MA Bentuk Pansel Pengganti Hakim Konstitusi Anwar Usman yang Akan Pensiun Desember 2026

kompas.id
1 jam lalu
Cover Berita

JAKARTA, KOMPAS – Mahkamah Agung telah membentuk panitia seleksi untuk mencari pengganti hakim konstitusi Anwar Usman yang akan pensiun pada Desember 2026. Dengan melibatkan akademisi dan praktisi hukum, panitia seleksi diharapkan dapat memilih hakim yang tidak hanya memiliki kompetensi tetapi juga moralitas yang tinggi. 

Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto mengungkapkan, panitia seleksi (pansel) untuk mencari kandidat hakim yang akan menggantikan Anwar Usman sudah dibentuk dua bulan lalu atau Oktober 2025. Pansel tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Suharto. 

“Mahkamah Agung telah membuat Pansel, panitia seleksi. Itu kurang lebih saya tandatangani mungkin dua bulan yang lalu panselnya. Ketuanya adalah Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, Bapak Suharto, yang kebetulan hari ini lagi umrah beliau,” ujar Sunarto di Gedung MA, Jakarta, Selasa (30/12/2025).

Anwar Usman merupakan hakim MK dari unsur Mahkamah Agung. Ia akan berusia 70 tahun pada Desember 2026. Merujuk Pasal 23 UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK, hakim konstitusi dapat diberhentikan atau pensiun karena berusia 70 tahun. Karena itulah, MA harus mencari hakim agung yang akan diajukan sebagai hakim konstitusi untuk menggantikan Anwar Usman.

Sunarto menjelaskan, dalam menyeleksi calon hakim konstitusi, pansel juga melibatkan kalangan teknokrat, akademisi hingga praktisi hukum. Keterlibatan mereka diharapkan dapat menghasilkan calon hakim terbaik yang akan diusulkan sebagai hakim MK.

“Agar kita memilih yang benar-benar, ya sekali lagi bagi saya, seorang hakim itu harus punya ilmu dan punya iman,” katanya.

Baca JugaUjian Kenegarawanan Anwar Usman Pasca-MKMK

Sebab, lanjut Sunarto, jabatan hakim konstitusi berbahaya jika diisi anya karena memiliki kemampuan atau kapasitasnya tanpa ada moralitas. Justru moralitas dinilai penting bagi seorang hakim karena akan senantiasa bertindak sesuai kebenaran, terlepas dari ada atau tidaknya pengawasan formal.

“Jabatan diberikan pada orang yang enggak tahu apa-apa, berisiko. Tapi juga jabatan diberikan pada orang yang pintar, smart, tahu apa-apa tapi tidak punya iman, ya itu berisiko juga,” katanya.

Oleh karena itu, Sunarto kembali menekankan bahwa sosok hakim yang akan diusulkan untuk menggantikan Anwar Usman mesti memiliki kapasitas atau kemampuan sekaligus moralitas yang tinggi.

“Tapi kalau sudah ada waskat, pengawasan oleh malaikat, mereka nggak akan macam-macam. Ada penegak hukum atau tidak, dia nggak akan melanggar, karena itulah iman, kira-kira seperti itu," kata Sunarto.

Dikutip dari laman resmi MK, sebelum menjabat sebagai hakim konstitusi sejak 2011, Anwar Usman merupakan sosok hakim yang telah lama berkiprah di pengadilan negeri hingga MA sejak 1985. Di MA, Anwar Usman mengawali kariernya dengan menjadi Asisten Hakim Agung pada 1997.

Empat tahun berselang, Anwar Usman diangkat sebagai Kepala Biro Kepegawaian sambil menjabat Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta. Jabatan itu disandangnya dari 2003 hingga 2006.

Setelah itu, Anwar menjadi Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) dan Pendidikan dan Latihan (Diklat) Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung pada 2006. Anwar menjabat di posisi tersebut hingga tahun 2011.

Anwar kemudian terpilih sebagai hakim konstitusi untuk periode April 2010 hingga April 2016 karena menggantikan Arsyad Sanusi. Saat itu, Arsyad mundur sebagai hakim konstitusi setelah terjerat kasus etik karena membiarkan anggota keluarganya berhubungan dengan pihak berperkara. 

