Selama Zaman Es terakhir, ketika permukaan laut jauh lebih rendah daripada sekarang, Papua dan Australia merupakan bagian dari satu daratan besar, yang dikenal sebagai Paparan Sahul. Sementara itu, sebagian besar Kepulauan Indonesia menjadi satu dengan daratan Asia atau dikenal sebagai Paparan Sunda.
Di antara dua daratan besar ini, terdapat Kepulauan Wallacea yang dipisahkan lautan. Pulau-pulau kecil di Zona Wallacea dipisahkan oleh laut dalam yang menjadi penghambat bagi penyebaran flora dan fauna.
Di sisi lain, spesies kita, Homo sapiens, berevolusi di Afrika dan melakukan perjalanan panjang hingga mencapai Paparan Sunda. Salah satu bukti tertua keberadaan manusia modern di Paparan Sunda adalah lukisan tangan di karst Sangkulirang–Mangkalihat, Kalimantan Timur, serta temuan fosil manusia di Goa Nipah, Serawak sekitar 50.000 tahun lalu.
Bukti-bukti arkeologis juga menunjukkan bahwa manusia modern berhasil menyeberangi Kepulauan Wallacea dan menghuni Paparan Sahul sejak puluhan ribu tahun lalu.
Meski demikian, telah terjadi perdebatan panjang di kalangan ilmuwan tentang waktu penghunian pertama di Sahul dan rute yang pertama kali dilalui orang-orang untuk melakukan perjalanan menyeberangi laut ke benua tersebut.
Ada dua pandangan tentang waktu penghunian Papua dan Australia. Kronologi panjang menunjukkan bahwa pemukiman pertama terjadi sekitar 60.000 tahun yang lalu, sedangkan sebagian berpendapat kronologi lebih pendek bahwa pendaratan pertama baru terjadi sekitar 50.000 tahun lalu.
Penelitian baru kolaborasi ahli arkeogenetika, arkeolog, ilmuwan bumi, dan oseanografer dalam Science Advances pada November 2025 telah mengungkap siapa, di mana, dan kapan migrasi maritim awal ini terjadi. Francesca Gandini dan Martin B. Richards dari School of Applied Sciences, University of Huddersfield, Inggris menjadi penulis utama kajian ini.
Sementara riset Helen Farr dari Pusat Arkeologi Maritim Universitas Southampton, telah memperjelas pemukiman pertama manusia modern, Homo sapiens, di Papua dan Australia. Riset ini memperbaiki pemahaman kita tentang asal usul pelayaran dan mobilitas maritim.
Sedangkan tim interdisipliner dari Universitas Minho (Portugal), Universitas La Trobe (Australia), dan Universitas Oxford (Inggris) menganalisis hampir 2.500 genom DNA mitokondria (mtDNA) penduduk asli Australia, penduduk Papua Nugini, dan orang-orang dari Pasifik barat dan Asia Tenggara. Mereka menggunakan genom ini untuk membangun pohon silsilah dan melihat bagaimana garis keturunan dalam pohon tersebut didistribusikan dari satu populasi ke populasi lainnya.
Semua DNA berubah secara bertahap seiring waktu dan mereka menggunakan laju perubahan dalam garis keturunan—yang dikenal sebagai "jam molekuler"—untuk menentukan usia garis keturunan dari setiap wilayah.
Manusia modern, Homo sapiens, berevolusi di Afrika, dan mtDNA dengan jelas menunjukkan bahwa hanya ada satu migrasi utama manusia modern yang berhasil keluar dari Afrika, diperkirakan sekitar 70.000 tahun yang lalu. Mereka kemudian menemukan bahwa garis keturunan paling kuno pada penduduk asli Australia, penduduk Papua Nugini, atau keduanya, tetapi tidak di tempat lain, berasal dari sekitar 60.000 tahun yang lalu.
Serial Artikel
Kepulauan Wallacea, Zona Pembauran Genetika Manusia
Analisis genetik manusia kuno yang ditemukan di delapan situs arkeologi di Sulawesi, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur menunjukkan, Kepulauan Wallacea menjadi ”melting pot” manusia sejak ribuan tahun lalu.
