TANGERANG - Konflik elite Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memicu keprihatinan luas, terutama dari kalangan akar rumput dan lingkungan pesantren. Pengasuh sekaligus pendiri Pondok Pesantren Salafi Nahdlatul Ulum, Tangerang, Banten, KH Imaduddin Utsman al-Bantani, meminta pemerintah tidak ikut campur dalam dinamika internal organisasi keagamaan terbesar di Indonesia tersebut.
"Kita berharap warga Nahdlatul Ulama akan mampu melewati dinamika internal ini dengan sebaik-baiknya, dan kemaslahatan akan menjadi jawaban dari segala macam pertanyaan di dalam hati warga NU," kata Kiai Imaduddin, Senin (8/12/2025).
Menurutnya, negara tidak boleh membawa motif elektoral dalam konflik kepemimpinan di tubuh PBNU. Ia menegaskan bahwa NU harus dipandang sebagai aset bangsa yang perlu dijaga demi keutuhan dan persatuan nasional.
"Negara harus melihat NU sebagai aset bangsa Indonesia. Kepentingannya adalah agar NU tetap menjadi organisasi yang besar, jaya, dan tidak bisa dipecah-belah," ujarnya.
Ia mengibaratkan pemerintah sebagai orang tua yang seharusnya mampu mengayomi, bukan justru terjun dengan agenda politik tertentu. "Pemerintah atau para politisi harus melihat dinamika di NU sebagai negarawan yang memiliki kesamaan visi, bukan turun demi kepentingan politik," katanya.
Kiai Imaduddin mengingatkan agar negara tidak menyusupkan kepentingan tersembunyi dalam proses konflik PBNU, termasuk mendorong figur calon ketua umum yang dianggap dekat dengan kekuasaan.
"Kita berharap warga Nahdlatul Ulama akan mampu melewati dinamika internal ini dengan sebaik-baiknya, dan kemaslahatan akan menjadi jawaban dari segala macam pertanyaan di dalam hati warga NU," kata Kiai Imaduddin, Senin (8/12/2025).
Menurutnya, negara tidak boleh membawa motif elektoral dalam konflik kepemimpinan di tubuh PBNU. Ia menegaskan bahwa NU harus dipandang sebagai aset bangsa yang perlu dijaga demi keutuhan dan persatuan nasional.
"Negara harus melihat NU sebagai aset bangsa Indonesia. Kepentingannya adalah agar NU tetap menjadi organisasi yang besar, jaya, dan tidak bisa dipecah-belah," ujarnya.
Ia mengibaratkan pemerintah sebagai orang tua yang seharusnya mampu mengayomi, bukan justru terjun dengan agenda politik tertentu. "Pemerintah atau para politisi harus melihat dinamika di NU sebagai negarawan yang memiliki kesamaan visi, bukan turun demi kepentingan politik," katanya.
Kiai Imaduddin mengingatkan agar negara tidak menyusupkan kepentingan tersembunyi dalam proses konflik PBNU, termasuk mendorong figur calon ketua umum yang dianggap dekat dengan kekuasaan.




