FAJAR.CO.ID, SURABAYA — Angka kenaikan upah minimum provinsi (UMP) di berbagai daerah menuai protes dari kalangan buruh. Mereka menilai, kenaikan upah sangat rendah sehingga UMP jauh dari kebutuhan hidup layak.
Penetapan UMP yang menuai protes buruh salah satunya terjadi di Jawa Timur. Para buruh di daerah ini menilai UMP 2026 sebesar Rp2.446.880 alias Rp 2,4 juta masih sangat kecil, sehingga menuai protes keras dari kalangan serikat buruh dan serikat pekerja di Jatim.
Mereka menilai kenaikan UMP sangat kecil, hanya sebesar 6,11 persen atau Rp 140.895 dari UMP tahun sebelumnya, yang berasa di angka Rp 2.305.985. Angka ini juga jauh di bawah Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Lantas bagaimana tanggapan dari para pelaku usaha?
Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Jawa Timur, Dwi Ken Hendrawanto mengatakan bahwa pihaknya telah menerima salinan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 100.3.3.1/934/013/2025 tentang UMP 2026.
“Terus terang kemarin kita sudah menerima SK keputusan dari Gubernur Jawa Timur terkait dengan UMK dan SK yang sudah harus berjalan nanti mulai tanggal 1 Januari 2026,” tutur Dwi kepada awak media, Senin (29/12).
Pengusaha yang juga menjabat sebagai Ketua Komite Tetap Hubungan Industrial Kamar dagang dan industri (Kadin) Jatim itu mengatakan, para pengusaha telah berupaya mengikuti arahan pusat terkait kenaikan upah.
“Sempat ada kekhawatiran. Karena dari pengusaha pun sudah berusaha sekuat mungkin untuk mengeluarkan hitungan sesuai arahan dari Prabowo Presiden bahwa alfa minimal 0,5,” sambungnya.
Presiden Prabowo resmi menandatangani PP Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan, yang menjadi dasar perhitungan upah minimum provinsi (UMP) Tahun 2026 pada Selasa (16/12).
Dalam regulasi tersebut, Prabowo menetapkan formula kenaikan upah sebesar Inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi x Alfa) dengan rentang Alfa 0,5 – 0,9.
Dwi menyebut pengusaha menginginkan nilai alpha sekitar 0,5 agar agar kenaikan upah terkendali.
Kebijakan gubernur memenuhi harapan itu di wilayah ring 1, meski sejumlah daerah masih menetapkan angka lebih tinggi.
“Kita ini sebagai pengusaha yang tinggal di Jawa Timur kan harus memikirkan pekerja lokal yang memang jangan sampai ini (penetapan UMP 2026) justru berdampak dan menjadi masalah sosial baru,” tukas Dwi. (fajar)





