Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong penguatan sistem perlindungan perempuan dan anak di Indonesia dengan mengedepankan pemerataan layanan perlindungan dan pendekatan preventif.
"Tantangan perlindungan perempuan dan anak Indonesia yang semakin kompleks pada 2026 harus dijawab dengan kolaborasi kuat semua pihak terkait, demi menghadirkan lingkungan yang aman bagi perempuan dan anak di tanah air," kata Lestari dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Laporan Komnas Perempuan mencatat 8.543 pengaduan kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) sepanjang 2025. Jumlah itu meningkat 35% dari tahun sebelumnya.
Sementara itu, Survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Kementerian Komdigi 2025 menemukan bahwa 1 dari 3 anak pernah terpapar konten kekerasan atau ujaran kebencian di platform game online.
Selain itu, Bappenas juga memperkirakan bahwa perempuan dan anak-anak di sejumlah daerah di Indonesia merupakan kelompok rentan terpapar dampak krisis iklim.
Kerentanan itu memicu peningkatan risiko perdagangan orang (trafficking), perkawinan anak, dan putus sekolah, terutama pada keluarga yang kehilangan mata pencaharian akibat bencana.
Menurut Lestari, sejumlah catatan tersebut harus ditindaklanjuti dengan langkah nyata. Tidak bisa lagi saling menunggu, para pemangku kepentingan harus segera bergerak menjawab sejumlah tantangan dalam melindungi anak dan perempuan di tanah air.
Rerie, sapaan akrab Lestari berpendapat bahwa, kolaborasi pemerintah, swasta, komunitas, dan masyarakat bukan lagi pilihan, melainkan keharusan untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan dan anak di seluruh Indonesia.
Anggota Komisi X DPR RI itu mendorong, agar sistem dan perangkat hukum yang ada mampu beradaptasi dengan perkembangan kejahatan baru yang berbasis teknologi dan lintas batas antarnegara.
Selain itu, kata Rerie, harus juga diantisipasi ancaman yang datang dari dampak krisis di sektor ekonomi, lingkungan, hingga ruang digital yang berpotensi menghadirkan kerentanan bagi perempuan dan anak.
Ia berharap, semua pihak terkait, baik di tingkat pusat dan daerah, mampu bergerak bersama dalam mewujudkan lingkungan yang aman dan nyaman bagi setiap warga negara.
Baca juga: Pimpinan MPR: Pembangunan yang inklusif harus segera diwujudkan
Baca juga: Pimpinan MPR dorong aksi nyata untuk atasi krisis pembelajaran
Baca juga: Wakil Ketua MPR sebut Natal perlu jadi momen perkuat nilai kebinekaan
"Tantangan perlindungan perempuan dan anak Indonesia yang semakin kompleks pada 2026 harus dijawab dengan kolaborasi kuat semua pihak terkait, demi menghadirkan lingkungan yang aman bagi perempuan dan anak di tanah air," kata Lestari dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Laporan Komnas Perempuan mencatat 8.543 pengaduan kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) sepanjang 2025. Jumlah itu meningkat 35% dari tahun sebelumnya.
Sementara itu, Survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Kementerian Komdigi 2025 menemukan bahwa 1 dari 3 anak pernah terpapar konten kekerasan atau ujaran kebencian di platform game online.
Selain itu, Bappenas juga memperkirakan bahwa perempuan dan anak-anak di sejumlah daerah di Indonesia merupakan kelompok rentan terpapar dampak krisis iklim.
Kerentanan itu memicu peningkatan risiko perdagangan orang (trafficking), perkawinan anak, dan putus sekolah, terutama pada keluarga yang kehilangan mata pencaharian akibat bencana.
Menurut Lestari, sejumlah catatan tersebut harus ditindaklanjuti dengan langkah nyata. Tidak bisa lagi saling menunggu, para pemangku kepentingan harus segera bergerak menjawab sejumlah tantangan dalam melindungi anak dan perempuan di tanah air.
Rerie, sapaan akrab Lestari berpendapat bahwa, kolaborasi pemerintah, swasta, komunitas, dan masyarakat bukan lagi pilihan, melainkan keharusan untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan dan anak di seluruh Indonesia.
Anggota Komisi X DPR RI itu mendorong, agar sistem dan perangkat hukum yang ada mampu beradaptasi dengan perkembangan kejahatan baru yang berbasis teknologi dan lintas batas antarnegara.
Selain itu, kata Rerie, harus juga diantisipasi ancaman yang datang dari dampak krisis di sektor ekonomi, lingkungan, hingga ruang digital yang berpotensi menghadirkan kerentanan bagi perempuan dan anak.
Ia berharap, semua pihak terkait, baik di tingkat pusat dan daerah, mampu bergerak bersama dalam mewujudkan lingkungan yang aman dan nyaman bagi setiap warga negara.
Baca juga: Pimpinan MPR: Pembangunan yang inklusif harus segera diwujudkan
Baca juga: Pimpinan MPR dorong aksi nyata untuk atasi krisis pembelajaran
Baca juga: Wakil Ketua MPR sebut Natal perlu jadi momen perkuat nilai kebinekaan


