Grid.ID – Kasus dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang menyeret nama Anrez Adelio atau AA, kini resmi masuk ke ranah hukum. Laporan tersebut telah diterima Polda Metro Jaya setelah korban didampingi tim kuasa hukum dari Komite Nasional Advokat Indonesia.
Tim kuasa hukum, Santo Nababan dan Rd. Sugiandra, mendampingi Friceilda Prillea atau Icel dalam proses pelaporan. Langkah hukum ini ditempuh sebagai upaya memperjuangkan keadilan serta hak korban dan anak yang dikandungnya.
“Kasus ini sudah sampai ke laporan polisi di Polda Metro Jaya,” ujar Santo Nababan dan Rd. Sugiandra saat ditemui di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (30/12/2025).
Santo menjelaskan, laporan tersebut berkaitan dengan dugaan pelanggaran Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Penentuan pasal secara detail akan menjadi kewenangan penyidik kepolisian.
“Yang jelas ini terkait Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” tegas Santo.
Dalam pelaporan tersebut, tim kuasa hukum turut menyerahkan sejumlah alat bukti yang dinilai kuat. Bukti-bukti itu diklaim memperkuat dugaan peristiwa pidana yang dilaporkan.
“Bukti yang kami serahkan berupa chat, surat pernyataan, hasil USG, dan visum,” ungkap Santo.
Visum dilakukan di Rumah Sakit Umum Polri Kramat Jati setelah laporan dibuat. Langkah pidana diambil lantaran tidak adanya iktikad baik dari pihak terlapor. Upaya komunikasi yang sebelumnya dilakukan disebut tidak mendapat respons yang jelas.
“Karena tidak ada iktikad baik, kami tempuh jalur pidana terlebih dahulu,” tambahnya
Terkait ancaman hukuman, Santo menyebut Undang-Undang TPKS mengatur pidana penjara cukup berat. Ancaman hukuman maksimal bisa mencapai 12 tahun penjara.
“Ancaman hukumannya empat sampai dua belas tahun penjara,” jelasnya Sugiandra.
Santo juga menyampaikan kondisi korban yang saat ini tengah mengandung delapan bulan. Secara fisik korban disebut sehat, meski mengalami kelelahan mental akibat proses hukum.
“Kandungannya delapan bulan dan diperkirakan lahir Januari,” ujar Santo.
Menurut kuasa hukum, fokus utama tuntutan bukan hanya pada korban, melainkan pada hak anak. Hal ini mencakup tanggung jawab materiil, immateriil, serta kejelasan identitas anak.
“Yang diperjuangkan adalah hak anak, bukan kepentingan pribadi klien kami,” tegas Rd. Sugiandra.
Pernyataan tersebut merujuk pada Putusan MK Nomor 46 Tahun 2010. Dalam kasus ini juga terungkap adanya surat pernyataan dari Anrez Adelio yang berisi janji untuk bertanggung jawab dan menikahi korban.
“Namun setelah surat pernyataan dibuat, yang bersangkutan justru menghindar,” kata Santo.
Terkait hubungan antara korban dan terlapor, kuasa hukum menegaskan peristiwa ini tidak murni atas dasar suka sama suka. Ada unsur bujuk rayu dan janji yang menyertai.
“Konstruksi hukumnya nanti biarlah penyidik yang mendalami,” tutup Santo. (*)
Artikel Asli



:strip_icc()/kly-media-production/medias/4306761/original/024131900_1674997342-Madura_vs_Persebaya_-_Lee_Yujun_vs_Muhammad_Hidayat.jpeg)
