Dari Kemerdekaan Pers hingga Krisis Ekonomi, Tantangan Berat Media di Tahun 2025

kompas.id
7 jam lalu
Cover Berita

Tahun 2025, media menghadapi tantangan berlapis. Seakan bisa bertahan hingga akhir tahun ini pun sudah sangat baik. Ancaman terhadap kemerdekaan pers masih banyak ditemui. Kekerasan dan kriminalisasi terhadap wartawan terus meningkat.

Pada saat yang sama, profesionalisme jurnalistik juga semakin diuji di tengah derasnya arus informasi digital. Di lain sisi, krisis ekonomi media akibat disrupsi digital dan menurunkan pendapatan dari iklan memaksa banyak perusahaan media untuk efisiensi hingga pemutusan hubungan kerja pada karyawan.

Tiga hal utama itu pula yang menjadi catatan dari Dewan Pers terhadap kondisi media sepanjang tahun 2025. Tiga isu utama itu meliputi kemerdekaan pers, profesionalisme jurnalistik, dan keberlanjutan ekonomi media.

Baca JugaMedia Arus Utama Menjadi Penjernih Informasi

Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat dalam keterangan tertulis pada Selasa (30/12/2025) menyampaikan, tekanan media semakin kompleks di tahun 2025 dengan adanya dinamika sosial, politik, transformasi digital, dan bencana alam. Tekanan-tekanan tersebut diperkirakan masih akan berlanjut pada 2026.

Ancaman kemerdekaan pers

Terkait dengan ancaman kemerdekaan pers secara nyata terjadi dalam peliputan bencana di Sumatera akhir November 2025. Itu meliputi antara lain perampasan dan penghapusan rekaman video milik wartawan Kompas TV saat meliput kondisi Aceh pada 11 Desember 2025.

Tekanan media semakin kompleks di tahun 2025 dengan adanya dinamika sosial, politik, transformasi digital, dan bencana alam.

Selain itu, penghapusan konten terjadi pada siaran CNN Indonesia terkait dengan kondisi warga yang terdampak bencana. Penghapusan dilakukan secara mandiri karena kekhawatiran konten dapat disalahgunakan oleh pihak lain.

Dewan Pers pun mencermati pernyataan sejumlah pejabat negara yang meminta media tidak menyoroti kekurangan pemerintah dalam penanganan bencana di Sumatera. Pernyataan tersebut setidaknya disampaikan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.

”Dewan Pers menegaskan bahwa tindakan perampasan alat kerja, penghapusan rekaman, serta tekanan terhadap media merupakan bentuk penghalang-halangan terhadap kerja jurnalistik dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” kata Komaruddin.

Catatan serupa disampaikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Dalam pernyataan resmi, Ketua Umum AJI Nany Afrida menuturkan, pernyataan yang disampaikan pejabat negara tersebut merupakan bentuk pengekangan terhadap pers sebagai watchdog.

Baca JugaMedia Berperan Mendorong Kebijakan yang Responsif Jender

Pemberitaan terhadap upaya pemerintah tidak semata untuk menutup ruang kritik. Kritik dari media yang berbasis fakta justru mendukung akuntabilitas dan perbaikan kebijakan pemerintah.

Menurut dia, ketika akses jurnalis dibatasi, data dikontrol secara sepihak, dan narasi dipaksakan, itu membuat publik kehilangan hak untuk mengetahui situasi sebenarnya.

Praktik intimidasi, penghalangan liputan, hingga pelabelan berita negatif terhadap karya jurnalistik menunjukkan bahwa upaya kontrol narasi masih dilakukan demi citra pemerintah.

”Padahal, di tengah krisis, kerja jurnalistik yang bebas dan akurat justru membantu negara: melawan disinformasi, mempercepat respons publik, dan memastikan bantuan tepat sasaran,” katanya.

Menurut Nany, Undang-Undang Pers seharusnya menjadi fondasi penting untuk menghadapi kondisi seperti itu. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa pers memiliki fungsi informasi, kontrol sosial, dan pendidikan publik.

Jurnalis bukan berperan untuk memperburuk keadaan, melainkan memastikan akuntabilitas tetap berjalan ketika kekuasaan berada dalam tekanan krisis.

Kekerasan terhadap wartawan lain juga menjadi catatan Dewan Pers, antara lain pada kasus pemukulan wartawan foto LKBN Antara saat meliput demonstrasi di Jakarta, pengeroyokan terhadap delapan jurnalis di Banten saat meliput dugaan pelanggaran pengelolaan limbah B3 PT Genesis Regeneration Smelting, serta teror kepala babi dan tikus terpotong pada wartawan Tempo.

