan pertumbuhan hanya 0,6% secara tahunan pada kuartal ketiga, sejalan dengan proyeksi IMF dan bank sentral negara itu. Ke depan, IMF memperkirakan pertumbuhan Rusia pada 2026 tetap terbatas, sekitar 1%.

Meski demikian, sejumlah analis menilai 2026 bisa menjadi titik kritis bagi Rusia. Mereka memperkirakan tekanan dari pembiayaan perang, sanksi baru yang semakin membatasi ruang ekspansi, serta kerentanan struktural di sektor keuangan dapat mendorong negara tersebut ke dalam perlambatan ekonomi yang lebih dalam.

Dengan risiko yang membayangi berbagai kawasan utama dunia, IMF menegaskan bahwa 2026 berpotensi menjadi tahun penuh tantangan, di mana ketahanan kebijakan ekonomi dan stabilitas keuangan akan sangat menentukan arah pemulihan global.

 


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Eropa Memanas, Rusia Pasang Rudal Hipersonik Oreshnik di Belarusia

Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Purbaya Yakin IHSG Bisa Tembus 10.000 pada 2026
• 1 jam lalurepublika.co.id
thumb
Hasil Liga Inggris, Klasemen, dan Top Skor: Arsenal Juara Paruh Musim, Chelsea dan MU Makin Tertinggal
• 16 jam laluharianfajar
thumb
Menko Polkam: Situasi Keamanan Jelang Tahun Baru 2026 Terpantau Kondusif
• 1 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Gunung Semeru Erupsi Tiga Kali Rabu Pagi, Kolom Abu Capai 900 Meter
• 12 jam lalutvrinews.com
thumb
Impresif! Ini Sederet Capaian BRI dan Kontribusi untuk Negeri di Sepanjang Tahun 2025
• 8 jam lalufajar.co.id
Berhasil disimpan.