New Delhi: India bersiap mengambil alih kepemimpinan BRICS tahun depan, memimpin blok yang kini telah diperluas pada momentum geopolitik yang sensitif. Kepemimpinan ini berlangsung di tengah tarik-menarik kepentingan nasional, meningkatnya ambisi global negara anggota, serta tekanan dari Amerika Serikat.
New Delhi berupaya menegaskan bahwa masa kepemimpinannya akan menempatkan Global South sebagai prioritas utama, sembari tetap responsif terhadap dinamika global yang terus berubah. India juga ingin menekankan hasil konkret bagi negara berkembang—menunjukkan bahwa BRICS mampu menyatukan anggota dengan tantangan serupa meski kepentingan nasional mereka tidak selalu sejalan.
Sorotan internasional terhadap BRICS kian meningkat seiring bertambahnya pengaruh blok tersebut dibandingkan fase awal pembentukannya. Upaya Menantang Dominasi Barat BRICS awalnya dibentuk oleh Brasil, Rusia, India, dan Tiongkok, sebelum Afrika Selatan bergabung. Sejak lama, kelompok ini dipandang sebagai penyeimbang diplomatik terhadap kekuatan Barat tradisional.
Dalam beberapa tahun terakhir, BRICS memperluas keanggotaan dengan menerima Mesir, Ethiopia, Iran, Uni Emirat Arab, dan Indonesia. Secara kolektif, blok ini merepresentasikan sekitar setengah populasi dunia dan hampir 40 persen output ekonomi global.
Juli lalu, Perdana Menteri India Narendra Modi mengusulkan penafsiran ulang BRICS sebagai Building Resilience and Innovation for Cooperation and Sustainability. Ini merupakan sebuah sinyal arah kebijakan yang lebih berorientasi solusi.
Para analis menilai salah satu agenda utama India adalah pengembangan mekanisme jaminan investasi untuk isu perubahan iklim, kemiskinan, transisi energi, dan kebutuhan infrastruktur. Skema ini dirancang sebagai struktur keuangan yang dikendalikan negara-negara BRICS—bukan oleh kekuatan Barat—dan akan dijalankan melalui New Development Bank (NDB).
“Negara-negara, khususnya negara kecil di Selatan, tidak perlu lagi mengisi formulir yang rumit di Washington, tetapi dapat melakukannya dengan cara yang lebih mudah dijangkau,” kata mantan diplomat India Rajiv Dogra, dikutip Channel News Asia, Senin, 29 Desember 2025.
“Salah satu gagasannya adalah membentuk semacam institusi tambahan di luar New Development Bank yang menangani jaminan investasi seperti ini,” tambahnya.
India juga ingin meniru model kepemimpinannya di G20 pada 2023, ketika pertemuan multilateral digelar di sekitar 60 kota di seluruh negeri—langkah untuk memperkuat diplomasi publik dan kesadaran domestik akan peran global India. Menjaga Keseimbangan Internal dan Eksternal Ujian terbesar India adalah menavigasi politik internal BRICS sambil mengelola tekanan eksternal. New Delhi harus menjaga orientasi BRICS pada Global South, sekaligus mempertahankan hubungan kerja dengan Washington.
Jika India berhasil menjaga keselarasan blok hingga 2026, hal itu berpotensi memengaruhi cara Global South mengartikulasikan pengaruhnya di dunia yang kian terpolarisasi.
Relasi India–Tiongkok menjadi faktor kunci. Hubungan kedua raksasa Asia ini menunjukkan tanda-tanda mencair sejak 2024, meski ketidakpercayaan masih kuat—diperumit oleh kedekatan Beijing dengan Pakistan, yang oleh New Delhi dituduh mendukung terorisme lintas batas.
Meski demikian, pengamat menilai perbedaan dapat dikesampingkan demi kepentingan kolektif. “Dukungan Tiongkok terhadap kebijakan Pakistan memang menimbulkan komplikasi,” ujar Rajiv Bhatia dari Gateway House. “Namun dalam BRICS, ketika menyangkut pembentukan posisi bersama, Tiongkok pada dasarnya bekerja sama dengan anggota lain.” Tekanan Amerika Serikat Tantangan lain datang dari kebijakan tarif AS di bawah Presiden Donald Trump, yang mengancam bea masuk hingga 100 persen jika BRICS mencoba menggantikan dolar AS sebagai mata uang cadangan global.
Kepemimpinan India bertepatan dengan upaya New Delhi merampungkan kesepakatan dagang dengan Washington dan mencari keringanan tarif.
“Pemerintahan dan pejabat luar negeri di AS tidak terlalu vokal, baik kritik maupun pujian, tetapi mereka mengakui bahwa BRICS tidak bermaksud merugikan Amerika,” kata Dogra.
“Namun terkait Trump, dia tidak akan mengubah pandangannya. Kita harus hidup dengan kenyataan itu," pungkasnya.
Baca juga: BRICS Desak G20 Cari Solusi Hadapi Tantangan Global