Baca JugaAncaman terhadap Perempuan Wartawan Meningkat

”Semua bentuk kekerasan ini berbahaya bagi kemerdekaan pers karena menciptakan efek gentar, mendorong swasensor, dan melemahkan fungsi pers sebagai kontrol sosial,” kata Komaruddin.

Profesionalisme pers

Tantangan terkait dengan profesionalisme pers juga menjadi tantangan sepanjang 2025. Sepanjang Januari-November 2025, Dewan Pers telah menerima 1.166 pengaduan masyarakat. Jumlah itu naik signifikan dibandingkan tahun sebelumnya dengan 626 pengaduan pada 2024 dan 794 pengaduan pada 2023.

Peningkatan jumlah pengaduan dipengaruhi oleh perubahan perilaku media dalam memproduksi berita. Di era digital, kecepatan diutamakan, tetapi menggeser ketepatan. Itu membuat prinsip verifikasi dan keberimbangan diabaikan.

Banyak media terburu-buru memublikasikan informasi tanpa memastikan kebenaran sumber, terutama ketika menyangkut isu viral. Itu sebabnya, pelanggaran terhadap prinsip cover both sides menjadi salah satu isu yang paling dominan diadukan masyarakat.

Pengaduan lain yang banyak disampaikan, antara lain, judul clickbait, pencemaran nama baik, penggunaan foto tanpa izin, dan ujaran kebencian. Setidaknya 925 kasus telah diselesaikan oleh Dewan Pers lewat berbagai mekanisme, seperti surat-menyurat serta pernyataan penilaian dan rekomendasi.

Komaruddin menyebutkan, Dewan Pers terus mendorong pelaksanaan uji kompetensi wartawan (UKW) untuk meningkatkan profesionalisme wartawan. Sepanjang 2025 tercatat 145 kegiatan UKW telah dilaksanakan dengan melibatkan 14.647 wartawan. Peraturan Dewan Pers Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Karya Jurnalistik pun telah dirampungkan.

Ekonomi media

Dari sisi ekonomi, industri media masih menghadapi tekanan yang berat. Keberlanjutan perusahaan pers diharapkan dengan tekanan, seperti disrupsi digital, penurunan belanja iklan, perubahan algoritma platform, dan pemanfaatan kecerdasan buatan (AI).

Data AJI mencatat setidaknya 800 pekerja media mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak 2024 sampai pertengahan 2025. Jika pada tahun sebelumnya banyak media cetak yang tutup dan memangkas pegawainya, tahun ini PHK lebih banyak dilakukan pada media televisi dan media digital. Tren tersebut diperkirakan masih akan membelenggu industri media pada 2026.

Baca JugaMedia Melemah Saat Dibutuhkan Hadapi Disrupsi Informasi dan Kecerdasan Buatan

Dewan Pers berupaya untuk mendukung keberlanjutan media dalam jangka panjang lewat mekanisme pendanaan yang disebut Dana Jurnalisme.

Tujuan utama Dana Jurnalisme adalah memperkuat perusahaan pers yang independen dalam mengembangkan operasi digital, menghasilkan jurnalisme orisinil untuk kepentingan publik, mempromosikan keberagaman dan inklusi, serta mendorong keberlanjutan usaha media.

Upaya lainnya dilakukan dengan mendorong adanya iklim persaingan sehat antara platform digital dan pers. Keberagaman informasi media terancam dengan dominasi algoritmik, penyalahgunaan data, dan praktik diskriminasi yang merugikan media.

”Dewan Pers mengajak semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, aparat penegak hukum, perusahaan media, platform digital, dan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kemerdekaan pers sebagai fondasi demokrasi,” tutur Komaruddin.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Jaga Stabilitas Ekonomi, 703 KPM Parittiga Terima BLTS Kesra
• 3 jam lalutvrinews.com
thumb
Julio Cesar Bertekad Curi Poin Penuh Saat Persib Bertandang ke Persik, Tak Ingin Posisi Puncak Direbut Pesaing
• 6 jam lalutvonenews.com
thumb
Diteror Bangkai Ayam hingga Bom Molotov, DJ Donny Lapor Polda Metro
• 4 jam laluviva.co.id
thumb
Dekati Arsenal di Klasemen Liga Inggris, Aston Villa Ditantang Atmosfer Emirates
• 18 jam lalutvonenews.com
thumb
Prabowo Sapa Petugas Pencari Korban Hilang Akibat Bencana di Tapsel: Terima Kasih Semuanya
• 3 jam laluidxchannel.com
Berhasil disimpan.