MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan alasan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam perkara dugaan korupsi tambang di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, telah dilakukan sesuai ketentuan hukum.
KPK menyatakan, bahwa proses penyidikan tidak lagi memenuhi syarat kecukupan alat bukti untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, salah satu kendala utama dalam penanganan perkara tersebut adalah tidak terpenuhinya unsur pembuktian pasal yang disangkakan, khususnya Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Kedua pasal itu berkaitan dengan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan kewenangan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
“Penerbitan SP3 oleh KPK sudah tepat, karena tidak terpenuhinya kecukupan alat bukti dalam proses penyidikan yang dilakukan. Pasal 2 dan Pasal 3-nya terkendala dalam penghitungan kerugian keuangan negara,” ujar Budi dalam keterangan tertulis, Senin (28/12).
Baca juga:
KPK Hentikan Kasus Tambang Konawe Utara, MAKI Siap Gugat Praperadilan dan Minta Kejagung Ambil Alih
Selain persoalan pembuktian, KPK juga mempertimbangkan aspek waktu terjadinya tindak pidana atau tempus delicti.
Menurut Budi, peristiwa yang diselidiki terjadi pada 2009, sehingga berdampak pada daluwarsa penanganan perkara, terutama yang berkaitan dengan pasal suap.
“Kemudian dengan tempus perkara yang sudah 2009, ini juga berkaitan dengan daluwarsa perkaranya, yakni terkait pasal suapnya,” kata Budi.
Melalui penjelasannya, KPK juga mengonfirmasi bahwa perkara tersebut berkaitan dengan perusahaan tambang yang disebut-sebut dimiliki oleh mantan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman.
Namun, KPK menegaskan bahwa penghentian penyidikan dilakukan murni berdasarkan pertimbangan hukum dan kecukupan alat bukti, bukan faktor lain di luar proses penegakan hukum.
Baca juga:
Satgas PKH Rebut 4 Juta Hektare Hutan, 20 Perusahaan Sawit dan 1 Tambang Ditagih Denda Rp 2,3 Triliun
Budi menambahkan, penerbitan SP3 bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi seluruh pihak yang terkait dalam perkara tersebut.
“Karena setiap proses hukum harus sesuai dengan norma-norma hukum,” ujarnya.
Ia menegaskan langkah tersebut sejalan dengan asas-asas pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, yakni kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia. (Pon)





