Islam Mengajarkan Keadilan, Tapi Mengapa Ketimpangan Terus Terjadi?

kumparan.com
16 jam lalu
Cover Berita

Sejak awal Islam hadir sebagai ajaran yang membawa pesan tentang keadilan. Al-Qur'an berulang kali menegaskan bahwa keadilan bukan hanya sekedar nilai moral, melainkan menjadi nilai dasar yang utama dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, realitas sosial yang hari ini terjadi justru malah memperlihatkan kenyataan yang bententangan dengan apa yang seharusnya terjadi. Ketimpangan ekonomi sosial yang terjadi semakin luas, seperti akses keadilan hukum timpang yang dimana masyarakat yang lebih membutuhkan sering kali berada di posisi yang paling dirugikan bahkan ditengah-tengah masyarakat yang mayoritas beragama Islam.

Kemudian muncul pertanyaan yang sederhana, tetapi membuat kita berpikir: jika Islam mengajarkan keadilan, mengapa ketimpangan terus terjadi?

Keadilan Dalam Islam: Nilai, Bukan Slogan

Dalam Islam, keadilan tidak hanya menjadi topik pembicaraan. Ia menuntut seseorang untuk keberpihakan pada kebenaran, bahkan ketika itu merugikan diri sendiri ataupun kelompok terdekat. Al-Qur'an secara tegas mengatakan bahwa seorang yang beriman harus berlaku adil, meskipun terhadap orang yang tidak disukai. Artinya, keadilan bukan alat untuk membenarkan kepentingan pribadi, melainkan prinsip yang berlandaskan hati nurani.

Namun, pada kenyataannya nilai ini hanya sekedar menjadi slogan yang terdengar. Keadilan dipuji di atas mimbar, tetapi tidak diterapkan dalam kebijakan. Di ruang publik, agama sering kali hanya menjadi simbol, sementara isi sebenarnya justru tertinggal jauh di belakang.

Ketimpangan Sebagai Masalah Struktural

Ketimpangan tidak muncul begitu saja. Ia tumbuh dari struktur sosial, ekenomi, dan hukum yang tidak seimbang. Ketika hanya sebagian orang yang bisa menikmati pendidikan yang layak, ketika hukum lebih tajam ke bawah dan tumpul ke atas, maka ketidakadilan menjadi sesuatu yang terstruktur, bukan terjadi secara kebetulan.

Di sinilah letak masalahnya: ketimpangan sering kali dipandang sebagai takdir, bukan akibat dari kebijakan dan pilihan manusia. Padahal, Islam justru tidak setuju dengan cara berpikir seperti itu. Ketidakadilan bukanlah kehendak Tuhan, melainkan hasil dari kelalaian manusia dalam menjaga tanggung jawab sosial.

Agama Yang Kehilangan Daya Kritik

Salah satu yang menjadi alasan mengapa ketimpangan terus terjadi adalah ketika agama kehilangan peran kritisnya. Agama seringkali digunakan untuk membuat orang merasa tenang, bukan untuk menggugah mereka. Ia hadir untuk menenangkan keresahan, bukan untuk menyelidiki ketimpangan yang justru menciptakan keresahan itu sendiri.

Dalam situasi seperti ini, agama justru bisa menjadi alat untuk mengizinkan kondisi yang ada. Ketika ketimpangan dianggap suatu hal yang wajar selama dibungkus dalam narasi tentang kesabaran dan keikhlasan, maka nilai keadilan justru semakin berkurang. Padahal dalam Islam, kesabaran bukan berarti pasrah menerima ketidakadilan dalam diam.

Antara Kesalehan Pribadi dan Kewajiban Sosial

Fenomena lain yang perlu diperhatikan adalah meningkatnya kesalehan pribadi yang tidak berbanding lurus dengan kepedulian sosial. Ibadah ritual terus berjalan, simbol keagamaan semakin kuat, namun kesadaran akan penderitaan orang lain justru semakin berkurang.

Islam tidak memisahkan antara kesalehan pribadi dengan kewajiban sosial. Ibadah tidak hanya berupa hubungan vertikal dengan Tuhan, tetapi juga harus berwujud dalam hubungan horizontal dengan sesama manusia. Jika agama hanya dipahami sebagai urusan pribadi, maka keadilan sosial bisa terabaikan.

Menghidupkan Kembali Spirit Keadilan

Menghadapi masalah ketimpangan, agama Islam sebenarnya memberikan pedoman etika yang jelas, yaitu peduli pada orang yang lemah, memberikan bantuan secara adil, serta menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

Keadilan tidak cukup hanya untuk dibicarakan, tetapi harus diperjuangkan. Dalam masyarakat modern, ini berarti berani mengkritik sistem yang tidak adil, mendukung kebijakan yang membela kelompok yang lemah, serta menolak menerima ketidakadilan sebagai hal biasa demi stabilitas atau tradisi.

Penutup

Ketimpangan yang terus terjadi bukanlah tanda kegagalan agama Islam, melainkan kegagalan kita dalam menerapkannya secara benar dan utuh. Islam sudah memberikan dasar-dasar nilai keadilan secara jelas. Masalahnya bukan karena kurangnya ajaran, tetapi karena kurangnya keberanian untuk menjadikannya pedoman dalam kehidupan sehari-hari.

Pada akhirnya, soal keadilan bukan hanya mempertanyakan apakah Islam mengajarkannya, tetapi seberapa jauh kita bersedia menanggung akibat untuk mewujudkannya. Karena keadilan dalam Islam bukan hanya sekedar keyakinan, tetapi juga kewajiban yang harus dilaksanakan.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Makna Bendera Bulan Bintang Aceh dan Sejarahnya
• 4 jam lalusuara.com
thumb
Bupati Aceh Tamiang Minta Arahan Menhut soal Pemanfaatan Kayu Sisa Banjir Bandang
• 12 jam lalusuara.com
thumb
Rayakan Tahun Baru, Widianto Tempuh Ratusan Kilometer ke Puncak dengan Sepeda
• 9 jam lalutvrinews.com
thumb
Kuali yang Terus Mengepul: Cara Ibu Menjaga Kenangan Ayah
• 20 jam lalukumparan.com
thumb
Jaksa Ungkap Modus Kadis Samosir di Kasus Korupsi Dana Bencana
• 2 jam lalucnbcindonesia.com
Berhasil disimpan.