Turki akan meluncurkan bursa karbon nasional, menandatangani perjanjian antarpemerintah tentang proyek energi terbarukan skala besar, dan menghubungkan penyimpanan energi sebesar 2.000 MW ke jaringan listrik pada tahun 2026. Langkah-langkah ini akan disertai dengan dimulainya produksi listrik bersejarah di pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pertama negara itu, Akkuyu, dan peningkatan produksi gas alam domestik dua kali lipat dari ladang Sakarya.
Perkembangan ini merupakan inti dari visi 2026 untuk energi dan pertambangan di Turki, yang diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Alparslan Bayraktar.
"Kesepakatan tersebut mencakup teknologi energi surya dan energi terbarukan lainnya serta penyimpanan energi," ujar Bayraktar, seperti dikutip Balkan Green Energy News, pekan lalu.
Menurutnya, Turki tetap berkomitmen pada target pengurangan emisi. Pemerintah berencana untuk meluncurkan bursa karbon pada tahun 2026 di dalam Bursa Energi Istanbul (EXIST atau EPİAŞ).
Perlu dicatat, impor sejumlah barang dan listrik Turki ke Uni Eropa akan dikenakan pajak perbatasan karbon CBAM mulai 1 Januari 2026.
Bayraktar mengingatkan negara tersebut telah mengeluarkan izin untuk pemasangan total kapasitas penyimpanan energi sebesar 33.500 MW. Sebagian kecil telah diimplementasikan sejauh ini, tetapi 2.000 MW akan dioperasikan pada tahun 2026.
"Turki sedang mempertimbangkan pengenalan Zona Sumber Daya Penyimpanan atau Depolama Alanları (DEKA) pada tahun 2026. Ini akan mirip dengan mekanisme Zona Energi Terbarukan – REZ atau YEKA – untuk mendukung proyek tenaga surya dan angin," ujarnya.
Bayraktar menyebutkan kesepakatan tenaga surya sebesar 5.000 MW dengan ACWA yang berbasis di Arab Saudi sedang dibahas. Kapasitas proyek ini setara dengan antara 30% dan 40% dari kapasitas fotovoltaik Turki saat ini.
Ia optimistis kesepakatan untuk fase pertama, yang mencakup 2.000 MW, akan diselesaikan pada kuartal pertama tahun 2026. Proyek surya dengan kapasitas 1.000 MW akan dibangun di Sivas dan 1.000 MW di Taşeli.
"Proyek tenaga surya plus penyimpanan dengan perusahaan lain dari negara berbeda di Teluk Persia juga sedang dipertimbangkan," ungkap Bayraktar. Investasi untuk proyek tersebut diperkirakan antara EUR 1,5 miliar (Rp 29,7 triliun) hingga EUR 2 miliar (Rp 49,9 triliun).
Turki juga akan membangun PLTS terapung dengan kapasitas sekitar 3.000 MW. Menurut Bayraktar, negaranya memiliki potensi besar untuk PLTS terapung.
Mitra proyek ini bisa berupa perusahaan swasta atau Perusahaan Pembangkit Listrik (EÜAŞ) yang dikendalikan pemerintah Turki. Ia mengklaim pemerintah Turki juga telah menyiapkan proyek-proyek tenaga angin lepas pantai untuk tahun 2026.
“Kami sedang mempertimbangkan model yang mirip dengan YEKA untuk tenaga angin lepas pantai,” tambahnya.
PLTN Akkuyu Raih Pendanaan Rusia Rp 151 TriliunBayraktar juga mengungkapkan, proyek PLTN Akkuyu memasuki tahap akhir. Negara tersebut telah mengamankan paket pembiayaan sebesar US$ 9 miliar (Rp 151 triliun) dari Rusia untuk investasi tersebut. Pendanaan sebesar US$ 4 miliar (Rp 67,16 triliun) hingga US$ 5 miliar (Rp 83,9 triliun) direncanakan akan dicairkan pada tahun 2026.
Secara bersamaan, kementerian sedang bernegosiasi dengan Korea Selatan, AS, Tiongkok, dan Rusia untuk proyek-proyek nuklir di Sinop dan Thrace.
Adapun ladang gas Sakarya diperkirakan akan menggandakan produksinya saat ini pada tahun 2026, menjadi 7,5 miliar meter kubik. "Peningkatan produksi gas Sakarya akan mengurangi impor energi sekitar US$ 3,2 miliar (Rp 53,7 triliun)," kata Bayraktar.
