Suara Batin Publik Surabaya, Gresik, Sidoarjo: Permasalahan yang Berulang hingga Ruang Aman Jalanan

suarasurabaya.net
8 jam lalu
Cover Berita

Di penghujung 2025, Suara Surabaya Media kembali menegaskan tujuan sebagai ruang temu publik untuk mengudarakan berbagai persoalan sehari-hari yang mereka alami untuk mencari solusi bersama-sama.

Melalui fitur question box media sosial Instagram Suara Surabaya, redaksi memetakan berbagai keluhan masyarakat di tiga wilayah yang saling terhubung; Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Gresik.

Hasil keluhan masyarakat atau suara batin itu diudarakan dalam program wawasan Radio Suara Surabaya yang dipandu langsung oleh Restu Indah Penyiar dan berbagai persoalan itu dirangkum sekaligus dibeber oleh Eddy Prastyo Pemimpin Redaksi (Pimred) Surabaya Surabaya Media.

Eddy mengatakan Suara Surabaya tumbuh sebagai ruang dengar tempat warga, pemerintah, dan ruang publik yang saling terhubung.

“Suara Surabaya sejak berdiri, DNA tetap sama, dia menjadi titik temu publik membicarakan persoalan mereka untuk mencarikan solusi,” ujar Eddy saat mengudara di Radio Suatra Surabaya, Selasa (30/12/2025).

Dalam question box Instagram Suara Surabaya Media selama 24 jam masuk 145 respons warga Sidoarjo, kemudian 51 masukan warga Gresik, dan warga Surabaya menyuarakan 367 komentar. Eddy menyatakan, data yang diambil ini bukanlah sruvei statistik melainkan potret percakapan warga.

Gresik: Simalakama Kota Industri dan Konsekuensi Rusaknya Infrastuktur-Lingkungan

Kabupaten Gresik, wilayah yang dikenal sebagai kawasan industri, keluhan publik paling banyak berkaitan dengan persoalan lalu lintas dan infrastruktur jalan. Meskipun suara warga lokal tidak terdengan nyaring, hanya 51 masukan, namun persoalan yang mereka hadapi itu nyata.

Berdasarkan riset Suara Surabaya, jalan rusak dan berlubang serta kualitas jalan menempati posisi kedua dengan persentase 37 persen.

Eddy mengatakan, warga menilai kerusakan jalan banyak dipicu oleh aktivitas truk dan kendaraan berat yang melintas di akses jalan tertentu. Dampaknya semakin terasa saat musim hujan, karena kerusakan jalan beriringan dengan persoalan banjir dan genangan air.

Kemudian aspek drainase, termasuk selokan dan sungai, menempati posisi teratas dengan angka 41 persen. Eddy menjelaskan, terdapat tiga persoalan yang saling terkait dan sudah dirasakan warga Gresik selama bertahun-tahun. Yakni truk berat yang merusak jalan, sistem drainase yang tidak optimal, serta banjir yang kian parah saat hujan turun.

“Ada tiga hal saling terkait, truk yang dianggap warga masuk ke akses jalan tertentu membuat jalan rusak, sehingga saat musim hujan bertambah banjir dan jalan bertambah rusak. Nah ini situasi kompleks yang diterima warga Gresik bertahun-tahun,” kata Eddy.

Selain itu, isu ketersediaan air bersih juga mencuat. Layanan PDAM menjadi salah satu perhatian publik, menandakan bahwa persoalan dasar kebutuhan masyarakat masih menjadi pekerjaan rumah di daerah industri tersebut.

Sidoarjo: Pemimpin Baru, Masalah Masih Sama

Sementara itu, kondisi di wilayah Kabupaten Sidoarjo dinilai tidak banyak mengalami perubahan. Meski kepemimpinan daerah telah berganti hingga tiga periode persoalan banjir, drainase, dan sungai kembali menjadi isu terbesar yang dibahas publik.

“Masalahnya masih sama kalau kita urai dari dulu sampai sekarang dan ditegaskan dengan riset suara batin publik ini. Jadi yang masuk sama banjir, drainase, dan sungai. Ini jadi topik yang paling besar dibahas publik sidaorjo, tapi ini bukan hal baru dalam tiga kepemimpinan (sebelumnya) di Sidoajro,” ucap Eddy.

Kemudian masalah jalan rusak juga muncul seiring dampak lanjutan dari buruknya sistem drainase. Tak sampai di situ, akar persoalan lain yang dinilai cukup serius adalah alih fungsi lahan.

Eddy mengatakan perubahan sawah dan ladang menjadi kawasan permukiman membawa konsekuensi jangka panjang terhadap daya serap air dan memperparah banjir hingga saat ini.

