Jakarta, tvOnenews.com - Gemuruh di Stadium of Light semalam berakhir dengan desahan napas panjang para pendukung tuan rumah. Menjamu rival tangguh Leeds United, Sunderland gagal memanfaatkan keuntungan bermain di kandang sendiri dan harus puas berbagi angka 1-1.
Hasil imbang ini rasanya seperti kekalahan. Kenapa? Karena ini adalah laga kandang, tempat di mana seharusnya tiga poin adalah harga mati. Gagal mengamankan poin penuh membuat posisi The Black Cats jalan di tempat. Pertanyaan besar pun mulai menyeruak di kalangan fans: apakah Sunderland mulai kehabisan bensin?
Awal yang Menjanjikan, Akhir yang Mengesalkan
- Sunderland
Sebenarnya, Sunderland memulai laga dengan gigi empat. Mereka tampil menekan dan sempat membuat lini belakang Leeds kalang kabut. Gol pembuka yang dinanti-nanti pun sempat lahir, membuat seisi stadion bergemuruh.
Namun, “penyakit lama” Sunderland kumat lagi. Setelah unggul, konsentrasi justru ambyar. Leeds United, yang memang punya kualitas skuad mumpuni, perlahan tapi pasti mengambil alih kendali permainan.
Gol penyeimbang Leeds lahir dari kelengahan di sektor bek sayap yang telat menutup ruang. Momen ini membungkam keriuhan suporter tuan rumah dan mengubah vibes pertandingan menjadi tegang.
Sindrom “Habis Bensin” di Babak Kedua?
- ist
Di babak kedua, terlihat jelas ada penurunan stamina dan intensitas dari anak-anak asuh Régis Le Bris. Jika di babak pertama mereka tampil spartan, di babak kedua kaki-kaki pemain Sunderland terlihat berat.
Transisi serangan balik yang biasanya kilat kali ini sering macet di tengah jalan. Sebaliknya, Leeds justru terlihat lebih bugar dan beberapa kali nyaris membalikkan keadaan, jika bukan karena penyelamatan krusial sang kiper.
- Sunderland
Fenomena ini memicu perdebatan: apakah skuad Sunderland kurang dalam? Atau fisik pemain mulai terkuras habis mengingat jadwal liga yang gila-gilaan?
Nyaman di Papan Tengah Bukan Pilihan!
- Sunderland
Hasil imbang ini memang tidak menjatuhkan Sunderland ke zona degradasi, tetapi juga menghambat laju mereka untuk menempel ketat zona play-off promosi. Terjebak di “zona nyaman” papan tengah adalah bahaya laten.


