FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Jubir PSI, Dian Sandi Utama, merespons santai anggapan bahwa dirinya telah layak mendapatkan jabatan komisaris di perusahaan BUMN usai mati-matian bela Jokowi dari tudingan ijazah palsu.
Anggapan itu tidak muncul secara tiba-tiba. Sebab, Dian merupakan sosok yang mengunggah foto ijazah Jokowi di X lalu diteliti Roy Suryo Cs.
Saat hasil penelitian Roy Suryo Cs mengatakan bahwa ijazah itu palsu, Dian tidak tinggal diam dan terus pasang badan.
Bahkan, pria yang terus menggaungkan slogan anak desa itu rela dipenjara jika ijazah Jokowi betul-betul terbukti palsu.
“Tidak semua yang diperjuangkan harus dibayar dengan uang dan jabatan Bro!,” kata Dian di X @DianSandiU (29/12/2025).
Sebelumnya, Dian bahkan menantang siapa pun yang meragukan keaslian dokumen tersebut.
“Penjarakan saya seumur hidup (Kalau foto ijazah yang saya upload tidak benar),” tegasnya.
Dian memastikan dirinya tidak pernah bergeser sedikit pun terkait pendapatnya mengenai keaslian ijazah tersebut.
“Satu juta kali anda tanyakan, satu juta kali saya akan jawab asli,” Dian menuturkan.
Bagi Dian, sikapnya tidak akan berubah. Ia siap menanggung risiko apa pun jika pendiriannya dianggap salah.
“Jika soal ijazah ini, sejengkal sekalipun saya tidak bergeser. Itu asli dan saya terima apapun resikonya,” tambahnya.
Tidak hanya membalas tudingan tersebut, Dian juga menyinggung langkah Roy Suryo yang sebelumnya diketahui berada di Australia dengan alasan melakukan penelusuran data.
“Ada yang ke luar negeri katanya mau cari tau tentang ijazah ternyata diam-diam sedang mencari suaka ke Pemerintah Australia,” kata Dian.
Dian mengatakan bahwa upaya itu gagal hingga akhirnya hanya berakhir pada pertemuan-pertemuan tanpa hasil.
“Ditolak, jadilah acara ngumpul-ngumpul,” timpalnya.
Tidak berhenti di situ, ia turut mengungkap adanya pihak akademisi yang diduga ikut membantu perjalanan Roy Suryo ke Australia.
“Salah satu yang membantu permohonannya adalah dosen yang aktif ngajar di Negara tersebut,” terangnya.
Namun, Dian menegaskan bahwa tidak ada bukti kehadiran pihak yang bersangkutan di lembaga mana pun di negara itu saat disebut-sebut melakukan pencarian data.
“Saya bisa buktikan dengan data. Tidak ada satupun pengunjung yang register atas namanya di sana apalagi datang untuk meminta data,” kuncinya. (Muhsin/fajar)





