Standar Industri Hijau (SIH) ditetapkan sebagai pedoman bagi perusahaan industri dalam menjalankan proses produksi yang efisien sekaligus ramah lingkungan.
SIH sendiri adalah sistem penilaian yang mengukur tingkat penerapan prinsip industri hijau, efisiensi bahan baku, energi, pengelolaan limbah, serta aspek manajemen perusahaan. Ketentuan ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014, yang menyebut SIH sebagai rujukan utama bagi pelaku industri untuk menekan dampak lingkungan tanpa mengurangi performa produksi.
Sedangkan berdasarkan Permenperin No. 14 Tahun 2020, BBSPJIKB ditunjuk sebagai Lembaga Sertifikasi Industri Hijau (LSIH016) yang bertugas melakukan audit dan penerbitan sertifikat bagi industri yang memenuhi kriteria hijau.
Ketua Tim Dekarbonisasi Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian, Sri Gadis Pari Bekti, menjelaskan, SIH terbagi dalam dua persyaratan, yakni persyaratan teknis dan persyaratan manajemen.
“Ada dua persyaratan, teknis dan manajemen. Sebenarnya ini tidak ada yang prioritas, dua-duanya prioritas. Tanpa komitmen manajemen puncak, persyaratan teknis itu tidak akan berhasil,” ujarnya.
Persyaratan manajemen di dalam SIH sendiri berisi kebijakan & Organisasi, Perencanaan Strategis, Pelaksanaan & Pemantauan, Audit Internal & Tinjauan Manajemen, Corporate Social Responsibility (CSR), hingga aspek Ketenagakerjaan.
Hingga Oktober 2025, Kemenperin mencatat 72 Nomor SIH dan 40 Permenperin terkait SIH telah diterbitkan. Sementara itu, 40 nomor SIH sudah tersertifikasi, dan total sertifikat yang diterbitkan mencapai 159.
Sejumlah standar lainnya masih dalam tahap final untuk disahkan oleh Menteri Perindustrian sebelum dilanjutkan ke Kementerian Hukum dan HAM.
Persyaratan Teknis
Persyaratan teknis SIH mencakup enam aspek utama yang mendorong efisiensi sumber daya sekaligus pengurangan emisi:
- Bahan baku digunakan secara efisien dengan mendorong pemanfaatan bahan terbarukan dan penggunaan kembali material sisa (close-loop).
- Energi harus dikelola efektif dengan mendorong transisi pada energi baru dan terbarukan.
- Air dihemat menggunakan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), termasuk pemakaian kembali air proses.
- Proses produksi dioptimalkan melalui pengukuran kinerja (OEE) serta peralihan ke teknologi yang lebih bersih.
- Produk dan kemasan wajib memenuhi standar mutu, sekaligus dirancang agar dapat digunakan ulang, didaur ulang, atau mudah terurai.
- Pengelolaan limbah menuntut teknologi yang mampu memenuhi baku mutu lingkungan.
- Emisi gas rumah kaca Kegiatan industri merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) di antaranya emisi CO? yang diyakini menjadi penyebab terjadinya pemanasan global
“Di dalam SIH pun kita menerapkan prinsip sirkular ekonomi. Dulu 3R, kemudian 5R, dan sekarang sampai 10R. Prinsip-prinsip seperti itu mendorong proses dekarbonisasi,” katanya.




