Jakarta, VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI yang mengalami kendala dalam menghitung kerugian negara untuk penyidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman.
Kasus tersebut mengenai dugaan korupsi dalam pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi, serta izin usaha pertambangan operasi produksi dari Pemerintah Kabupaten Konawe Utara tahun 2007-2014.
“Dalam perkara Konawe Utara ini, auditor (BPK RI, red.) telah menyampaikan bahwa tidak bisa melakukan penghitungan kerugian negara,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada para jurnalis di Jakarta, Senin.
- ANTARA/Rio Feisal
Budi mengatakan BPK memandang pengelolaan tambang yang dipersoalkan KPK tersebut tidak masuk dalam ranah keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
“Dengan demikian, atas hasil tambang yang diperoleh dengan cara yang diduga menyimpang tersebut juga tidak bisa dilakukan penghitungan kerugian keuangan negaranya oleh auditor,” katanya.
Akibatnya, kata dia, penyidikan KPK untuk delik kerugian negara mengalami kendala karena tidak terpenuhinya kecukupan alat bukti.
Sementara untuk delik suap, dia mengatakan KPK saat ini juga mengalami kendala untuk melanjutkannya karena sudah kedaluwarsa berdasarkan kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) lama.
Sebelumnya, pada 4 Oktober 2017, KPK menetapkan Aswad Sulaiman selaku Penjabat Bupati Konawe Utara periode 2007-2009 dan Bupati Konawe Utara periode 2011-2016 sebagai tersangka dugaan korupsi terkait pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi, serta izin usaha pertambangan operasi produksi dari Pemerintah Kabupaten Konawe Utara tahun 2007-2014.
KPK menduga Aswad Sulaiman mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,7 triliun yang berasal dari penjualan hasil produksi nikel yang diduga diperoleh akibat proses perizinan yang melawan hukum.
Selain itu, KPK menduga Aswad Sulaiman selama 2007-2009 menerima dugaan suap hingga Rp13 miliar dari sejumlah perusahaan yang mengajukan izin kuasa pertambangan.
Pada 18 November 2021, KPK sempat memeriksa Andi Amran Sulaiman (sekarang Menteri Pertanian) selaku Direktur PT Tiran Indonesia sebagai saksi kasus tersebut. Amran diperiksa KPK mengenai kepemilikan tambang nikel di Konawe Utara.

:strip_icc()/kly-media-production/medias/5456020/original/019921100_1766766490-Petugas_Jakbar.jpeg)

:strip_icc()/kly-media-production/medias/5433933/original/038442900_1764907396-7.jpg)

