Kepolisian Daerah (Polda) Riau mengungkap sejumlah kasus menonjol sepanjang 2025. Mulai dari pengoplosan beras SPHP hingga judi online beromzet miliaran.
Kapolda Irjen Pol Herry Heryawan dalam Rilis Akhir Tahun 2025 menjelaskan sepanjang 2025 jumlah tindak pidana di wilayah hukum Polda Riau tercatat 11.651 perkara, turun 2.548 perkara atau 17 persen dibandingkan tahun 2024 yang mencapai 14.199 perkara.
Sementara itu, tingkat penyelesaian perkara justru mengalami peningkatan signifikan. Dari total perkara yang ditangani, 9.398 perkara atau 81 persen berhasil diselesaikan, naik dari capaian tahun sebelumnya yang berada di angka 70 persen.
"Penurunan kejahatan dan peningkatan penyelesaian perkara ini mencerminkan konsistensi kinerja personel serta kepercayaan publik yang terus kami jaga," ujar Irjen Herry Heryawan, Senin (29/12/2025).
Berikut sejumlah kasus menonjol yang diungkap Polda Riau dan polres jajaran sepanjang 2025.
Dalam upaya perlindungan terhadap konsumen, Polda Riau berhasil mengungkap beras oplosan SPHP dengan total barang bukti hampir 10 ton. Pengungkapan ini merupakan bentuk komitmen Polda Riau dalam melindungi konsumen, sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
"Kasus perjudian online berskala besar juga berhasil kami ungkap dengan omzet mencapai Rp 36 miliar dengan melibatkan 12 tersangka dan ratusan perangkat elektronik sebagai barang bukti," ujarnya.
2. Ribuan Kasus Curas, Curanmor, dan CuratSementara itu, dalam penegakan hukum kasus 3C (Curas, Curat, dan Curanmor), Polda Riau telah mengungkap ribuan kasus. Dengan perincian 695 kasus curanmor, 248 kasus pencurian dengan kekerasan (curas), dan 1.071 kasus pencurian dengan pemberatan (curat).
Salah satu kasus curas fenomenal yang terjadi di Kota Pekanbaru. Sebanyak enam orang tersangka yang berperan sebagai eksekutor, joki, dan penadah hasil penjambretan ditangkap polisi.
"Kelompok ini diketahui melakukan aksi jambret secara berulang di sejumlah lokasi di Kota Pekanbaru, Pelalawan, Kerinci, hingga lintas provinsi ke Sumatera Barat, dengan hasil kejahatan berupa emas dan barang berharga yang kemudian dijual melalui jaringan penadah, membentuk rantai kejahatan terorganisir," paparnya.
(mea/dhn)





