Pengelolaan zakat di Indonesia memasuki babak baru. Lembaga Amil Zakat Persatuan Islam (LAZ PERSIS) secara resmi menetapkan arah kebijakan strategis tahun 2026 sebagai momentum transformasi pengelolaan zakat, infak, dan sedekah (ZIS) agar semakin profesional, inklusif, transparan, serta berdampak berkelanjutan bagi umat.
Arah kebijakan tersebut ditegaskan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) LAZ PERSIS yang digelar di Grand Pasundan, Bandung, Sabtu (27/12/2025). Rakernas ini menjadi ruang konsolidasi penting untuk merespons dinamika sosial, kemajuan teknologi, serta meningkatnya ekspektasi publik terhadap tata kelola dana umat yang modern dan akuntabel.
Transformasi LAZ PERSIS 2026 dibangun di atas tiga pilar utama, yakni digitalisasi, inklusivitas, dan peningkatan dampak. Ketiganya disinergikan dengan penguatan tata kelola kelembagaan yang profesional serta kepatuhan terhadap regulasi, guna memastikan zakat tidak hanya tersalurkan, tetapi benar-benar menghadirkan perubahan sosial yang berkelanjutan.
Direktur Utama LAZ PERSIS, Angga Nugraha, menegaskan bahwa kebijakan strategis ini dirancang sebagai jawaban atas perubahan zaman. Zakat, menurutnya, tidak lagi cukup dikelola secara konvensional, tetapi harus bertransformasi menjadi instrumen keadilan sosial yang relevan dengan era digital.
“Transformasi 2026 kami arahkan agar zakat tidak hanya dikelola secara lebih efisien, tetapi juga lebih adil, lebih transparan, dan lebih berdampak. Kami ingin memastikan bahwa setiap rupiah dana umat benar-benar sampai, tepat sasaran, dan mampu mengubah kehidupan mustahik secara berkelanjutan,” ujar Angga
Amanat transformasi tersebut sejalan dengan pesan Ketua Umum PERSIS, KH. Dr. Jeje Zaenudin, dalam taushiyah pembukaan Rakernas. Ia menekankan pentingnya memperluas gerakan zakat, khususnya dari sisi penghimpunan, agar keberpihakan dan kebermanfaatan kepada umat semakin kuat.
“Pengembangan gerakan zakat harus terus diperluas terutama dari sisi penghimpunan agar keberpihakan dan kebermanfaatan kepada umat semakin kuat dan terus meningkat,” tegasnya.
Dalam peta jalan transformasi LAZ PERSIS, digitalisasi tidak dimaknai sebatas penyediaan kanal pembayaran daring. Lebih dari itu, digitalisasi diposisikan sebagai transformasi sistemik terhadap seluruh rantai nilai pengelolaan zakat, mulai dari penghimpunan, pengelolaan data, penyaluran, hingga pelaporan berbasis sistem digital terintegrasi.
Angga menilai, digitalisasi merupakan instrumen kunci untuk memperkuat transparansi, akuntabilitas, dan kepercayaan publik yang menjadi modal sosial utama dalam pengelolaan dana umat.
Baca Juga: Rayakan HUT Tanpa Karangan Bunga, SEI Pilih Wariskan 1.000 Pohon untuk Masa Depan Bandung
“Kepercayaan umat adalah fondasi kami. Digitalisasi kami dorong untuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas, bukan sekadar mengejar kecepatan transaksi,” ujarnya.
Pilar inklusivitas memastikan bahwa transformasi zakat tidak hanya efisien secara teknis, tetapi juga adil secara sosial. Dari sisi muzakki, LAZ PERSIS memperluas akses layanan melalui platform digital hingga menjangkau wilayah terpencil dan diaspora, disertai fleksibilitas metode pembayaran.
Sementara dari sisi mustahik, penyaluran zakat dipastikan tidak diskriminatif dan mencakup seluruh delapan asnaf. Perhatian khusus diberikan kepada kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, masyarakat adat, lansia tunggal, anak yatim, serta masyarakat di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Arah kebijakan 2026 juga menandai pergeseran paradigma zakat, dari sekadar penyaluran bantuan menuju penciptaan perubahan sosial yang berkelanjutan. Keberhasilan program tidak lagi diukur dari output semata, tetapi dari outcome dan dampak jangka panjang, termasuk mendorong lahirnya transformasi Mustahik to Muzakki (M2M).
“Kami ingin zakat menjadi alat transformasi sosial. Bukan hanya membantu hari ini, tetapi menguatkan kehidupan umat untuk masa depan,” kata Angga.
Komitmen transformasi tersebut diperkuat oleh capaian kinerja LAZ PERSIS sepanjang 2025. Secara kelembagaan, LAZ PERSIS kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam audit laporan keuangan serta memperoleh predikat “Baik” dalam audit syariah yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI.
Baca Juga: Gelar Bimtek Program KDKMP, LPDB Koperasi Kuatkan Ekosistem Koperasi Ormas Islam
Dari sisi layanan, pada periode Januari hingga Oktober 2025, LAZ PERSIS telah menjangkau 175.673 penerima manfaat di berbagai wilayah Indonesia melalui program pendidikan, dakwah, layanan kesehatan, bantuan ekonomi, dan layanan kemanusiaan.
“Capaian ini menjadi amanah besar bagi kami. Karena itu, transformasi 2026 kami niatkan sebagai lompatan kualitas agar zakat benar-benar menjadi kekuatan kemandirian umat,” ujar Angga.
Ke depan, LAZ PERSIS menempatkan sinergi antara teknologi, tata kelola, etika, dan kolaborasi lintas sektor sebagai fondasi pembangunan ekosistem zakat modern yang inklusif dan berkelanjutan. Zakat diarahkan tidak hanya untuk merespons kemiskinan, tetapi juga membangun kemandirian umat melalui pemberdayaan UMKM, pelatihan kerja, pendidikan, dan penguatan sosial berbasis data.
Transformasi LAZ PERSIS 2026 diharapkan menjadikan zakat sebagai instrumen perubahan sosial yang adil, bermartabat, dan relevan dengan tantangan filantropi di era digital, tanpa meninggalkan nilai amanah dan kepercayaan umat.





