JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan proses radikalisasi di era media sosial memiliki waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan era konvensional. Di era media sosial, proses tersebut disebut hanya membutuhkan waktu 3–6 bulan.
Hal itu disampaikan Kepala BNPT Eddy Hartono dalam Pernyataan Pers Akhir Tahun dan Perkembangan Tren Terorisme Indonesia 2025, Selasa (30/12/2025).
“Kalau kita ketahui bersama, proses radikalisasi terhadap anak dan remaja ini dibandingkan dengan sebelum menggunakan media sosial, jauh lebih efektif,” kata Eddy.
“Dibandingkan dulu ketika proses radikalisasi secara konvensional membutuhkan waktu 2 sampai 5 tahun, sekarang dengan media online atau ruang digital hanya membutuhkan waktu 3 sampai 6 bulan,” sambungnya.
Ia mengungkapkan, sepanjang 2025 ditemukan sekitar 21.199 konten bermuatan intoleransi, radikalisme, dan terorisme di media sosial. Eddy merinci, sebanyak 14.314 konten ditemukan di aplikasi Meta (Facebook dan Instagram), TikTok 1.367 konten, dan X 1.220 konten.
“Terhadap konten-konten tersebut, Satgas Kontra Radikalisasi telah melakukan upaya pemutusan akses kepada Komdigi,” ujarnya.
Eddy melanjutkan, terdapat lebih dari seratus anak yang terpapar paham radikal melalui media sosial dan game online.
“Sepanjang tahun 2025, aparat penegak hukum, Densus 88, telah menangkap beberapa jaringan terorisme maupun simpatisan Ansharut Daulah yang berkiblat kepada ISIS, serta menemukan 112 anak yang teradikalisasi melalui media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa baik media sosial maupun game online menjadi sarana penyebaran paham radikal,” ucapnya.
Original Article

:strip_icc()/kly-media-production/medias/5457775/original/092948200_1767053667-20251229IQ_Persija_vs_Bhayankara_FC-19.jpg)


