Dapur yang Tak Pernah Libur

kumparan.com
2 jam lalu
Cover Berita

Negara selalu tampak paling mulia ketika berbicara tentang anak-anak. Di hadapan masa depan, semua kebijakan seolah otomatis menjadi suci. Maka, ketika Program Makan Bergizi Gratis (MBG) diumumkan, publik diminta menanggalkan kecurigaan sejak awal. Ini tentang gizi, kata negara. Tentang anak-anak, tambahnya. Dua kata yang, jika digabung, sering kali membuat pertanyaan terasa tidak sopan.

Namun, kehidupan sehari-hari punya kebiasaan buruk: ia gemar menghitung.

Di meja makan rakyat, seporsi nasi, sebutir telur, sayur bening, dan lauk sederhana jarang mencapai sepuluh ribu rupiah. Apalagi jika dimasak dalam skala ribuan, dengan bahan grosir dan menu yang diseragamkan. Maka, saat negara menyebut angka Rp10.000 per porsi, publik tidak sedang mencurigai niat—mereka sedang mengingat harga pasar.

Di sinilah dapur MBG masuk ke ruang tafsir yang canggung.

Secara resmi, dapur MBG disebut bekerja at cost. Tidak mencari untung, hanya mengganti biaya. Sebuah frasa yang terdengar bersih, seperti laporan keuangan yang dicetak rapi. Tetapi, at cost adalah istilah yang hanya bermakna jika dapurnya transparan. Jika tidak, ia berubah menjadi mantra administratif: sah, tapi tak sepenuhnya meyakinkan.

Karena biaya, dalam praktik, selalu lentur.

Biaya bisa ditekan, menu bisa disederhanakan, kualitas bisa dinegosiasikan. Dan setiap rupiah yang tidak masuk piring, akan dicatat sebagai efisiensi. Negara menyebutnya keberhasilan. Publik menyebutnya sisa. Dapur menyebutnya napas usaha.

Tak ada yang salah secara hukum. Masalahnya terletak pada suasana.

Ketika MBG tetap berjalan saat libur sekolah, ketika dapur tetap beroperasi meski anak-anak sedang tidak belajar, publik mulai membaca tanda-tanda lain. Seolah-olah program ini tidak boleh berhenti, bukan karena anak-anak lapar—melainkan karena ada ekosistem yang tidak bisa kehilangan arus dana, bahkan sehari.

Di titik ini, dapur tidak lagi terlihat sebagai pelaksana kebijakan sosial, melainkan sebagai unit produksi yang harus terus menyala. Api kompor menjadi simbol keberlanjutan program. Jika kompor padam, grafik anggaran ikut turun.

Padahal, yang dipersoalkan publik bukanlah keuntungan itu sendiri. Dalam kehidupan normal, semua kerja layak dibayar. Tukang masak bukan malaikat, dan dapur bukan tempat pertapaan. Yang dipersoalkan adalah ketika keuntungan itu disembunyikan di balik bahasa pengabdian.

Anak-anak dijadikan wajah depan. Dapur bekerja di belakang layar. Negara berdiri di tengah, berharap semua orang cukup terharu untuk tidak bertanya.

Masalahnya, masyarakat hari ini tidak hanya kenyang nasi; mereka juga kenyang slogan. Mereka tahu bahwa kebijakan sosial modern sering dijalankan dengan logika proyek. Ada target, ada serapan, ada laporan. Dan di setiap proyek, selalu ada pihak yang rugi jika proyek berhenti.

Maka prasangka pun lahir, bukan karena rakyat jahat, melainkan karena sistemnya ambigu.

Jika memang dapur memperoleh selisih dari efisiensi, katakanlah itu. Jika ada batas margin, bukalah. Jika kualitas makanan dijaga, perlihatkan standarnya. Kebijakan sosial tidak runtuh oleh kejujuran; justru sebaliknya, ia runtuh oleh kepura-puraan.

Sebab publik tidak sedang menuntut negara berhenti memberi makan anak-anak. Mereka hanya ingin tahu: apakah yang benar-benar dijaga itu gizi, atau keberlanjutan dapur?

Dalam masyarakat yang semakin terdidik, pertanyaan semacam ini tidak bisa lagi dijawab dengan niat baik semata. Niat baik yang tak transparan akan selalu kalah oleh satu hal sederhana: hitungan kasar di kepala orang-orang yang terbiasa belanja harian.

Dan di sanalah negara diuji—bukan pada programnya, tetapi pada keberaniannya berkata jujur tentang bagaimana program itu bekerja.

Karena pada akhirnya, anak-anak memang perlu makan. Tetapi, kepercayaan publik juga perlu diberi asupan yang layak.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Prediksi Bali United Vs Dewa United di BRI Super League: Momen Reuni yang Bisa Makin Panas
• 17 jam lalubola.com
thumb
ICW Pertanyakan Transparansi KPK soal SP3 Kasus Izin Tambang Nikel Konawe Utara
• 6 jam laluliputan6.com
thumb
Biaya Pilkada Mahal, Gerindra Dukung Kepala Daerah Dipilih DPRD
• 14 jam lalurctiplus.com
thumb
LDR dalam Pernikahan, Bagaimana Hukum tentang Pemenuhan Kebutuhan Pasangan Lewat Video Call?
• 21 jam laluviva.co.id
thumb
7 Tips Memulai Tahun Baru 2026 dengan Lebih Produktif, Jangan Ulangi Kesalahan yang Sama
• 2 jam lalugrid.id
Berhasil disimpan.