Asal usul garis keturunan paling kuno dapat ditelusuri kembali ke Asia Tenggara. Tim tersebut menemukan bahwa mayoritas garis keturunan berasal dari kelompok manusia yang berjalan melalui bagian utara Asia Tenggara, yaitu Indonesia utara dan Filipina. Sebagian kecil garis keturunan berasal dari mereka yang melalui rute bagian selatan, yaitu Indonesia selatan, Malaysia, dan Indochina. Hal ini menunjukkan setidaknya ada dua jalur penyebaran yang berbeda ke Paparan Sahul.
Lebih jauh lagi, garis keturunan jalur utara menyebar ke seluruh Papua dan Papua Nugini serta Australia, sedangkan garis keturunan jalur selatan terbatas hanya di Australia bagian selatan. Namun, kedua kelompok garis keturunan tersebut berasal dari waktu kedatangan yang hampir sama.
Bukti-bukti arkeologis juga menunjukkan bahwa manusia modern berhasil menyeberangi Kepulauan Wallacea dan menghuni Paparan Sahul sejak puluhan ribu tahun lalu.
Terakhir, tim menguji hasil tersebut dengan evaluasi ulang terperinci terhadap data kromosom Y yang diwariskan melalui garis keturunan laki-laki. Mereka juga menguji data genomik yang diwariskan melalui kedua garis keturunan, serta pola arkeologis, paleogeografis, dan lingkungan untuk menggabungkan seluruh rangkaian bukti yang tersedia.
Richards mengatakan, "kami merasa ini adalah dukungan kuat untuk kronologi panjang. Namun, perkiraan berdasarkan jam molekuler selalu dapat dipertanyakan, dan DNA mitokondria hanyalah satu garis keturunan."
Saat ini para peneliti sedang menganalisis ratusan urutan genom manusia lengkap untuk menguji terhadap ribuan garis keturunan lainnya di seluruh genom manusia.
Farr mengatakan, temuan ini membantu menyempurnakan pemahaman kita tentang asal usul manusia, mobilitas maritim, dan narasi pelayaran awal. "Ini mencerminkan warisan yang sangat mendalam yang dimiliki komunitas adat di wilayah ini dan keterampilan serta teknologi para pelaut awal ini," tuturnya.
Sebelumnya, penelitian Patrick Roberts, arkeolog dari Max Planck Institute for the Science of Human History, Jerman bersama arkeolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Mahirta dan tim di jurnal Nature Communication pada 2020, mengungkap bukti-bukti awal adaptasi manusia paling awal terhadap lingkungan pesisir di Zona Wallacea. Temuan riset di Pulau Alor dan Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur ini menunjukkan peran penting kawasan ini dalam membentuk tradisi maritim.
Berdasarkan informasi stratigrafi dan kronologis yang terinci untuk enam lokasi yang diteliti di NTT, para peneliti membagi data manusia dan fauna menjadi fase penghunian pulau yang lebih luas untuk Timor dan Alor. Disimpulkan bahwa, manusia paling awal yang tiba di dua pulau ini berspesialisasi dalam penggunaan sumber daya pesisir dan laut.
Kajian sebelumnya oleh arkeolog Australia, Sue O'Connor dan tim di jurnal Nature pada 2011 juga menemukan Homo sapiens awal di Pulau Timor telah mampu melakukan perjalanan laut jarak jauh. O'Connor menunjukkan sisa-sisa beragam spesies ikan pelagis dan alat pancing untuk laut dalam, berumur sekitar 42.000 tahun lalu di situs hunian Jerimalai di Timor Leste.
Alat penangkapan ikan pelagis tersebut merupakan yang tertua di dunia, yang menjadi bukti kemampuan pelayaran maritim awal sehingga mendukung teori pelayaran manusia di masa itu menuju ke Australia.
Serangkaian temuan ini menunjukkan bahwa Indonesia, terutama Kepulauan Wallacea menjadi lokus awal budaya maritim dan menjadi lompatan migrasi awal manusia sebelum mencapai Australia.