Setelah menggantikan Arsyad, karier jabatan Anwar Usman di MK terus berlanjut. Anwar tercatat pernah menjabat wakil ketua MK (2015-2018) dan ketua MK periode 2018-2023 dan 2023-2028.

Pelanggaran berat

Namun belum genap setahun memimpin MK untuk periode keduanya, pada November 2023, Majelis Kehormatan Majelis Konstitusi justru memberhentikan Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK.

Ipar Presiden Joko Widodo tersebut terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik terkait putusan batas usia capres-cawapres, yang mana putusan tersebut menjadi jalan bagi putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming, untuk maju di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Ketua MK kemudian dijabat oleh hakim konstitusi Suhartoyo. 

Terhadap pencopotan jabatannya itu, Anwar Usman pun melawan. Ia mengungkapkan bahwa karier dan martabatnya sebagai hakim selama hampir 40 tahun telah dilumatkan oleh sebuah fitnah yang amat keji dan kejam melalui putusan MKMK. 

Bahkan, Anwar Usman mempersoalkan Keputusan MK Nomor 17 Tahun 2023 tentang Pengangkatan Ketua MK Masa Jabatan 2023-2028 tertanggal 9 November 2023 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Baca JugaAnwar Usman Kembali Dijatuhi Sanksi Etik, Dinilai Turunkan Marwah MK

Pada Agustus 2024, PTUN Jakarta lantas mengabulkan sebagian gugatan Anwar Usman dan menyatakan batal atau tidak sah Keputusan MK Nomor 17 Tahun 2003 tertanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK 2023-2028. PTUN Jakarta juga mewajibkan MK untuk mencabut keputusan MK itu. 

PTUN Jakarta mengabulkan permohonan Anwar Usman untuk dipulihkan harkat dan martabatnya sebagai hakim konstitusi, tetapi tidak dapat menerima permohonan Anwar untuk dipulihkan atau dikembalikan kedudukannya sebagai Ketua MK masa jabatan 2023-2028 seperti semula. 

Belakangan putusan PTUN itu kembali mengemuka dengan mempersoalkan keabsahan status Suharatoyo sebagai Ketua MK pada awal Desember 2025. 

Terhadap hal itu, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna menyatakan MK sudah menindaklanjuti putusan PTUN itu dengan mengeluarkan Keputusan MK Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pengangkatan Ketua MK masa jabatan 2023-2028. 

Isi keputusan itu termasuk memberhentikan Anwar sebagai Ketua MK, mencabut Keputusan MK Nomor 12 Tahun 2023 tentang pengangkatan Ketua MK masa jabatan 2023-2028 tertanggal 9 November 2023, dan menetapkan Suhartoyo sebagai Ketua MK masa jabatan periode 2023-2028.

Palguna menjelaskan, sebagian gugatan Anwar memang dikabulkan seiring dikeluarkannya putusan PTUN. Salah satu yang dikabulkan termasuk membatalkan Keputusan MK Nomor 17 Tahun 2023 yang mengangkat Suhartoyo sebagai Ketua MK. Tetapi, ada amar putusan lainnya yang tidak menerima permohonan Anwar untuk dikembalikan kedudukannya sebagai Ketua MK.

“Terdapat upaya yang dilakukan secara sengaja untuk menyesatkan alur penalaran yang tertuang dalam amar putusan PTUN Nomor 604/G/2024/PTUN.JKT dengan cara melepaskannya dari konteks yang tertuang dalam pertimbangan hukum putusan PTUN yang dimaksud sehingga jabatan Ketua MK yang tengah dijabat Suhartoyo menjadi seolah-olah tidak sah,” kata Palguna (Kompas.id, 11/12/2025).


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Risiko Limbah di Balik Ramainya Pemancing Kali Jakarta
• 9 jam lalukompas.com
thumb
Bulog Pastikan Stok Beras di Sumatera Aman untuk Penuhi Warga Terdampak Bencana
• 1 jam laluidxchannel.com
thumb
Dasco Pimpin Rakor Satgas Pemulihan Bencana Sumatera: Perlu Samakan Persepsi
• 11 jam lalukumparan.com
thumb
Blak-blakan, KPK Ungkap Alasan Penghentian Korupsi Tambang Nikel
• 18 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Topik yang Bikin Orang dengan IQ Rendah Langsung Bersikap Defensif
• 1 jam lalubeautynesia.id
Berhasil disimpan.