Seruan menjaga semangat perdamaian didengungkan seiring meningkatnya tensi antara aparat keamanan dan warga sipil di Aceh, Kamis (25/12/2025). Perdamaian penting dijaga agar semua pihak tetap fokus memulihkan Aceh seusai dilanda bencana ekologis sebulan lalu.
Gesekan antara aparat keamanan dan warga sipil pembawa bantuan bencana di kawasan Aceh Utara terjadi pada Kamis lalu. Warga sipil mengalami kekerasan fisik oleh aparat bersenjata setelah membawa bendera yang identik dengan atribut Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Insiden itu pun disoroti Wali Nanggroe Aceh Teungku Malik Mahmud Al Haythar. Dalam siaran pers yang diterima Kompas, Sabtu (27/12/2025), dia menyatakan prihatin. Dalam kondisi tanggap darurat bencana, aparat semestinya menjaga ketertiban tanpa melukai rasa keadilan dan kemanusiaan.
”Aceh secara sadar dan bermartabat telah memilih perdamaian. Oleh karena itu, setiap dinamika sosial di Aceh, itu harus dikelola melalui pendekatan persuasif, dialogis, dan berlandaskan hukum agar tidak menggerus kepercayaan masyarakat terhadap negara,” ujarnya.
Malik Mahmud pun mengimbau semua pihak, baik aparat maupun masyarakat, untuk menahan diri, menjaga ketenangan, dan tidak terpancing oleh situasi yang bisa memperkeruh suasana. ”Stabilitas Aceh hanya dapat terjaga melalui sikap saling menghormati, kepatuhan terhadap hukum, dan kesadaran akan tanggung jawab bersama sebagai satu bangsa,” katanya.
Semua pihak harus memprioritaskan isu kemanusiaan dan pemulihan Aceh. Negara diminta segera membentuk dan mengaktifkan Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh yang terintegrasi, profesional, dan berkelanjutan. Sebaliknya, masyarakat diimbau menjaga semangat perdamaian Aceh.
Dampak bencana telah cenderung meluas dan berkepanjangan sehingga butuh perhatian dan penanganan serius dari semua pihak. ”Banyak warga terdampak yang masih sangat membutuhkan bantuan dasar, seperti makanan, obat-obatan, layanan kesehatan, dan tempat berlindung yang layak,” ucapnya.
Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah saat acara Peringatan Tsunami dan Doa Bersama Musibah Banjir Aceh di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Jumat (26/12/2025), mengatakan, peristiwa di Aceh Utara pada Kamis itu tidak seharusnya terjadi. Pasalnya, Aceh masih berada di tengah masa tanggap darurat bencana.
Fadhlullah berharap aparat keamanan menahan diri dalam menghadapi situasi di lapangan. Kedepankan pendekatan persuasif dan humanis agar tidak memicu konflik baru yang bisa menguras energi.
Fadhlullah pun mengajak semua kelompok masyarakat, termasuk mantan kombatan GAM, untuk bersama-sama menjaga kondusivitas Aceh. Sebab, saat ini, banyak warga terdampak bencana yang masih membutuhkan bantuan.
”Mari kita bersama-sama akhiri peristiwa di Aceh Utara kemarin dengan kebaikan. Mari kita jaga kekompakan dan bersatu padu dalam misi kemanusiaan membantu saudara-saudara kita yang mengalami bencana,” ujarnya, seperti disiarkan dalam kanal Youtube @MASJIDRAYATV, Jumat.
Berdasarkan Laporan Pantauan Data Penanggulangan Bencana Alam di Posko Terpadu Pemerintah Aceh per Sabtu pukul 20.00 WIB, bencana Aceh menyebabkan 513 jiwa meninggal, 31 orang masih hilang, 474 orang luka berat, dan 4.939 orang luka ringan. Bencana itu pun mengakibatkan 69.956 keluarga atau 278.809 jiwa mengungsi ke 1.008 lokasi.
Secara keseluruhan, bencana kali ini berdampak terhadap 553.471 keluarga atau 2.113.303 jiwa. Warga terdampak tersebar di 3.544 kampung dari 200 kecamatan di 18 kabupaten/kota dari total 23 kabupaten/kota di Aceh.
Mari kita jaga kekompakan dan bersatu padu dalam misi kemanusiaan membantu saudara-saudara kita yang mengalami bencana.
Pemerintah Aceh untuk kedua kalinya memperpanjang status tanggap darurat bencana pada Kamis. Masa perpanjangan itu berlaku selama 14 hari ke depan atau mulai dari 26 Desember 2025 hingga 8 Januari 2025.
Salah satu alasan perpanjangan itu karena banyak warga terdampak yang masih terisolasi. Akibatnya, mereka belum tersentuh bantuan dasar, mulai dari makanan, obat-obatan, layanan kesehatan, hingga hunian sementara.
Warga terdampak yang masih terisolasi itu berada di kawasan pelosok di wilayah pesisir timur Aceh dan wilayah tengah atau pegunungan. Itu terjadi karena akses darat dari dan menuju wilayah tersebut masih putus atau lumpuh.
Sekretaris Daerah Aceh M Nasir menyampaikan, pihaknya tengah menyusun skema work from home (WFH) bagi sebagian aparatur sipil negara (ASN). Tujuannya, agar mereka bisa mengerahkan ASN untuk membantu proses pembersihan dan pemulihan di wilayah terdampak parah. ”Ini menjadi bagian upaya percepatan penanganan dampak bencana,” katanya.
Suasana aman dan damai sangat dibutuhkan dalam proses penanganan dampak bencana yang belum sepenuhnya tuntas di Aceh. Karena itu, semua pihak harus mengedepankan rasa kemanusiaan terhadap warga terdampak di atas kepentingan ego masing-masing. Damailah selalu ”Negeri Serambi Mekkah”….





