Blak-blakan, KPK Ungkap Alasan Penghentian Korupsi Tambang Nikel

metrotvnews.com
14 jam lalu
Cover Berita

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa kasus dugaan rasuah izin tambang nikel di Konawe Utara disetop karena hitungan kerugian negaranya ditolak oleh auditor. Alasannya karena bertentangan dengan aturan yang berlaku.

“Dalam perkara Konawe ini, auditor telah menyampaikan bahwa tidak bisa melakukan penghitungan kerugian negara. Karena atas pengolahan tambang tersebut disampaikan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 (tahun) 2003 tidak masuk dalam ranah keuangan negara,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo di Jakarta, Senin, 29 Desember 2025.
 

Baca Juga :

KPK Perdalam Kerugian Negara dalam Rasuah Pengadaan EDC dari Indra Utoyo

Budi mengatakan, KPK meyakini adanya perolehan hasil tambang nikel secara ilegal di Konawe Utara. Namun, temuan KPK tidak dikategorikan data yang bisa dihitung auditor jika mengacu pada aturan yang berlaku.

“Sehingga, atas hasil tambang yang diperoleh dengan cara yang diduga menyimpang tersebut juga tidak bisa dilakukan penghitungan kerugian keuangan negaranya oleh auditor,” ujar Budi.

Karenanya, hitungan kerugian keuangan negaranya tidak pernah selesai dalam bentuk file untuk dijadikan barang butki. Sehingga, kasusnya dinyatakan tidak cukup bukti dan harus dihentikan.

“Sehingga, hal ini mengakibatkan ketidakterpenuhinya kecukupan alat bukti dalam penyidikan perkara ini, khususnya untuk Pasal 2, Pasal 3,” ucap Budi.

Sementara itu, kasus suap dalam rasuah ini disetop karena dinilai sudah kedaluwarsa. KPK tidak bisa menggantung nasib tersangka terlalu lama.

“Selain itu untuk Pasal suapnya ini juga terkendala karena daluwarsa perkara,” ujar Budi.


Ilustrasi tambang. Foto: Dok. Media Indonesia (MI).

Eks Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman ditetapkan sebagai tersangka korupsi pemberian izin pertambangan nikel. Aswad diduga melakukan korupsi terkait izin eksplorasi, izin usaha pertambangan, dan izin operasi produksi di wilayahnya.

Aswad juga diduga merugikan negara hingga Rp2,7 triliun. Angka itu berasal dari penjualan produksi nikel yang melalui proses perizinan yang melawan hukum.

Saat itu, Aswad langsung mencabut secara sepihak kuasa pertambangan, yang mayoritas dikuasai PT Antam. Setelah pencabutan secara sepihak itu, Aswad malah menerima pengajuan permohonan izin eksplorasi dari delapan perusahaan hingga diterbitkan 30 surat keputusan kuasa permohonan eksplorasi.

Dari seluruh izin yang diterbitkan, beberapa telah sampai tahap produksi hingga diekspor. Perbuatan itu berlangsung hingga 2014. Aswad diduga menerima Rp13 miliar dari perusahaan-perusahaan tersebut.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Buruh Desak Dedi Mulyadi Revisi Kepgub tentang Upah, Ancam Konvoi ke Istana
• 20 jam lalufajar.co.id
thumb
Pramono dan Rano Karno Tonton Langsung Persija Vs Bhayangkara FC di GBK
• 23 jam lalukompas.com
thumb
2026 Jakarta akan Macet, PAM Jaya Minta Maaf karena Proyek Pipa 1.000 Km
• 13 jam lalumerahputih.com
thumb
Bupati: Bencana Banjir di Aceh Utara Lebih dari Tsunami, Tapi Pusat Tutup Mata
• 3 jam lalutvonenews.com
thumb
Rayakan Tahun Baru, Pemprov DKI Jakarta Gelar Acara Sederhana untuk Donasi
• 1 jam laluidntimes.com
Berhasil disimpan.