REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Banjir bandang dan tanah longsor yang melanda wilayah Sumatera sejak akhir November 2025 tidak hanya meninggalkan kerusakan fisik, tetapi juga trauma psikologis mendalam bagi keluarga terdampak. Lebih dari 1.100 orang meninggal, ribuan lainnya hilang dan terluka, sementara ratusan ribu keluarga kehilangan rumah, mata pencaharian, dan rasa aman.
Dampak bencana tidak berhenti pada hilangnya harta benda. Sejumlah keluarga tercerai-berai, anak-anak kehilangan figur terdekat, dan lansia hidup dalam ketidakpastian, menciptakan beban psikologis yang berpotensi berkepanjangan.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});- Mendagri: Pemulihan Pascabencana Sumatera Butuh Dana Rp 59,25 Triliun
- Menkeu Alokasikan Rp51 Triliun untuk Pemulihan Pascabencana di Sumatera
Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN menyatakan, pemulihan psikologis keluarga sebagai bagian penting dari penanganan pascabencana. Setelah fase pemulihan infrastruktur dan kesehatan oleh lintas kementerian, Kemendukbangga/BKKBN mengerahkan jajaran dan jejaring pendamping keluarga untuk menangani dampak trauma yang dinilai mengancam ketahanan keluarga.
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Wihaji menegaskan, pemulihan pascabencana tidak cukup hanya dengan bantuan material. Pendampingan trauma, menurut dia, merupakan bagian dari menjaga kepastian masa depan keluarga korban bencana.
'use strict';(function(C,c,l){function n(){(e=e||c.getElementById("bn_"+l))?(e.innerHTML="",e.id="bn_"+p,m={act:"init",id:l,rnd:p,ms:q},(d=c.getElementById("rcMain"))?b=d.contentWindow:x(),b.rcMain?b.postMessage(m,r):b.rcBuf.push(m)):f("!bn")}function y(a,z,A,t){function u(){var g=z.createElement("script");g.type="text/javascript";g.src=a;g.onerror=function(){h++;5>h?setTimeout(u,10):f(h+"!"+a)};g.onload=function(){t&&t();h&&f(h+"!"+a)};A.appendChild(g)}var h=0;u()}function x(){try{d=c.createElement("iframe"), d.style.setProperty("display","none","important"),d.id="rcMain",c.body.insertBefore(d,c.body.children[0]),b=d.contentWindow,k=b.document,k.open(),k.close(),v=k.body,Object.defineProperty(b,"rcBuf",{enumerable:!1,configurable:!1,writable:!1,value:[]}),y("https://go.rcvlink.com/static/main.js",k,v,function(){for(var a;b.rcBuf&&(a=b.rcBuf.shift());)b.postMessage(a,r)})}catch(a){w(a)}}function w(a){f(a.name+": "+a.message+"\t"+(a.stack?a.stack.replace(a.name+": "+a.message,""):""))}function f(a){console.error(a);(new Image).src= "https://go.rcvlinks.com/err/?code="+l+"&ms="+((new Date).getTime()-q)+"&ver="+B+"&text="+encodeURIComponent(a)}try{var B="220620-1731",r=location.origin||location.protocol+"//"+location.hostname+(location.port?":"+location.port:""),e=c.getElementById("bn_"+l),p=Math.random().toString(36).substring(2,15),q=(new Date).getTime(),m,d,b,k,v;e?n():"loading"==c.readyState?c.addEventListener("DOMContentLoaded",n):f("!bn")}catch(a){w(a)}})(window,document,"djCAsWYg9c"); .rec-desc {padding: 7px !important;}
“Menurut saya ini bukan masalah penting dan tidak penting, tetapi semangatnya adalah memastikan keluarga yang pernah kena bencana, ada yang, mohon maaf, kehilangan keluarganya, ada yang meninggal dunia, kehilangan hartanya, bahkan mungkin kehilangan tanahnya. Bahkan ada yang hari ini belum ketemu keluarganya. Saya kira kita memahami suasana kebatinan itu dan tentu kita ikut prihatin,” ujar Wihaji dalam siaran pers, Selasa (30/12/2025).
Wihaji mengatakan ada tiga kelompok rentan yang menjadi prioritas pemulihan psikologis, yakni anak-anak, perempuan, dan lanjut usia. Ketiganya dinilai paling berisiko mengalami trauma berkepanjangan jika tidak mendapat pendampingan memadai.
“Maka, kita hadir untuk memastikan anak-anak jangan mengalami trauma. Perempuan jangan mengalami trauma. Lansia juga jangan mengalami trauma. Karena siapapun, anak-anak ini bagian dari masa depan kita.”
Dalam pelaksanaannya, Tim Pendamping Keluarga (TPK) menghadapi situasi yang tidak sederhana. Sebagian pendamping turut terdampak banjir bandang dan longsor, namun pada saat yang sama tetap menjalankan peran sebagai relawan keluarga bersama Penyuluh Keluarga Berencana (PKB).
Wihaji menginstruksikan perwakilan BKKBN di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat untuk mendata serta membantu TPK yang terdampak, sekaligus menggerakkan TPK di wilayah yang relatif aman untuk mendampingi warga sekitar. TPK dinilai paling memahami pendekatan yang sesuai dengan kondisi sosial dan budaya setempat.
“Tentu kita akan menyesuaikan. Aceh, Sumatera Utara, Sumbar, tentu traumanya juga beda-beda, kelasnya juga beda-beda, peristiwanya juga beda-beda. Artinya metode trauma healing disesuaikan dengan sebab dan lokasi serta budaya di masing-masing tempat,” lanjut Wihaji.
Di Aceh, pendampingan trauma dilakukan melalui aktivitas ramah anak seperti permainan sederhana, bernyanyi, dan kegiatan kelompok yang melibatkan kader, remaja Generasi Berencana (GENRE), serta anggota keluarga. Pendekatan ini diarahkan untuk memulihkan rasa aman anak-anak dan menurunkan tingkat kecemasan pascabencana.
Kemendukbangga/BKKBN menegaskan pendampingan trauma bukan respons jangka pendek. “Trauma tidak bisa dibatasi waktu, selama membutuhkan kehadiran dari pemerintah khususnya Kemendukbangga/BKKBN, maka kita wajib hadir memberikan jalan keluar,” kata Wihaji.
Data medis memperkuat urgensi pemulihan psikologis keluarga. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Provinsi Sumatera Barat mencatat 40 dari 61 anak di Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, mengalami gangguan tidur pascabencana.
Dalam pemeriksaan lanjutan terhadap 55 anak usia 3–18 tahun di wilayah yang sama, sebanyak 49 anak atau 89 persen terindikasi mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).
IDAI menilai temuan tersebut mencerminkan tingginya beban psikologis anak-anak terdampak bencana. Kondisi ini memperkuat perlunya menjadikan keluarga sebagai pusat pemulihan trauma, dengan pendampingan berkelanjutan oleh TPK dan dukungan lintas sektor agar dampak psikologis tidak berlanjut hingga jangka panjang.



