Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Aturan ini akan mulai berlaku bersamaan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pada Januari 2026.
Keterangan tersebut disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi seusai menggelar konferensi pers Pemulihan dan Rencana Strategis Pascabencana Sumatera di Pangkalan Angkatan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pada Senin (29/12).
“Iya,” ujar Prasetyo saat ditanya oleh awak media.
Prasetyo mengatakan KUHAP dan KUHP akan berlaku secara bersamaan pada awal Januari nanti. “Iya dong (berlaku berbarengan),” ujar Prasetyo.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP sebelumnya menyoroti potensi besarnya kewenangan penyidik polri, dalam KUHAP baru yang akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026. Sejumlah aturan dalam KUHAP baru itu menempatkan polisi sebagai penyidik utama sekaligus koordinator penyidik pegawai negeri sipil (PPNS).
PPNS merupakan pejabat PNS tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik. PPNS mempunyai wewenang melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup UU, yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menilai kondisi itu menggambarkan Polri memiliki kekuatan besar dan berpotensi mengancam independensi serta efektivitas penyidik khusus.
Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP sekaligus Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan hal itu akan berdampak pada kesemrawutan hukum.
“Kesemrawutan sistem peradilan pidana juga akan terjadi dalam pengukuhan kepolisian sebagai penyidik utama membawahi seluruh PPNS dan Penyidik Tertentu,” kata Isnur dalam keterangan pers, dikutip Jumat (28/11).
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menyoroti pengukuhan kepolisian sebagai penyidik utama membawahi seluruh PPNS dan Penyidik Tertentu, kecuali penyidik di Kejaksaan, KPK untuk tipikor dan TNI AL.
Selain itu, untuk seluruh upaya paksa, termasuk didalamnya penangkapan dan penahanan (Pasal 93, 99) oleh PPNS dan Penyidik tertentu, harus dilakukan dengan persetujuan penyidik Polri.
“KUHAP yang baru menyebabkan PPNS tidak bisa melakukan penangkapan (Pasal 93 Ayat 3) dan penahanan (Pasal 99 Ayat 3) kecuali atas perintah penyidik kepolisian,” kata Isnur.
Hal itu berarti penyidik, selain yang berasal dari tiga instansi yang dikecualikan yakni Kejaksaan, KPK, dan TNI-AL, berada di bawah koordinasi Polri.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra sudah buka suara terkait kekhawatiran masyarakat terkait kewenangan penyidik, khususnya kepada jaksa dan kepolisian.
Yusril mengatakan, meskipun KUHAP telah disahkan, implementasinya tidak akan langsung. Sebab, masih memerlukan sejumlah aturan pelaksana dalam hal ini berupa Peraturan Pemerintah (PP), peraturan Kapolri, serta Jaksa Agung, yang harus diterbitkan untuk menafsirkan norma-norma baru dalam KUHAP.




