ANGGOTA Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Heru Tjahjono menegaskan bahwa penetapan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2026 harus didasarkan pada kepatuhan terhadap PP Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan serta semangat kebersamaan antara pemerintah, buruh, dan dunia usaha. Itu disampaikan merespons demonstrasi besar-besaran buruh yang akan digelar, besok di depan Istana Negara, Jakarta.
Ia menyatakan bahwa UMP tidak boleh dipahami semata sebagai angka administratif, melainkan harus mencerminkan kondisi ekonomi daerah secara realistis agar memberi dampak positif bagi masyarakat dan pelaku usaha.
Heru menambahkan bahwa kenaikan UMP yang ditetapkan secara proporsional berpotensi menjadi pendorong daya beli masyarakat, khususnya bagi pekerja berupah minimum.
“Peningkatan daya beli tersebut diyakini mampu merangsang konsumsi rumah tangga dan memberikan efek berganda bagi sektor UMKM, perdagangan, serta jasa lokal. Keseimbangan antara kenaikan upah dan produktivitas menjadi kunci agar dunia usaha tetap kompetitif,” tutur Heru, Minggu (28/12).
Lebih lanjut, Heru menyerukan pentingnya transparansi dalam penggunaan indeks dan formula pengupahan di setiap provinsi, serta konsistensi dalam implementasi kebijakan UMP 2026.
“Dengan sinergi yang kuat antara pekerja yang produktif dan pengusaha yang adaptif, kita dapat memperkuat ketahanan ekonomi nasional serta menjaga stabilitas sosial dan ekonomi di tahun mendatang,” tandasnya.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama Partai Buruh menyampaikan bahwa puluhan ribu buruh akan melakukan aksi demonstrasi selama dua hari berturut-turut pada 29 dan 30 Desember 2025 di Istana Negara, Jakarta.
Aksi tersebut membawa isu utama penolakan terhadap nilai kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta Tahun 2026, tuntutan pemberlakuan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) DKI Jakarta 2026 yang layak di atas Kebutuhan Hidup Layak (KHL) serta penolakan terhadap penetapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) se-Jawa Barat. (H-4)