Selain itu, kualitas infrastruktur, pengelolaan sampah, hingga kemacetan lalu lintas turut menjadi keluhan warga. Ruas Sedati-Gedangan masih menjadi sorotan utama, meskipun flyover Aloha telah dibangun. Persoalan akses jalan dan kemacetan dinilai belum sepenuhnya teratasi.

“Ini bukan di era Subandi-Mimik (Bupati dan Wakil Bupati) saja, itu berlangsungnya sejak dulu. Jadi banjir, drainase, sungai, kemudian jalan rusak lalu kualitas infrastuktur, (sampah) termasuk di antarnya, kemacetan juga masih disorot,” ungkpanya.

Eddy juga menyoroti adanya ketidaksinkronan antara kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berdampak pada kegamanganaparatur sipil negara (ASN).

Situasi ini, menurut Eddy berpotensi memengaruhi kinerja dan arah kebijakan pemerintah daerah. Apalagi hasil riset suara batin publik, keluhan masyarakat Sidoarjo masih didominasi persoalan lama yang terus berulang.

“Itu yang kemudian kita lihat di Sidoarjo adalah kegamangan dari aparatur pemerintahnya. itu yang saya rasakan sendiri begitu berinteraksi dengan mereka, bisa dibayangkan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak sinkron membuat ASN-nya bingung,” tuturnya.

Surabaya: Kota Metropolitan tapi Ruang Jalan Belum Tentu Aman

Berbeda dengan Gresik dan Sidoarjo, riset Suara Surabaya di Kota Surabaya menghimpun 367 komentar publik yang menunjukkan pola keluhan yang cukup konsisten, yakni terkait rasa aman dan kenyamanan di ruang jalan.

Eddy mengatakan, isu parkir liar menjadi pemicu utama kejengkelan publik. Praktik parkir yang dianggap tidak jelas, bahkan cenderung memaksa, dimaknai masyarakat sebagai bentuk pemalakan.

Kondisi ini menjadi rasa tidak bebas dan tidak nyaman. Eddy menyebut hal inilah yang memunculkan kemarahan publik, baik dari pengguna kendaraan pribadi hingga pelaku usaha.

“Jadi kita melihatnya ada beberapa peristiwa yang bikin publik jengkel, pertama ya soal parkir liar kan kita bisa memahami ada parkir gratis tapi tiba-tiba muncul, itu suara batin kesel yang marah, jengkel tapi ketempuk terus,” jelasnya.

Eddy juga menilai, Pemerintah Kota Surabaya sebenarnya telah berupaya menyelesaikan persoalan ini. Namun, masalah muncul pada aspek komunikasi.

Program dan niat kebijakan dinilai sudah tepat, tetapi penyampaiannya ke publik dinilai kurang tepat yang berujung kebijakan tersebut dipersepsikan seolah tidak berpihak kepada masyarakat, meski substansinya tidak demikian.

“Seakan-akan pemkot dalam hal ini wali kota tampak tidak berpihak kepada publik. padahal kita tahu itu enggak. komunikasi (yang kurang tepat) bukan kebijakannya,” ucapnya.

Selain parkir liar, persoalan keamanan ruang jalan juga mencakup kasus pencurian kendaraan bermotor, begal, dan premanisme. Isu-isu ini saling berkaitan dan memperkuat rasa tidak aman di ruang publik.

Dengan rincian isu yang paling sering terucap antara lain Parkir Liar & Pemalakan 41 persen, Banjir & Drainase 31 persen, Kriminalitas & Curanmor 19 persen, Jalan Rusak & Pedestrian 13 persen, dan Kemacetan 7 persen.

“Yang kaitannya dengan ruang jalan itu adalah curanmor, begal, dan premanisme. ini saling terkait ini, nomor dua banjir dan drainase, jalan rusak, dan trotoar itu masuk keamanan ruang jalan. Jadi aspek kemanan dan kenyamanan menempati 70 persen lebih ruang batin publik,” tandasnya.(wld/ham)


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Film Avatar: Fire and Ash Pertaruhan Besar James Cameron
• 16 jam lalugenpi.co
thumb
Donor Darah PAM JAYA Tembus Rekor MURI, Dirut Tekankan Semangat Kemanusiaan
• 11 jam laludetik.com
thumb
IHSG Ditutup Naik 1,25%, Saham DEWA, BUMI, ANTM, BULL Ramai Diburu Investor
• 19 jam lalukatadata.co.id
thumb
Puncak Kezaliman di Negeri Kaya: Ketika Kekuasaan Kehilangan Moral
• 5 jam lalukumparan.com
thumb
Lando Norris Singgung Performa Lewis Hamilton di F1 2025, Berharap Musim Depan Juara Dunia 7 Kali Itu Kembali...
• 5 jam lalutvonenews.com
Berhasil disimpan.