Bisnis.com, JAKARTA - Mulai Oktober 2026 seluruh UMKM yang menjalankan usaha makanan dan minuman, obat tradisional, herbal, dan produk kimia kosmetik diwajibkan memiliki sertifikat halal. Apabila belum punya, pemerintah bisa mengenakan sanksi administratif.
Sanksi tersebut bisa berupa peringatan tertulis; denda administratif; pencabutan sertifikat halal; dan/atau penarikan barang dari peredaran. Kamu tentu tidak mau kan terkena sanksi? Apalagi, jika produkmu sampai ditarik dari peredaran. Jika itu terjadi, tentu bisa membuatmu pusing tujuh keliling.
Baca Juga
- Wajib Sertifikasi Halal Berlaku 2027, BPJPH: Tak Bisa Ditunda Lagi!
- Bio Farma Kantongi Sertifikat Halal Vaksin HPV NusaGard
- BPJPH Sebut Baru 217 Unit Dapur MBG Kantongi Sertifikasi Halal
Agar produk Anda tetap bisa dijajakan di pasaran, kamu perlu mengurus sertifikat halal dengan cara Self Declare alias pernyataan pelaku usaha.
Untuk mengurus dengan metode Self Declare, kamu perlu memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) Berbasis Risiko terlebih dahulu, kemudian membuat akun SIHALAL di ptsp.halal.go.id, dan memilih Pendamping Proses Produk Halal (PPH) melalui info.halal.go.id/pendampingan.
Setelah itu, Anda harus menyusun dokumen persyaratan:- Surat permohonan;
- Aspek legal (NIB);
- Dokumen penyelia halal;
- Daftar produk dan bahan yang digunakan;
- Proses pengolahan produk;
- Manual Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH);
- Ikrar pernyataan halal pelaku usaha.
- Pelaku usaha mendaftar sertifikasi halal di ptsp.halal.go.id (SIHALAL)
- Pendamping PPH akan melakukan verifikasi dan validasi atas pernyataan pelaku usaha
- BPJPH memverifikasi dan validasi laporan hasil pendampingan dan menerbitkan STTD
- Komisi Fatwa/Komite Fatwa melakukan sidang fatwa Penetapan Kehalalan Produk
- BPJPH menerbitkan sertifikat halal
- Pelaku usaha mengunduh sertifikat halal





