Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah-DI Yogyakarta kembali menunjukkan peningkatan aktivitas erupsi berupa luncuran awan panas guguran. Namun, aktivitas wisata di lereng Merapi dinyatakan masih aman. Bagaimana penjelasannya?
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) mencatat terjadi dua kali luncuran awan panas guguran (APG) pada Sabtu (27/12/2025). BPPTKG merupakan lembaga di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang bertugas memonitor aktivitas Gunung Merapi dan memberi rekomendasi mitigasi bencananya.
Berdasarkan data BPPTKG, APG pertama berlangsung pada Sabtu pukul 11.21 WIB dengan jarak luncur sejauh 1,5 kilometer ke arah hulu Kali Krasak di sektor barat daya gunung.
Berselang 10 menit kemudian, APG kedua meluncur sejauh 2 km ke arah yang sama. Kali Krasak merupakan perbatasan alami yang memisahkan Kabupaten Magelang (Jawa Tengah) dan Kabupaten Sleman (DIY).
Selain APG, sepanjang Sabtu, BPPTKG juga mencatat sebanyak 10 kali guguran lava ke arah Kali Bebeng, Kali Krasak, dan Kali Sat/Kali Putih. Jarak luncur maksimal guguran itu adalah 2 km.
Sebelum kejadian APG, hujan mengguyur wilayah DIY dan Jateng sejak Jumat (26/12) sore hingga Sabtu (27/12) pagi. Kepala BPPTKG Agus Budi Santoso, saat dikonfirmasi, Minggu (28/12), menyebut, hujan itu bisa menjadi pemicu awan panas guguran di Merapi.
Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan struktur kubah lava menjadi tidak stabil sehingga material kubah lava tersebut gugur dan menjadi awan panas. Saat ini, Merapi memiliki dua kubah di puncaknya, yakni di barat daya dan di tengah.
Menurut data BPPTKG, berdasarkan analisis foto udara pada 13 Desember 2025, volume kubah barat daya diperkirakan sebesar 4,17 juta meter kubik. Adapun volume kubah tengah sebanyak 2,37 juta meter kubik.
Karena itulah, Agus menjelaskan, setiap terjadi hujan, pihaknya selalu memperingatkan tentang potensi peningkatan aktivitas erupsi Merapi, termasuk kemungkinan terjadinya awan panas. “Seperti itu sudah menjadi perilaku erupsi Merapi saat ini,” ujar Agus.
Perilaku dimaksud adalah erupsi efusif Merapi, yang fasenya sudah berlangsung sejak 4 Januari 2021 atau hampir lima tahun. Hal ini berbeda dengan pola erupsi eksplosif Merapi yang terjadi pada 2010 silam.
Adapun status aktivitas Merapi tetap pada Siaga atau Level III, setingkat di bawah status tertinggi, yakni Awas atau Level IV. Status Siaga ini masih dipertahankan sejak 5 November 2020. Sejauh ini, suplai magma dari perut Merapi pun masih terus berlangsung sehingga belum bisa dipastikan kapan fase erupsi efusif Merapi ini berakhir.
Terkait potensi dampaknya terhadap pariwisata, Agus mengatakan, jarak luncur APG yang terjadi pada Sabtu tergolong pendek, yakni maksimal 2 km dari puncak. Jarak itu masih berada di dalam parameter yang direkomendasikan BPPTKG sehingga dinyatakan masih aman untuk aktivitas pariwisata.
BPPTKG telah menetapkan sejumlah parameter potensi bahaya terkait aktivitas erupsi gunung setinggi 2.968 meter dari permukaan laut itu. Salah satunya adalah rekomendasi jarak aman dari luncuran awan panas dan guguran lava di sejumlah aliran kali atau sungai yang berhulu ke Merapi.
Di sektor selatan-barat daya, guguran lava dan APG dapat meluncur sejauh maksimal 5 km di Sungai Boyong serta maksimal 7 km di Sungai Bedog, Krasak, dan Bebeng. Adapun di sektor tenggara, ancaman bencana itu dapat meluncur sejauh maksimal 3 km di Sungai Woro dan 5 km di Sungai Gendol.
Kemarin malah banyak yang berhenti untuk foto-foto sebentar, kemudian jalan lagi.
Jika terjadi letusan eksplosif, material vulkanik dapat menjangkau radius 3 km dari puncak. Dalam radius tersebut, tidak ada kawasan permukiman atau obyek wisata.
Sebagai contoh, obyek wisata di wilayah DIY yang paling dekat dengan puncak Merapi adalah Bukit Klangon di Kecamatan Cangkringan, Sleman, yakni 4 km garis lurus. Adapun destinasi favorit lainnya, seperti Kaliadem dan Museum Petilasan Mbah Maridjan berjarak 4,6 km dari puncak.
Hal ini pun dikonfirmasi Ketua Asosiasi Jip Wisata Lereng Merapi (AJWLM) Wilayah Barat, Dardiri. Dia mengatakan, aktivitas tur jip wisata di kawasan lereng Merapi sisi Sleman itu tidak terdampak kejadian awan panas Merapi.
Selain aktivitas wisata yang berada jauh di luar zona bahaya, arah luncur APG juga tidak ke selatan atau ke arah Sleman, melainkan ke barat daya. Para wisatawan justru antusias karena bisa melihat langsung luncuran APG itu dari kejauhan.
“Momen itu, kan, tidak terjadi setiap saat. Jadi, kemarin malah banyak yang berhenti untuk foto-foto sebentar, kemudian jalan lagi,” ujar Dardiri.
Dia pun menambahkan, setiap operator dan pengemudi jip wisata di lereng Merapi telah dibekali pengetahuan dan keterampilan mitigasi bencana. Hal ini termasuk apa yang harus dilakukan ketika terjadi awan panas.
Salah satunya adalah pengemudi selalu memantau perkembangan situasi gunung, meskipun jaraknya masih dalam kategori aman. Hal ini dimaksudkan jika sewaktu-waktu terjadi hal yang di luar dugaan, pengemudi bisa langsung melakukan evakuasi wisatawan yang dibawanya.

:strip_icc()/kly-media-production/medias/5074715/original/071322500_1735790812-afc_2.jpg)



