FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Tokoh Nahdlatul Ulama (NU), Islah Bahrawi, meluapkan kegelisahannya terhadap situasi politik dan demokrasi yang kian memburuk di Indonesia.
Islah blak-blakan menyinggung berbagai fenomena yang menurutnya menjadi tanda kemunduran demokrasi dan supremasi sipil.
Mulai dari pemenjaraan aktivis, intimidasi terhadap konten kreator yang kritis, hingga wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD.
“Aktivis di penjara. Konten kreator kritis diintimidasi hingga ke rumahnya,” ujar Islah di X @islah_bahrawi (30/12/2025).
Ia juga menyinggung potensi sentralisasi kekuasaan dalam pemilihan kepala daerah yang dianggap menggerus hak demokratis rakyat.
“Kepala daerah kemungkinan diorder dari atas untuk dipilih DPRD,” sebutnya.
Bukan hanya itu, Islah mengungkap kekhawatirannya terhadap arah kebijakan pertahanan dan keamanan nasional.
Rencana pembentukan ratusan batalyon tambahan disebutnya sebagai sinyal kuat meningkatnya militerisasi di ruang sipil.
“140 batalyon tentara tambahan akan dibentuk. Militerisasi akan ada di mana-mana,” tegasnya.
Dalam kritiknya, Islah juga menyoroti peran aparat penegak hukum yang dinilainya mengalami pelemahan fungsi.
Ia menyebut supremasi sipil dipangkas secara perlahan, sementara aparat keamanan kehilangan peran strategisnya.
“Supremasi sipil dibuntungi perlahan. Polisi jadi pramuka,” sesalnya.
Islah turut menaruh perhatiannya pada kebijakan politik dan ekonomi yang dianggap tidak memiliki arah jelas.
Ia bahkan melontarkan sindiran kepada kelompok yang selama ini mendukung penuh pemerintahan saat ini.
“Kebijakan politik dan ekonomi tak tentu arahnya. Makan tuh pemerintahan yang elu dukung habis-habisan!,” terangnya.
Tidak berhenti di situ, Islah menegaskan posisinya dalam kontestasi politik nasional.
Islah bilang, dirinya bagian dari kelompok minoritas pemilih yang menolak arah kekuasaan saat ini.
“Gua? Gua lobet 16 persen. Dan gua bangga bukan bagian dari kalian yang ikut serta memundurkan amanat Reformasi dan Demokrasi,” kuncinya. (Muhsin/fajar)





